opini
RPJM 2025-2029, Pemerintah Target Angka Kemiskinan Ekstrim 0 Persen
KOMITMEN kuat Presiden Prabowo terhadap isu pengentasan kemiskinan ditegaskan melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2025 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Pengentasan Kemiskinan dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem.
Pengentasan kemiskinan menjadi salah satu fondasi utama dalam kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Melalui Program Asta-Cita, Presiden Prabowo menempatkan pengurangan kesenjangan dan pemerataan ekonomi sebagai bagian dari tujuh prioritas strategis yang menjadi dasar arah pembangunan nasional.
Seperti tertuang dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, pemerintah menargetkan angka kemiskinan ekstrem mencapai 0 persen pada 2029 dan angka kemiskinan umum ditekan hingga 4,5 persen. Target ini ambisius, mengingat per September 2024, menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Indonesia masih tercatat sebesar 24,06 juta orang atau setara 8,57 persen dari total populasi.
Meski demikian, Presiden Prabowo meyakini bahwa percepatan pengentasan kemiskinan bisa dicapai melalui program-program prioritas yang menyasar langsung akar masalah: rendahnya daya beli, ketimpangan antarwilayah, serta kualitas sumber daya manusia (SDM) yang belum optimal.
Bank Dunia: Garis Kemiskinan Nasional Tetap Relevan
Dalam laporan terbarunya yang dirilis pada 13 Juni 2025, Bank Dunia menegaskan bahwa garis kemiskinan nasional yang dihitung BPS tetap relevan sebagai acuan kebijakan pemerintah Indonesia. Meskipun Bank Dunia telah memperbarui standar garis kemiskinan internasional menggunakan Purchasing Power Parity (PPP) 2021, yang menempatkan garis kemiskinan Indonesia pada USD8,30 per hari atau sekitar Rp1.512.000 per bulan per orang, Bank Dunia mengakui bahwa garis kemiskinan nasional lebih tepat untuk mengukur kesejahteraan domestik.
Perbedaan ini muncul karena Bank Dunia menggunakan standar global yang memungkinkan perbandingan antarnegara, sementara BPS menyesuaikan garis kemiskinan berdasarkan kebutuhan minimal pangan dan non-pangan masyarakat Indonesia, dengan mempertimbangkan disparitas biaya hidup antarwilayah.
Sebagai ilustrasi, menurut Bank Dunia, jika mengacu pada standar global terbaru, tingkat kemiskinan Indonesia pada 2024 berada di 68,3 persen dari total populasi, atau sekitar 194,72 juta orang. Sementara berdasarkan perhitungan BPS, angka kemiskinan pada periode yang sama hanya 8,57 persen.
Bank Dunia menegaskan bahwa, “Definisi kemiskinan nasional dan internasional sengaja dibuat berbeda karena digunakan untuk tujuan yang berbeda”. Garis kemiskinan nasional digunakan pemerintah untuk merancang program perlindungan sosial yang lebih tepat sasaran, seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Program Makan Bergizi Gratis (MBG), dan bantuan sosial lainnya.
Inpres 8/2025: Instruksi Terpadu untuk Pengentasan Kemiskinan
Komitmen kuat Presiden Prabowo terhadap isu pengentasan kemiskinan ditegaskan melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2025 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Pengentasan Kemiskinan dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem.
Merujuk Inpres tersebut, pemerintah menetapkan tiga pilar strategi nasional, yakni pengurangan beban pengeluaran masyarakat: melalui program bantuan sosial, subsidi pangan, dan layanan pendidikan serta kesehatan gratis; peningkatan pendapatan masyarakat: melalui program padat karya, pemberdayaan ekonomi desa, dan dukungan UMKM; dan penghapusan kantong-kantong kemiskinan: dengan mengintervensi langsung wilayah dengan tingkat kemiskinan tinggi melalui pembangunan infrastruktur dasar, akses pendidikan, dan fasilitas kesehatan.
Inpres ini juga memuat sebelas program prioritas pengentasan masyarakat dari kemiskinan, antara lain:
Program Sekolah Rakyat: Meningkatkan akses pendidikan bagi masyarakat miskin.
Kartu Indonesia Pintar (KIP): Memastikan anak-anak dari keluarga miskin tetap bersekolah.
Program Padat Karya Desa dan Sektor Perhubungan: Menciptakan lapangan kerja langsung.
Pelatihan Vokasi dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan: Meningkatkan kompetensi kerja dan perlindungan bagi pekerja rentan.
Perhutanan Sosial: Memberikan akses kelola lahan hutan kepada masyarakat sekitar.
Program Ketahanan Pangan dan Pemenuhan Gizi: Mencegah kelaparan dan gizi buruk, khususnya bagi anak-anak dan ibu hamil.
Untuk itu, Presiden Prabowo menginstruksikan 45 kementerian/lembaga dan seluruh kepala daerah untuk melaksanakan program-program ini secara terintegrasi dan progresif, dengan target akhir 31 Desember 2029.
Di samping itu, untuk mengoordinasikan seluruh program secara efektif, pemerintah membentuk Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin) melalui Peraturan Presiden Nomor 163 Tahun 2024. Mantan anggota DPR RI Budiman Sudjatmiko ditunjuk sebagai Kepala BP Taskin dengan mandat penuh untuk memastikan pelaksanaan program berjalan tepat sasaran.
Dampak dari Program Makan Bergizi Gratis
Salah satu program yang mendapatkan perhatian publik adalah Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Selain bertujuan memenuhi kebutuhan gizi anak sekolah dan ibu hamil, program ini memberikan dampak ekonomi yang signifikan.
Menurut Wakil Menteri Sosial (Wamensos), Agus Jabo Priyono, setidaknya sejak Februari 2025, MBG mengalirkan dana Rp6-7 miliar per desa per tahun yang mendorong aktivitas ekonomi lokal, menciptakan lapangan kerja baru, dan meningkatkan daya beli masyarakat. “Ini bukan hanya soal makan gratis. Ini tentang menggerakkan ekonomi desa, menekan kemiskinan, dan menyiapkan generasi sehat menuju Indonesia Emas 2045,” jelas Agus Jabo.
Badan Gizi Nasional (BGN) mencatat 1.837 satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) telah beroperasi hampir di seluruh provinsi di Indonesia dan menyerap sebanyak 72.521 tenaga kerja.
Menurut Staf Khusus Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Bidang Komunikasi Redy Hendra Gunawan di Jakarta, Minggu (22/6/2025), hingga per 22 Juni telah beroperasional 1.837 SPPG hampir di seluruh provinsi yang ada di Indonesia.
Pihak BGN menargetkan penambahan jumlah SPPG menjadi 7.000 unit pada bulan Agustus, dan secara bertahap mencapai 32.000 unit pada bulan November 2025.
Selain itu, BGN telah melibatkan total 72.521 tenaga kerja dalam pelaksanaan layanan SPPG. Komposisinya meliputi 1.837 kepala SPPG, 1.499 ahli gizi, 1.481 akuntan, 1.642 kepala lapangan, serta 1.525 juru masak dan 11.884 chef.
Redy Hendra Gunawan menyebutkan setidaknya terdapat 144 UMKM yang sudah bergabung menjadi mitra BGN. Terdapat pula 23 koperasi, 7 badan usaha milik desa (bumdes), 25 CV, dan 144 perusahaan yang bermitra dalam hal penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur SPPG yang dibutuhkan oleh BGN.
“Total supplier dari koperasi bumdes, UMKM, totalnya ada sekitar 4.718. Jadi, ini angka yang luar biasa, baru enam bulan berjalan, saya kira ini efek yang sangat signifikan untuk kelembagaan ekonomi lokal,” kata Redy.
Mendorong Kemandirian Penerima Bantuan
Pengentasan masyarakat dari kemiskinan tidak cukup dengan program karikatif seperti bansos. Karena itu, Kementerian Sosial juga meluncurkan strategi graduasi bagi penerima bantuan sosial. Melalui program ini, keluarga penerima manfaat didorong untuk bertransformasi dari penerima bantuan menjadi pelaku ekonomi yang produktif.
Wamensos Agus Jabo menegaskan, “Kami tidak ingin masyarakat miskin selamanya menjadi penerima bantuan. Yang mau kerja, kami siapkan lapangan pekerjaan. Yang mau usaha, kami fasilitasi akses UMKM dan koperasi.”
Salah satu langkah penting mengatasi kemiskinan adalah integrasi data sosial dan ekonomi melalui Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek), dan data kependudukan dari Dukcapil, yang bertujuan untuk meningkatkan akurasi sasaran program sosial dan ekonomi.
Dengan begitu, sistem pendataan Kemensos kini lebih tertata. Peran pemerintah daerah kini lebih besar memperbarui data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) agar bantuan sosial dan program pemberdayaan benar-benar tepat sasaran. Pemerintah daerah berkomitmen untuk terus memastikan data by name, by address agar tidak ada lagi masyarakat miskin yang terlewat. No one left behind, sesuai tujuan pembangunan millenium (MDGs).
Mengurai Akar Masalah Kemiskinan
Dari lapisan kelompok miskin, ada bagian yang paling bawah. Yakni, masyarakat yang termasuk miskin ekstrem. Kemiskinan ekstrem di Indonesia disebabkan oleh faktor-faktor struktural seperti: rendahnya tingkat pendidikan; akses terbatas ke layanan kesehatan dan sanitasi; minimnya kesempatan kerja produktif, ketidaksetaraan gender dan keterbatasan akses bagi penyandang disabilitas.
Setidaknya untuk mengentaskan kemiskinan paling dasar itu sudah mulai menuai hasil positif. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), angka kemiskinan ekstrem yang didefinisikan sebagai pengeluaran di bawah Rp10.739 per hari per individu, telah menurun drastis dari 6,18 persen pada 2014 menjadi hanya 0,83 persen pada Maret 2024. Penurunan ini mencerminkan keberhasilan berbagai program pemerintah yang terintegrasi dan berfokus pada pemberdayaan masyarakat miskin serta peningkatan akses terhadap layanan dasar. Penurunan angka kemiskinan ekstrem ini juga menjadi indikator penting bahwa Indonesia makin mendekati target eliminasi kemiskinan ekstrem yang ditetapkan pemerintah untuk 2029.
Mulai tahun ini, berbagai program sosial dan ekonomi yang dijalankan pemerintah berperan besar untuk mencapai target eliminasi kemiskinan. Program bantuan sosial seperti PKH, Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), dan subsidi listrik telah memberikan dukungan langsung kepada keluarga miskin untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Selain itu, peningkatan akses layanan kesehatan melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan pembangunan infrastruktur dasar seperti air bersih, sanitasi, dan jalan desa telah memperbaiki kualitas hidup masyarakat di daerah tertinggal dan terpencil.
Pemberdayaan ekonomi masyarakat juga menjadi fokus utama, dengan pelatihan keterampilan, akses permodalan mikro, dan pengembangan usaha kecil menengah yang membantu meningkatkan pendapatan dan kemandirian ekonomi keluarga miskin.
Satu hal, pemerintah menekankan bahwa pengentasan kemiskinan membutuhkan gotong royong nasional. Sinergi antarkementerian, lembaga, pemerintah daerah, swasta, dan masyarakat adalah kunci keberhasilan.
Melalui strategi yang terintegrasi, data yang akurat, dan komitmen politik yang kuat, Indonesia optimistis dapat mengurai persoalan kemiskinan secara berkelanjutan, mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Penulis: Kristantyo Wisnubroto
opini
Pemimpin Mahasiswa Katalisator Gerakan, Menyongsong Pemira UHO
Momentum pesta demokrasi mahasiswa sesuatu yang tidak bisa kita pandang enteng, dan partisipasi kita amat sangat dibutuhkan sebagai wujud rasa kepedulian kita terhadap almamater tercinta.
Transformasi regenerasi kepemimpinan menjadi suatu keharusan dalam setiap periode menjadi pemimpin. Upaya itu semata-mata hanya untuk menjadikan kampus besar yang ada di Sulawesi Tenggara sebagai kawah candradimuka menciptakan dan membentuk calon pemimpin di masa depan, menjadi labolatorium ilmu dan pengetahuan dengan segala prosesnya, menjadi ruang pengabdian yang menjadikan kita semakin bermanfaat untuk masyarakat.
Tentu hal yang paling penting adalah bagaimana membangun Sumber Daya Manusia yang semakin maju, bermanfaat, sinergi dan berdaya saing yang sesuai dengan Tridharma Perguruan Tinggi. Kuatnya institusi pendidikan karena anggota yang solid yang memahami setiap posisi, peran daan tanggung jawab dalam menjalankan tupoksinya. Kepeloporan pemimpin pendidikan untuk memberikan terobosan guna menjawab masalah pendidikan yang semakin kompleks dan tantangan di era globalisasi dan modernisasi.
Sebagai pemimpin institusi pendidikan harus lebih jeli, aktual dan pro aktif menjadi sumber solusi tantangan pendidikan. Hadirnya pemimpin yang berkualitas, berintegritas dan punya kapasitas yang mumpuni harus mampu menjawab kecenderungan kepemimpinan sebelumnya.
Membangun kepercayaan dan integritas diri dikalangan mahasiswa sangat penting. Sehingga posisi dan legitimasi yang didukung oleh kekuatan mahasiswa akan lebih muda menggerakkan seluruh instrumen dan memobilisasi ketika persoalan itu ada. kerja-kerja konsolidasi sangat di butuhkan mengingat sekarang hadirnya pemimpin baru di institusi pendidikan menjadikan tantangan tersendiri untuk kalangan mahasiswa.
Pemimpin Muda
Kampus merupakan ladang kepemimpinan masa depan, calon pemimpin yang akan dipercayakan hendaknya memikirkan konsep, gagasan, visi misi dan strategi bagaimana membangun nawacita pendidikan yang semakin baik dari hari ke hari dan dari waktu ke waktu.
Orientasi perguruan tinggi yang ada di Sulawesi Tenggara tidak hanya mencetak para sarjana, sumber daya manusia yang melimpah tetapi bagaimana sudah harus bertransformasi menjadi visi-misi yang harus kita aktualisasikan menuju tatanan masyarakat yang adil, sejahtera dan makmur dari manfaat pendidikan itu sendiri.
Kampus dan institusi pendidikan juga harus menjadi roll model tentang praktek-praktek politik dan demokrasi yang baik, berintegritas, substansial dan bermartabat agar melahirkan pemimpin yang mampu menjawab setiap persoalan kemelut pendidikan yang ada di kampus besar dan tercinta Universitas Halu Oleo (UHO).
Pemimpin institusi pendidikan juga harus berpikir mampu melampaui generasi dan zaman tentang apa yang dibutuhkan kedepan, bukan hanya sebagai formalitas tetapi harus menjadi sebuah gerakan kongkret dan nyata bagi semua orang.
Keberhasilan sebuah kepemimpinan pada hakikatnya tidak diukur hanya pada satu periode saja, tapi juga dilihat dari daya tahan pemimpin pada masa selanjutnya apakah terjadi kemunduran atau kemajuan supaya terus menjadi evaluasi dan pembelajaran generasi berikutnya untuk terus berbenah menjadi bentuk yang utuh dan sesuai apa yang di harapkan oleh mahasiswa, masyarakat bangsa dan negara yang kita cintai ini.
Olehnya itu perlu disusun kembali sebuah format, metode yang tidak semata- mata hanya untuk mencari kepentingan pribadi, tetapi mampu bermanfaat sesama, khususnya masyarakat dan mahasiswa yang ada di Sulawesi Tenggara.
Olehnya itu pentingnya sebuah institusi pendidikan yang kuat, berintegritas untuk terus menciptakan dan membentuk karakter kepemimpinan yang berkepribadian di tengah degradasi dan krisisnya legitimasi pemimpin saat ini.
Pimpinan dari institusi pendidikan harus menjadi icon. Ia merupakan pengambil keputusan dan leader tertinggi di lembaganya yang harus mempertanggungjawabkan pengelolaan lembaga yang lebih transparan dan akuntabilitas.
Pendidikan Politik Mahasiswa
Partisipasi mahasiswa harus menjadi instrument edukasi dan sosialisasi untuk menghindari polarisasi dan chaos politik. Kita harus bisa menciptakan iklim akademik yang baik dan sejuk dalam ruang pendidikan, persoalan siapa yang terpilih kita serahkan pada hal pilih mahasiswa yang mempunyai otoritas sebagai pemilik kedaulatan.
Sebab pesta demokrasi dalam pemilihan rektor di Universitas Halu Oleo (UHO) adalah event yang sangat bergengsi dan momentum tertinggi dalam sebuah institusi pendidikan.
Mengukur kualitas demokrasi bukan hanya seberapa besar mahasiswa menyalurkan hak suaranya untuk memilih, tetapi seberapa besar partisipasi dan kontribusi kita dalam memberikan pikiran-pikiran yang baik, gagasan, dan ide untuk kemajuan UHO ke depan, serta format lokomotif gerakan yang terus berkesinambungan.
Seorang pemimpin gerakan idealnya memang seorang pemimpin mahasiswa yang mengkomunikasikan wacana pergerakan dan strategi, melakukan rencana penggalangan dan kordinasi untuk mendapatkan dukungan dari berbagai kalangan elemen pergerakan.
Lembaga internal perlu membangun koordinasi yang baik sebagai jantung pergerakan untuk menggalang kekuatan dalam membangun organisasi serta gerakan. Upaya penguasaan opini, wacana dan isu strategis harus menjadi medium propaganda dan agitasi di dalam kampus maupun di luar kampus, melalui berbagai sarana dan instrumen komunikasi pergerakan yang ada.
Salah satu alternatif cara dan strategi merespon isu lokal dan nasional dengan cepat dengan banyaknya kebijakan pemerintah yang simpang siur dan tidak pro terhadap rakyat.
Peran strategis mahasiswa sangat di butuhkan dan hadir memberikan solusi di tengah kekeroposan yang menggerogoti tubuh bangsa ini, korupsi kolusi nepotisme, kemiskinan, kurangnya akses dan biaya pendidikan dan lain sebagainya.
Gerakan mahasiswa instrumen yang dapat melakukan advokasi masyarakat dan bangsa yang masih seringkali menjadi korban dari kebijakan yang tidak berpihak kepada mereka. Partisipasi rakyat dalam pergerakan mahasiswa ini dilakukan dalam rangka mempengaruhi pemerintah dalam pengambilan keputusan.
Partisipasi Mahasiswa
Partisipasi mahasiswa ini pun sebagai sarana edukasi dan ruang belajar bagi kader pergerakan, sekaligus sarana penyebaran pemikiran ideologi, nilai-nilai perjuangan, wacana, ide dan gagasan pergerakan mahasiswa dan menciptakan pemimpin-pemimpin bangsa ke depannya.
Pesta demokrasi mahasiswa adalah event yang sangat bergengsi dan momentum tertinggi dalam kelembagaan internal kampus sebagai upaya menyalurkan hak pilih suara mahasiswa.
Moment ini adalah sebagai roll model bagaimana praktek kita berdemokrasi dan berpolitik. Mengukur kualitas demokrasi dilihat seberapa besar partisipasi dan keikutsertaan dalam mengawal Pemilu raya kampus serta mencegah berbagai potensi kecurangan, campur tangan birokrasi apa lagi.
Bagaimana tidak Pemilu raya kampus merupakan sarana dan arena untuk menampilkan kader-kader terbaik serta berkompetisi dalam memperebutkan suara mahasiswa untuk menjadi orang nomor 1 satu dalam kelembagaan internal itu sendiri. Disisi lain ruang ini akan mampu mencetak pemimpin masa depan dan meningkatkan SDM yang berkualitas dan potensi sebagai bekal di masa depan.
Menurut penulis semua figur mesti mempunyai iktikad baik dan harapan panjang melebihi tarikan nafas tentang tata kelola lembaga mahasiswa yang baik, akuntabilitas dan transparan. Semua itu demi terciptanya pimpinan lembaga yang handal di kemudian hari.
Maka dengan demikian biarkanlah semua mahasiswa berkompetisi dengan hak politik dan demokrasi yang sama tanpa menggunakan tangan birokrasi untuk menekan atau mengintimidasi keikutsertaan mahasiswa. Pemira ini juga melatih budaya demokrasi dan cara berpolitik yang untuk menunjukan pengaruh serta kondisi politik lokal dan nasional dalam kran demokrasi sekarang saat ini.
Perbaikan dan Penguatan Lembaga Kemahasiswaan
Dalam pesta demokrasi atau pemilu raya kampus setiap mahasiswa harus berkompetisi dan bertarung menawarkan ide dan gagasan untuk perbaikan lembaga kemahasiswaan dan mengembalikan marwah mahasiswa itu di internal kampus. Bagaimana tidak, citra kelembagaan kampus seakan akan hilang dengan akibat tindakan pragmatis di sisi lain terjadi krisis legitimasi di mana lembaga kampus tidak lagi menjadi jembatan dan solusi dalam merespon segala masalah dan isu yang di hadapi bangsa ini.
Menurut penulis seharusnya melalui Pemira dan pesta demokrasi UHO yang akan di gelar pekan depan dapat mendorong kebebasan mahasiswa dalam menentukan sikap politik dalam membangun jejaring kerja-kerja konsolidasi dan mobilisasi seperti apa yang kita harapkan, sehingga kualitas demokrasi kampus itu bisa terus meningkat seiring dengan partisipasi mahasiswa dalam mengawal isu-isu yang krusial.
Degradasi Wacana Isu Strategis
Ada degradasi wacana, dimana kampus lebih sering mengadakan diskusi motivasi dibanding diskusi ideologi gerakan. Tradisi intelektual hidup karena ada perdebatan, konfrontasi dan wacana, sedangkan birokrasi menginginkan agar kampus tetap stabil jauh dari hiruk pikuk gerakan.
Melihat keadaan tersebut, berharap bahwa semua mahasiswa memiliki tradisi intelektual yang mengarah ke pembebasan sosial yang memiliki partisipasi dan antusias yang besar. Seharusnya dengan iklim kebebasan dan demokrasi kita menjadikan organisasi semakin baik, kuat dan mampu menjadi solusi di tengah banyaknya persoalan sebab pemerintah juga tak segan-segan untuk memutuskan produk politik yang tak berpihak pada rakyat.
Pengetahuan dan intelektual menjadikan pisau analisis untuk melihat masalah. Intelektual organik Antonio Gramsi, bahwa seorang pejuang dan pemikir itu tidak hanya berdiri di atas menara gading tetapi harus menjadi bagian dari keringat rakyat yang melebur bersamanya.
Tradisi Tahunan Dan Momentum Berharga
Menjadi salah satu momen yang penuh makna dan keistimewaan bagi para mahasiswa. Tradisi tahunan ini tidak hanya sekadar kegiatan seremonial, atau hanya menggugurkan tanggung jawab tetapi harus bisa melahirkan keputusan strategis tentang masa depan lembaga dan kampus tercinta UHO.
Ini adalah ruang kawah candradimuka dan peran mereka dalam perubahan sosial. Mahasiswa adalah tulang punggung masa depan bangsa, daerah, dan negara. Mereka memikul tanggung jawab besar sebagai estafet kepemimpinan yang akan memperbaiki tatanan sosial, ekonomi, politik, dan budaya di Indonesia. Posisi mahasiswa sebagai intelektual yang tercerahkan memberikan mereka peran strategis dalam menggerakkan perubahan.
Sejarah membuktikan bahwa mahasiswa memiliki kekuatan besar untuk mengubah perjalanan bangsa. Perubahan itu tidak datang begitu saja, melainkan melalui proses panjang, perjuangan, dan konsistensi yang tinggi.
Jika kalian adalah generasi baru yang akan menjadi bagian dari sejarah, ciptakanlah sesuatu yang berbeda dari sekitar kalian. Kehadiran mahasiswa tidak hanya untuk berdiri di menara gading, tetapi harus mampu berkontribusi langsung kepada masyarakat, tuntunlah dirimu menjadi satu kesatuan yang akan menjadi kekuatan perubahan.
Tantangan yang dihadapi mahasiswa saat ini, seperti disorientasi dan krisis legitimasi dalam peran kontrol sosial mereka. Oleh karena itu, penulis menekankan pentingnya membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap mahasiswa.
Menjadi pemimpin mahasiswa berarti membangun harapan dan visi yang jauh ke depan melampaui generasi, sesuai dengan cita-cita pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Mulailah dengan tanggung jawab kita sebagai mahasiswa, seperti membaca, diskusi, menulis, dan aksi. Tradisi intelektual harus tetap hidup, karena ini yang akan menghidupkan wacana kritis di kampus. Pentingnya kaderisasi yang matang untuk memastikan keberlangsungan gerakan mahasiswa di kampus. Proses kaderisasi yang baik akan melahirkan pemimpin yang tangguh, bertanggung jawab, integritas dan memiliki idealisme tinggi serta tidak terlena dengan rayuan dan godaan sesaat.
Selamat berpesta Mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO). Semoga melahirkan pemimpin lembaga yang progresif dan revolusioner.
*Penulis : Rasmin Jaya
(Pengurus BEM UHO Periode 2020-2021, Ketua DPC GMNI Kendari Periode 2023-2025)
opini
Menjadi Guru di Persimpangan Zaman: Antara Kemuliaan Harapan dan Beratnya Kenyataan
Setahun sudah saya meninggalkan jabatan fungsional guru dan beralih menjadi pelaksana. Bukan karena jenuh, apalagi lelah menjadi pendidik, melainkan semata karena pertimbangan efektivitas kerja.
Meski demikian, belasan tahun sebagai guru dan sampai saat masih sebagai pengajar pada perguruan tinggi, telah menjadikan perjalanan sebagai guru adalah bagian yang terindah dalam perjalanan hidup saya. Ada kegembiraan yang tak dapat ditukar dengan apa pun ketika setiap pagi berangkat ke sekolah sambil bertanya kepada diri sendiri, ilmu dan nilai apa yang bisa saya titipkan hari ini agar kelak menjadi pedoman hidup bagi siswa?
Sejak peradaban masa lalu hingga saat ini, semua bangsa menempatkan guru sebagai sosok yang sangat mulia dan terhormat.
Dalam ajaran Hindu, martabat guru ditempatkan sejajar dengan para Dewa, ketaatan kepada guru diyakini sebagai kunci keberhasilan hidup spiritual maupun sosial.
Para filosof klasik hingga modern pun sepakat bahwa seorang guru sejati bukan hanya mencerdaskan intelektual, tetapi juga membimbing agar peserta didik menjadi insan berkarakter dan berbudi luhur.
Tokoh pendidikan Ki Hajar Dewantara mempertegas esensi itu menjadi guru ibarat petani yang dengan penuh kesabaran merawat dan menuntun tumbuh kembang tanaman bukan memaksa, tetapi mengarahkan hingga setiap anak menemukan potensi sejatinya.
Namun dalam kenyataan hari ini, profesi guru tidak selalu mendapatkan ruang untuk berkembang secara ideal. Pemerintah melalui berbagai regulasi sering menuntut guru berprestasi, tetapi pada saat yang sama guru pula yang pertama kali dipersoalkan jika muncul persoalan pendidikan.
Guru adalah manusia biasa dengan kemampuan, tenaga dan waktu yang terbatas. Banyak tuntutan tidak selalu seimbang dengan pembinaan dan dukungan.
Tambahan penghasilan melalui Tunjangan Profesi Guru (TPG) bahkan kerap dijadikan bumerang, seolah-olah profesi lain tidak menikmati hal serupa, padahal nilai TPG satu kali gaji pokok sudah puluhan tahun tidak mengalami penyesuaian yang signifikan.
Pandangan bahwa menjadi guru itu “enak karena bekerja hanya setengah hari” adalah narasi keliru yang melekat di sebagian masyarakat. Ingin saya tegaskan bahwa sesungguhnya beban guru itu bekerja selama 24 jam. Selesai mengajar bukan berarti selesai bekerja, administrasi lain dan perangkat pembelajaran sering harus dibawa pulang ke rumah. Guru juga membawa beban psikologis, masih harus memikirkan murid yang kesulitan belajar, mengalami persoalan keluarga, atau menunjukkan perubahan perilaku dan persoalan lainnya dari siswa.
Banyak guru masih membaca, merancang pembelajaran, dan memeriksa tugas hingga larut malam tanpa panggung untuk memperlihatkan kerjanya selain ketulusan hati.
Dan lebih sunyi lagi perjuangan menjadi Guru di Widyalaya, sebuah satuan pendidikan Umum dengan ke khasan Agama Hindu, yang regulasinya belum genap dua tahun melalui PMA No 2 Tahun 2024, yang dulunya bernama Widya Pasraman atau Pasraman Formal.
Mereka adalah wujud nyata pahlawan tanpa tanda jasa dalam makna paling harfiah. Honor yang kecil dan sering tidak jelas, sertifikasi yang baru dinyatakan lulus tahun ini tetapi besarannya jauh dari satu kali gaji pokok karena tanpa jabatan fungsional, serta ketidakpastian ekonomi yang seolah menjadi bagian dari ritus pengabdian.
Namun semangat itu tidak pernah berhenti, ada atau tidak ada program, cair atau tidak cair tunjangan, dihargai atau tidak semuanya telah menjadi keseharian. Biasa dengan tekanan, biasa dengan keterbatasan dan biasa menghadapi kenyataan pahit.
Menjadi guru di Widyalaya ibarat membabat hutan belantara penuh lelah, penuh letih, dengan peralatan seadanya. Banyak yang memulai kelas dari nol, jumlah siswa dalam hitungan jari, tanpa fasilitas yang layak, tanpa sumber daya yang memadai, bahkan tanpa pengakuan yang memadai.
Namun para guru itu percaya bahwa hutan belantara yang sedang mereka buka suatu hari akan benar-benar menjadi kenyataan berdiri bangunan kuat, kokoh, dan megah bernama masa depan. Tempat yang bukan hanya akan dicari, tetapi suatu saat akan dirindukan oleh para siswa. Widyalaya yang sekarang masih dibangun dan digali akan tumbuh menjadi rumah suci ilmu yang dikenang sepanjang hayat.
Sebagai seseorang yang pernah berada di ruang kelas itu, saya amat memahami beratnya tugas guru. Karena itu, saya ingin menyampaikan penghormatan setinggi-tingginya kepada rekan-rekan pendidik di seluruh negeri. Jangan pernah lelah. Jalan menjadi guru adalah panggilan hidup, bukan datang secara kebetulan dan keterpaksaan.
Profesi ini mungkin tidak menjanjikan kemewahan dan kenikmatan duniawi, tetapi ia memberikan kekayaan dan kebahagian batin yang tak ternilai, kebahagiaan ketika melihat para siswa tumbuh, berhasil, dan menjadi manusia yang baik.
Terima kasih, para guru atas dedikasi yang tidak selalu terlihat, pengorbanan yang tidak selalu dipahami, dan ketulusan yang tidak selalu dihargai. Semoga semangat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa tidak pernah padam.
Selamat Hari Guru Nasional. Semoga kemuliaan profesi ini senantiasa terjaga, dan cinta para guru terus menjadi cahaya bagi perjalanan bangsa.
Penulis: Kadek Yogiarta
Mantan Guru
opini
Paradoks Investasi dan Kemiskinan di Sulawesi Tenggara : Ketika Pertumbuhan Tak Menetes ke Bawah
Dalam lebih dari satu dekade terakhir, Sulawesi Tenggara menjelma menjadi salah satu magnet investasi nasional, khususnya di sektor pertambangan dan pengolahan mineral. Nilai Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mencapai Rp7,73 triliun pada tahun 2023, dan Penanaman Modal Asing (PMA) sempat menembus USD 1,6 juta pada 2021. Kawasan industri seperti Morosi, Routa, dan Pomalaa berkembang pesat sebagai pusat-pusat ekonomi baru.
Namun, di balik kemajuan itu, ada realitas yang tidak seindah grafik pertumbuhan. Angka kemiskinan justru stagnan. Jumlah penduduk miskin hanya turun dari 434 ribu jiwa (2009) menjadi 321 ribu jiwa (2023).
Dalam lima tahun terakhir, tren penurunan bahkan melambat dan sesekali naik. Ini menimbulkan pertanyaan besar: Mengapa pertumbuhan ekonomi tidak sejalan dengan pengurangan kemiskinan?
Pertumbuhan Ekonomi Tanpa Efek Menetes ke Bawah
Penelitian yang saya lakukan dengan pendekatan Structural Equation Modeling – Partial Least Squares (SEM-PLS) atas data tahun 2009–2023 menunjukkan adanya paradoks struktural. Investasi dan pertumbuhan ekonomi memang meningkat, tetapi tidak menunjukkan pengaruh langsung maupun tidak langsung yang signifikan terhadap pengurangan kemiskinan.
Secara statistik, PMDN menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi dengan nilai effect size sebesar 3,472 terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PMA juga berkontribusi, meskipun masih di bawah PMDN.
Sementara itu, Dana Bagi Hasil (DBH), yang seharusnya berfungsi sebagai instrumen redistribusi fiskal, tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan, apalagi terhadap kemiskinan.
Di permukaan, data PDRB terlihat impresif. Namun jika ditelaah lebih dalam, pertumbuhan ini bersifat sektoral, padat modal, dan terlokalisasi—terkonsentrasi di kawasan industri seperti Morosi (Konawe). Daerah-daerah pesisir, kepulauan kecil, dan pedesaan tetap tertinggal. Hal ini menunjukkan bahwa trickle-down effect—asumsi bahwa pertumbuhan ekonomi akan otomatis menetes ke bawah—gagal terwujud di Sulawesi Tenggara.
Investasi Besar, Manfaat Terbatas
Masalah utama terletak pada struktur sektoral investasi yang bias pada industri padat modal seperti pertambangan dan pengolahan nikel. Proyek-proyek tersebut menyumbang besar terhadap pertumbuhan, tetapi tidak menyerap banyak tenaga kerja lokal, apalagi tenaga kerja dari kelompok miskin dan berpendidikan rendah.
Akibatnya, multiplier effect terhadap ekonomi rakyat sangat terbatas.
Sektor produktif rakyat—seperti pertanian, perikanan, dan UMKM—belum mendapatkan porsi dukungan kebijakan yang proporsional.
DBH pun lebih banyak digunakan untuk belanja rutin atau proyek infrastruktur yang tidak berdampak langsung pada pemberdayaan ekonomi lokal. Dengan demikian, ketimpangan spasial dan sosial makin melebar.
Ketimpangan di Tengah Maraknya Tambang
Salah satu dinamika paling mencolok adalah ekspansi besar-besaran industri tambang di wilayah daratan dan pulau-pulau kecil.
Kawasan seperti Morosi (Konawe), Pomalaa (Kolaka), dan Lasolo-Routa (Konawe Utara) menjadi pusat eksploitasi nikel, sebagian besar dikuasai oleh PMA asal Tiongkok.
Namun, ledakan investasi ini tidak datang tanpa konsekuensi. Di berbagai lokasi, masyarakat menghadapi konflik agraria, pencemaran lingkungan, serta perampasan ruang hidup.
Di Pulau Wawonii dan Pulau Labengki, misalnya, masyarakat lokal menolak keras kehadiran tambang karena mengancam kelangsungan hidup berbasis laut dan pertanian.
Resistensi ini menjadi tanda bahwa investasi yang tidak berpijak pada keadilan ekologis dan sosial justru menimbulkan ketegangan struktural.
Kebijakan Perlu Dirombak: Menuju Pertumbuhan yang Berkeadilan
Dari hasil penelitian dan dinamika lapangan tersebut, sejumlah rekomendasi strategis patut dipertimbangkan oleh pembuat kebijakan, baik di tingkat pusat maupun daerah:
1. Reorientasi Investasi ke Sektor Padat Karya dan Pro-Rakyat
Fokus pada pertanian, perikanan, dan industri kecil-menengah yang mampu menyerap tenaga kerja lokal dan memperkuat ekonomi desa.
2. Penguatan Fungsi Redistribusi Dana Bagi Hasil (DBH)
Gunakan DBH secara strategis untuk mendanai program berbasis komunitas, pembangunan ekonomi desa, dan penguatan kapasitas lokal, bukan hanya untuk belanja rutin dan proyek fisik.
3. Integrasi Perencanaan Sosial dan Ekonomi
Sinkronisasi program antar-dinas seperti Bappeda, Dinas Sosial, Dinas Penanaman Modal, dan Dinas UMKM, agar arah pembangunan menjadi satu kesatuan yang menyasar kesejahteraan rakyat.
4. Penggunaan Indikator Pembangunan Inklusif (IPID)
Tidak cukup hanya berpatokan pada PDRB. Pemerintah perlu mengembangkan dan menggunakan indikator pembangunan yang mengukur distribusi manfaat dan keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan.
5. Perluasan Partisipasi dan Pengawasan oleh Masyarakat Lokal
Libatkan warga dalam proses perencanaan dan evaluasi dampak investasi, khususnya di wilayah tambang dan kawasan industri.
Menolak Kutukan Sumber Daya
Apa yang terjadi di Sulawesi Tenggara mencerminkan gejala klasik yang dikenal sebagai resource curse atau kutukan sumber daya. Ketika kekayaan alam melimpah, tetapi tata kelola yang lemah dan arah kebijakan yang bias, maka kesejahteraan hanya dinikmati oleh segelintir pihak.
Transformasi struktural di Sulawesi Tenggara tidak bisa ditunda. Momentum ini harus dimanfaatkan untuk memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi benar-benar berpihak pada masyarakat kecil—petani, nelayan, pekerja informal, dan perempuan di pedesaan. Mereka adalah fondasi sesungguhnya dari perekonomian lokal yang berkelanjutan.
Penutup: Pertumbuhan Tidak Cukup, Pemerataan adalah Keharusan
Paradoks antara meningkatnya investasi dan stagnannya kemiskinan di Sulawesi Tenggara bukan sekadar ironi statistik, tetapi alarm keras bagi arah pembangunan daerah. Kita tidak bisa terus-menerus membanggakan pertumbuhan PDRB jika sebagian besar masyarakat tetap hidup dalam kemiskinan struktural.
Sudah saatnya investasi dibaca bukan hanya dari nilai triliunan rupiah yang masuk, tetapi dari seberapa besar ia mampu mengubah nasib warga paling rentan. Karena dalam demokrasi ekonomi yang sehat, pertumbuhan hanya bermakna jika ia memerdekakan semua orang dari kemiskinan—bukan memperdalam ketimpangan.
Penulis ; Dr. La Ode Baladin
Peneliti Ekonomi Wilayah
-
ENTERTAINMENT6 years agoInul Vista Tawarkan Promo Karaoke Hemat Bagi Pelajar dan Mahasiswa
-
Rupa-rupa6 years agoDihadiri 4000 Peserta, Esku UHO dan Inklusi Keuangan OJK Sukses Digelar
-
PASAR6 years agoJelang HPS 2019, TPID: Harga Kebutuhan Pokok Relatif Stabil
-
Entrepreneur6 years agoRumah Kreatif Hj Nirna Sediakan Oleh-oleh Khas Sultra
-
Fokus6 years agoTenaga Pendamping BPNT Dinilai Tidak Transparan, Penerima Manfaat Bingung Saldo Nol Rupiah
-
FINANCE6 years agoOJK Sultra Imbau Entrepreneur Muda Identifikasi Pinjol Ilegal Melalui 2L
-
Fokus6 months agoUsai Harumkan Nama Wakatobi, Pelatih Atlit Peraih Medali Emas Jual Hp Untuk Ongkos Pulang
-
PERTAMBANGAN3 months ago25 Perusahaan Tambang di Sultra Dihentikan Sementara Operasinya
