Connect with us

PERTAMBANGAN

Sudah Dicabut Tetiba Terbit di MODI, IUP PT Mining Maju Diduga Fiktif

Published

on

KENDARI, bursabisnis.id – Sudah dicabut pada 2014 lalu, Izin Usaha Pertambangan (IUP) eksplorasi PT Mining Maju tetiba terbit di Minerba One Data Indonesia (MODI).

Hal tersebut disoroti Konsorsium Mahasiswa dan Pemuda Indonesia (Komando), yang menduga IUP PT Mining Maju di MODI fiktif.

Tak hanya itu, Komando juga mensiyalir adanya upaya pemalsuan dokumen untuk mendukung terbitnya IUP PT Mining Maju di MODI.

Ketua Komando, Alki Sanagiri menyampaikan, PT Mining Maju yang keberadaannya saat ini telah terdaftar di MoDi patut diduga fiktif.

“Karena pada tahun 2014 lalu, PT Mining Maju telah dicabut izin usaha pertambangan eksplorasinya oleh Bupati Kolaka Utara, dan itu tertuang dalam SK Bupati Kolaka Utara nomor 540/197 tahun 2014, bahkan PT Mining Maju sudah menggugat ke PTUN tetapi ditolak sampai dengan tingkat kasasi di Mahkamah Agung,” ujar Alki Sanagiri kepada awak media, Kamis 26 Oktober 2023.

Ia juga menambahkan, bahwa pada saat rekonsiliasi IUP yang dilakukan oleh Kementrian ESDM, dalam hal ini Dirjen Minerba pada tahun 2018 itu, PT Mining Maju itu tidak ada dalam daftar IUP di Sulawesi Tenggara.

Keanehan selanjutnya, tiba-tiba IUP PT Mining Maju tayang di MoDi menggunakan IUP Operasi Produksi Tahun 2011, sehingga diduga IUP Operasi Produksi ini telah dipalsukan atau dibuat back date.

Mantan Ketua BEM Fakultas Hukum Unsultra tersebut menjelaskan, saat ini PT Mining Maju telah terdaftar di MoDi, sementara telah dicabut izin usaha pertambangan eksplorasinya pada tahun 2014.

“Inikan aneh, patut diduga PT Mining Maju telah melakukan kongkalikong dengan pihak ESDM,” ucapnya.

“Kami juga menduga kuat bahwa ada keterlibatan Stafsus Milenial Presiden dan anggota DPR RI Dapil Sultra, yang diduga kuat terlibat dalam pusaran izin PT Mining Maju,” tegas Alki Sanagiri.

 

 

 

Laporan : Ikas
Editor : Rustam

PERTAMBANGAN

PT TBS Diduga Tak Buat Kolam Pengendap, KLH Keluarkan Rekomendasi Sanksi

Published

on

By

Penampakan lokasi tambang PT TBS di Pulau Kabaena. -foto:ist-

KENDARI, Bursabisnis. id – Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) melalui Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup merekomendasikan sanksi administratif berupa paksaan pemerintah dan denda administratif, terhadap PT Tambang Bumi Sulawesi (TBS), yang beroperasi di Kecamatan Kabaena Selatan, Pulau Kabaena, Kabupaten Bombana, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).

Sanksi tersebut diberikan sebagai tindak lanjut penanganan pengaduan
oleh Ketua Umum Lingkar Kajian Kehutanan (LINK) Sulawesi Tenggara (Sultra) pada tanggal 25
Agustus 2025 lalu.

Dalam aduan LINK tersebut, salah satu poin utamanya adalah PT TBS diduga tidak membuat sediment pond atau kolam pengendap, sehingga air limbah dan lumpur langsung mengalir ke sungai dan jebolnya safety dump atau tempat pembuangan limbah padat (tailling).

Serta PT TBS diduga tidak menerapkan good mining practices, standar konstruksi dan operasi sediment pond dan safety dump mengakibatkan lumpur dan limbah tambang masuk ke rumah warga, sungai dan pesisir pantai saat musim penghujan.

Atas aduan tersebut, Direktorat Pengaduan dan Pengawasan Lingkungan Hidup, bersama dengan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bombana, telah melakukan verifikasi pengaduan pada tanggal 28-30 Agustus 2025.
Dan menemukan diantaranya, ada area pit aktif di Blok 2, PT TBS tidak membuat kolam pengendapan yang berfungsi sebagai penampung air limpasan dari area Stockpile Ore Nikel sebagai antisipasi ketika hujan.

Terhadap temuan tersebut, Direktorat Pengaduan dan Pengawasan Lingkungan Hidup akan menindaklanjuti dengan merekomendasikan sanksi administratif berupa paksaan pemerintah dan denda administratif.

Surat tindaklanjut tersebut, dirandatangani langsung oleh Direktur Pengaduan dan Pengawasan Lingkungan Hidup, Ardyanto Nugroho dan ditembuskan kepada Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup.

Ketua LINK Sultra, Muh. Andriansyah Husen menuturkan pihaknya memberikan apresiasi KLH atas tindak lanjut dari laporan LINK Sultra atas beberapa dugaan dalam aktivitas PT TBS di Kabaena Selatan.

“Harapan LINk Sultra jangan hanya sanksi administratif saja, namun kalau perlu merekomendasikan hingga pencabutan Izin Usaha Pertambangan PT TBS di Kabaena Selatan,” kata Mantan Sekjen Sylva Indonesia.

Lanjutnya bahwa pihaknya juga mendorong KLH untuk merekomendasikan pembekuan RKAB dan pencabutan IUP.

Pasalnya aliran kali dan pesisir pantai diduga tercemar akibat aktivitas PT TBS, semakin parah saat musim penghujan datang, kali dan pesisir pantai warnanya makin kemerahan, pasalnya lumpur merah ikut terbawa.

Pihaknya juga menuturkan bahwa hal tersebut jika dibiarkan berlarut-larut akan berdampak pada masyarakat khususnya yang berprofesi sebagai nelayan.

“Yang paling akan merasakan dampaknya adalah nelayan yang sehari-harinya pergi melaut mencari ikan, mereka akan semakin jauh melaut,” ungkapnya.

“Belum lagi flora fauna di kali dan pesisir pantai, pasti terdampak,” tambahnya.

Pihaknya juga menyampaikan bahwa seharusnya PT TBS memperhatikan baku mutu air seperti diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 113 Tahun 2003.

“Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 113 Tahun 2003 sudah mengatur jelas tentang kewajiban perusahaan untuk membuat sedimen pont, dan memperhatikan baku mutu air, kami menduga PT TBS tidak mengindahkan aturan ini,” tuturnya.

“Dan diatur juga di Permen LHK Nomor 5 Tahun 2022 tentang pengolahan air limbah bagi usaha dan atau kegiatan pertambangan dengan menggunakan metode lahan basah buatan, PT TBS kami duga tidak melaksanakan aturan ini,” pungkasnya.

Sementara itu salah satu Penanggung Jawab PT TBS, Basmala yang dikonfirmasi via pesan dan panggilan WhatsApp, SMS dan panggilan telepon pada Rabu Pagi, 5 November 2025 belum memberikan tanggapan hingga berita ini diterbitkan.

Laporan : Kas
Editor : Tam

Continue Reading

PERTAMBANGAN

PT Hoffman Energi Perkasa Salurkan Bantuan Beras Triwulan Ke III Untuk Warga Lingkar Tambang

Published

on

By

Manajemen PT Hoffman Energi Perkasa serahkan bantuan kepada masyarakat. -foto:ist-

KONSEL, Bursabisnis. Id – Perusahaan PT Hoffman Energi Perkasa kembali menunjukkan kepeduliannya dengan menyalurkan bantuan beras tahap III kepada warga di wilayah lingkar tambang pada Jumat, 31 Oktober 2025.

Penyaluran ini merupakan bagian dari komitmen berkelanjutan perusahaan terhadap masyarakat di sekitar area operasionalnya.

​Humas PT Hoffman Energi Perkasa, Tri Ajis, menjelaskan bahwa pembagian beras ini merupakan penyaluran tahap ketiga di tahun 2025 dan menjadi bagian dari program yang dilaksanakan secara triwulan.

​”Alhamdulillah perusahaan telah menyalurkan bantuan beras untuk tahap III di tahun 2025 ke warga lingkar tambang,” kata Tri Ajis kepada wartawan.

​Tri Ajis menambahkan bahwa program penyaluran bantuan beras akan terus dilaksanakan mengingat hubungan baik yang terjalin antara warga dengan perusahaan.

​”Insya Allah tahap selanjutnya akan kami salurkan di tahun 2025 ini,” kata Tri.

​Ia juga menyampaikan bahwa program bantuan beras ini telah memasuki triwulan ke tiga pada tahun 2025 dan menyasar warga yang terdampak oleh aktivitas perusahaan.

” Alhamdulillah dari manajemen ada perubahan yang sebelumnya per tiga bulan untuk saat ini dan kedepannya jadi dua bulan, ” jelasnya.

​Sementara itu, salah seorang warga Desa Wawatu, Kecamatan Moramo Utara, Kabupaten Konawe Selatan, menyampaikan apresiasi atas bantuan yang telah mereka terima.

​“Kami sangat mengapresiasi perusahaan yang terus berkomitmen dengan menyalurkan beras ke warga dan semoga kegiatan ini terus berlanjut,” pungkasnya.

Laporan : Tam

Continue Reading

PERTAMBANGAN

Regulasi PP Minerba Belum Terbit, Pemda Kehilangan Dasar Hukum Menata Wilayah Pertambangan Rakyat

Published

on

By

Anggota Komisi XII DPR RI, Ratna Juwita Sari. -foto:dok.dpr-

JAKARTA, Bursabisnis.id – Anggota Komisi XII DPR RI, Ratna Juwita Sari menyoroti lambannya penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) pelaksana dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba). UU tersebut telah diundangkan sejak 19 Maret 2025, namun hingga Oktober ini, regulasi turunannya belum juga diterbitkan.

Padahal, Ratna mengingatkan, Pasal 174 ayat (1) UU Minerba dengan tegas menyebutkan bahwa seluruh peraturan pelaksana wajib ditetapkan paling lambat enam bulan setelah pengundangan. Artinya, batas waktu penyelesaian PP jatuh pada September 2025.

Menurut Ratna, keterlambatan ini tidak bisa dianggap sekadar persoalan administratif. Ia menilai dampaknya langsung terasa, terutama terhadap kepastian hukum bagi pelaku usaha, potensi penerimaan negara, dan efektivitas implementasi kebijakan di sektor pertambangan.

“UU Minerba 2025 sudah memberi arah jelas untuk menciptakan tata kelola pertambangan yang berkeadilan, transparan, dan berpihak pada kepentingan nasional. Namun tanpa PP pelaksana, seluruh amanat dalam Pasal 17 tentang penetapan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) tidak bisa dijalankan secara efektif,” kata Ratna di laman dpr.go.id.

Ratna juga menekankan soal belum adanya kejelasan teknis mengenai mekanisme WIUP, pembagian kewenangan pusat-daerah, dan prioritas pemberian izin bagi koperasi, UMKM, BUMD, serta ormas keagamaan yang dapat menghambat pelaksanaan kebijakan.

“Investor menunda ekspansi, pemerintah daerah kebingungan mengambil langkah, dan masyarakat lokal kembali menjadi korban ketidakpastian kebijakan. Ini situasi yang tidak boleh dibiarkan terlalu lama,” jelas Politisi Fraksi PKB ini.

Ratna pun turut menyoroti dampak nyata keterlambatan regulasi PP Minerba terhadap daerah penghasil tambang. Ia menyebut, hal ini membuat pemerintah daerah (Pemda) kehilangan dasar hukum untuk menata wilayah pertambangan rakyat, dan pelaku usaha kecil kesulitan mengakses perizinan yang semestinya terbuka bagi mereka.

Selain itu, Aspek lingkungan juga menjadi perhatian. Tanpa pedoman teknis yang memadai, pengawasan terhadap kegiatan pertambangan menjadi lemah, meskipun UU Minerba 2025 mengamanatkan penguatan tata kelola lingkungan serta reklamasi pascatambang.

Ratna pun menegaskan urgensi percepatan regulasi agar semangat reformasi dalam UU Minerba tidak sekadar menjadi wacana.

“Semangat pembaruan UU Minerba akan kehilangan makna bila tidak segera diikuti dengan regulasi pelaksana yang konkret. Pemerintah perlu bergerak cepat agar prinsip keadilan, keberlanjutan, dan kedaulatan sumber daya alam dapat diwujudkan di lapangan,” tegas Ratna.

Lebih lanjut, Ratna mengatakan DPR akan menjalankan fungsi pengawasan dengan mendorong Kementerian Kementerian Energi dan Sumber Daya Minera (ESDM) serta Kementerian Hukum untuk segera menyelesaikan penyusunan PP pelaksana

Legislator Dapil Jatim IX ini menilai lambannya penerbitan regulasi ini menunjukkan lemahnya koordinasi dan komitmen pemerintah dalam menindaklanjuti amanat undang-undang.

Sumber : dpr.go.id
Laporan : Icha
Editor : Tam

Continue Reading

Trending