Connect with us

PERTANIAN

Petani Sawit Kecewa, Biodisel40 Harga TBS Justru Tergerus Turun

Published

on

TBS petani sawit di Kabupaten Konawe Selatan. -foto:tam-

JAKARTA, Bursabisnis.id  – Kebijakan Pemerintahan Presiden Prabowo yang berkomitmen dan mendorong penggunaan energi baru terbarukan merupakan bagian penting mencapai ketahanan dan kemandirian energi.

Sebagai produsen terbesar minyak sawit (CPO),  sejak tahun 2008 Indonesia mulai melakukan pencampuran Biodiesel (CPO) sebesar 2,5% dan sejak tahun 2014 secara konsisten menerapkan program mandatori biodiesel.

Komitmen tersebut selama kurun waktu 7 (tujuh) tahun terakhir terus berproses, terbukti tingkat pencampuran biodiesel terus ditingkatkan dari 10% (B10) pada tahun 2014, 15% (B15) pada tahun 2015, 20% (B20) pada tahun 2016, dan 30% (B30) pada tahun 2020, B35 tahun 2023 dan B40 tahun 2025.

Target kebijakan B35 dapat menyerap 13,15 juta kilo liter biodiesel bagi industri dalam negeri. Implementasi kebijakan juga diperkirakan akan menghemat devisa sebesar 10,75 miliar USD dan meningkatkan nilai tambah industri hilir sebesar Rp 16,76 Triliun. Kebijakan B35 diproyeksikan akan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 34,9 juta ton CO2.

Secara khusus PASPI (2024) menguraikan manfaat program mandatori biodiesel (1) menjaga stabilitas harga CPO dunia melalui serapan domestik, (2) terjaganya harga TBS petani, (3) menghemat devisa negara melalui penurunan impor solar, (4) peningkatan nilai tambah, (5) penyerapan emisi GRK, (6) penyerapan tenaga kerja, (7) mendorong pendapatan rumah tangga, dan (8) perputaran ekonomi daerah.

Lalu bagaimana implementasi mandatori biodiesel terhadap harga CPO dan harga TBS Petani saat ini?

Menjawab pertanyaan ini, Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), Dr. Gulat ME Manurung, MP., C.APO.,C.IMA, sepakat dengan penjelasan PASPI tersebut.“Memang benar terdapat hubungan erat antara harga CPO dengan harga TBS petani sawit, semakin naik harga CPO maka terdongkraklah harga TBS dan sebaliknya,” ujar Gulat sebagaimana dilansir dari laman Sawit Indonesia.com.

Gulat mencontohkan peningkatan implementasi B20 ke B30 langsung berimbas kepada kenaikan harga CPO domestik rerata Rp1.000-1.500/kg CPO, pun harga TBS terkerek erata Rp300-600/kg. Demikian juga, harga B30 ke B35 (2020) harga CPO malah naik rerata Rp1.500-2.000/kg dan harga TBS langsung terkoneksi naik rerata Rp500-1.000/kg TBS.

“Namun apa yang terjadi kenaikan B35 menjadi B40 ? Faktanya harga CPO malah turun dan terdampak ke harga TBS petani yang langsung ambruk. Mengapa demikian, apa yang terjadi ?”tanya Gulat.

Sejak 2024 awal, ketika dipastikan implementasi B40 di tahun 2025 harga CPO berangsur naik sampai akhir tahun 2024. Semua ini berkat sentimen positif naiknya serapan domestic CPO dampak B40 dan supply CPO dunia akan berkurang. Sesungguhnya inilah roh utama mandatori biodiesel untuk menjaga harga CPO dan harga TBS Petani sawit dan multi-ganda dampak positifnya pun diharapkan akan mendorong ekonomi sektor lainnya.

Sentimen positif ini mulai terkikis, diungkapkan Gulat, setelah terbitnya Permendag 02/2025 tanggal 7 Januari 2025 tentang ketentuan ekspor produk turunan kelapa sawit yang di dalamnya juga mengatur tentang pengetatan ekspor residu CPO POME (Palm Oil Mill Effluent), HAPOR (High Acid Palm Oil Residue) dan UCO (Used Cooking Oil),

Dalam analisisnya, Gulat menyebutkan Permendag 02/2025 ini membuat harga CPO pun makin turun dan terdampak ke harga TBS Petani yang langsung terkoreksi turun rerata Rp1.000-1.250/kg.

Dari segi anjloknya harga CPO Domestik, perlu diketahui bahwa implementasi B40 (potensi kebutuhan 15,6 juta KL Biodiesel) akan terserap CPO Indonesia paling tidak 13 juta ton (26% dari produksi CPO Indonesia).Dengan melimpahnya dalam negeri POME (produk sampingan industri pengolahan sawit), HAPOR (CPO Asam Tinggi) dan UCO (minyak jelantah bekas Ibu-Ibu menggoreng), karena pengetatan ekspor, maka dapat dipastikan produsen FAME (biodiesel) akan beralih kepada POME/HAPOR dan UCO untuk bahan baku biodiesel sebagai substitusi CPO.

“Kejadian ini mengakibatkan serapan domestic terhadap CPO dengan program B40 tidak tercapai, karena disubstitusi oleh POME, HAPOR dan UCO. Inilah mengapa roh nya (penjelasan sebelumnya) mandatori biodiesel tersebut tidak tercapai di B40,” ulas Gulat.

Apa yang membuat produsen beralih kepada ketiga produk tadi, dijelaskan Gulat, baik POME, HAPOR maupun UCO merupakan juga bahan baku untuk memproduksi sumber energi (biodiesel) dan harganya lebih murah (kisaran Rp9.000-12.000/kg) sedangkan harga CPO per Januari sampai tanggal 7 Februari 2025 rata-rata Rp13.875/kg (APKASINDO, 2025). Dengan demikian, harga CPO Asam Tinggi (HAPOR) ataupun POME dibandingkan dengan CPO berselisih tertinggi paling tidak Rp4.875.

“Negara akan rugi triliunan jika harga patokan Biodiesel hanya menggunakan harga CPO (KPB-BUMN) untuk menetapkan HIP BBN (Periode Februari Rp13.231/liter), padahal produsen biodiesel menggunakan (mencampur) bahan baku substitusi CPO untuk biodiesel menggunakan POME/HAPOR dan UCO, itu selisihnya tidak sedikit. Jika menurut Menteri ESDM alokasi biodiesel B40 tahun 2025 sebesar 15,6 juta KL, triliunan selisihnya secara keseluruhan,” ujar Gulat.

Sebagai informasi, rumus yang digunakan untuk menetapkan HIP BBN Biodiesel = (Rata-rata harga CPO KPB+85 USD/ton) x 870kg/m3+ongkos Angkut.

Dari segi ambruknya harga TBS, menurut Gulat, turunnya harga CPO langsung menekan harga TBS. Selama ini ada alternatif penjualan TBS petani dalam bentuk brondolan ke PKS Brondolan yang menghasilkan CPO Asam Tinggi.

Larangan dengan Bahasa pengetatan tadi, telah membuat semua PKS Brondolan bangkrut atau tutup sebagian besar. Kalaupun masih ada yang bertahan hanya mengandalkan pembeli CPO Asam Tinggi domestik, yaitu pabrik biodisel.

“Faktanya PKS Brondolan ini telah menggairahkan harga TBS (janjangan) karena terjadinya persaingan antara PKS Komersil, PKS Konvensional yang membeli TBS dengan PKS Asam Tinggi yang membeli brondolan buah sawit, bahkan sampai brondolan busuk/rusak pun berharga laris manis. Siapa yang diuntungkan degan PKS Asam Tinggi ini ? yaitu petani sawit, swadaya khususnya. Namun PKS Konvensional dan PKS Komersil tidak rugi, hanya berkurang untungnya,” papar Gulat.

“Banyak yang terdampak akibat terbitnya Permedag 02 2025 tersebut, selain merugikan petani sawit, terkhusus juga menurunnya pendapatan negara (BK dan PE) dan devisa ekspor”, ujar Gulat.

“Saya berharap Kementerian terkait segera mengantisipasi dua kerugian sekaligus ini dengan tiga cara, Pertama, Segera buka kembali ekspor POME, HAPOR dan UCO dengan persyaratan administrasi yang masuk akal dan naikkan pajaknya sewajarnya. Kedua, Segera buat harga patokan referensi POME/HAPOR dan UCO sebagai bahan baku biodiesel. Ketiga, Berikan porsi UMKM/Koperasi, melalui dukungan kebijakan untuk memproduksi biodiesel Kerjasama dengan Pertamina,” urai Gulat.

Gulat menjelaskan petani sawit sangat kecewa dengan tidak terdampaknya harga TBS dengan implementasi B40 (yang sudah berjalan sejak pertengahan Januari 2025), sementara dari B20-ke B30 dan B30 ke B35 sangat signifikan mendongkrak harga TBS.

“Padahal uang yang digunakan membayar selisih Harga Indeks Biodiesel dengan Harga Indeks Solar (fosil) adalah dengan menggunakan dana sawit BPDP-KS dimana kami petani sawit terbeban Rp 260/kg TBS (PE Periode Februari) akibat Pungutan Ekspor yang dikelola oleh BPDP,” ujar Gulat.

Diketahui dari risalah hasil rapat Komrah BPDP-KS, untuk tahun 2025 ini dianggarkan Rp36,47 Triliun biaya insentif biodiesel dan hilirisasi yang semua dana itu diambil dari dana Pungutan Eksport yang bebannya ditanggung oleh TBS dan petani sawit ada disana (bukan APBN).

Harga TBS di Konawe Selatan Tak Stabil

Harga TBS di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Provinsi Sulaawesi Tenggara (Sultra) dalam kurun waktu Januari hingga Februari 2025, tak menentu.

Ini diungkapkan seorang petani sawit, Rustam dari Kecamatan Mowila, Konsel. Harga TBS sempat naik Rp 2.600 per Kg. Namun turun perlahan-lahan menjadi Rp 2.400 per Kg. Kemudian naik lagi menjadi Rp 2.450 per Kg.

Informasi yang diperoleh, tidak stabilnya harga TBS di tingkat petani karena harga di PKS juga tak menentu.

Tak menentunya harga TBS, membuat petani sawit kecewa dengan informasi bahwa harga TBS akan naik bila pemerintah menerapkan program B40.

“Kami berharap Presiden Prabowo menaikkan harga TBS seiring dengan program penerapan B40. Kasihan kami pak jika harga tidak stabil, sementara biaya kerja terus mengalami kenaikan. Semoga Pak Presiden bisa memperhatikan nasib petani sawit mandiri,” harap Rustam.

Sumber : Sawit Indonesia.com
Penulis : Tam

Continue Reading

PERTANIAN

Menteri Pertanian Ungkap Ada 5 Jenis Pupuk Palsu Beredar Dipasaran

Published

on

By

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. -foto:ist-

KENDARI, Bursabisnis. id – Menteri Pertanian (Mentab) Andi Amran Sulaiman (AAS) mengungkap adanya pupuk palsu beredar di pasaran.

Pupuk palsu itu ada 5 jenis dan berpotensi merugikan petani Indonesia.

Disebutkan juga bahwa potensi kerugian yang ditimbulkan  diperkirakan mencapai Rp3,2 triliun secara nasional.

Mentan Amran juga menyampaikan bahwa ini sangat merugikan, sebab sebagian besar petani membelinya menggunakan dana dari program Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Akibatnya, jika gagal panen, para petani bisa kehilangan segalanya.

“Bayangkan, kalau pupuknya palsu, itu kerugian petani, baru kita temukan di lima (jenis) pupuk palsu (potensi kerugian petani) Rp3,2 triliun. Tapi, ini bukan Rp3,2 triliunnya, petaninya langsung bangkrut, ini pinjaman, pinjaman KUR,” kata Amran saat memberikan keterangan di Makassar pada Sabtu, 12 Juli 2025.

Meskipun belum merinci wilayah temuan maupun jenis pupuk yang dipalsukan, Mentan Amran menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mentolerir tindakan pemalsuan dan akan mengambil langkah hukum.

Laporan : Tam

Continue Reading

PERTANIAN

Dukung Program Ketahanan Pangan, Pemda Konawe Bersama Polri dan TNI Tanam Jagung

Published

on

By

Penanaman jagung di lahan pertanian SPP Wawotobi. -foto;ist-

KONAWE, Bursabisnis. Id – Kepolisian Republik Indonesia (Polri) , Tentara Nasional Indonesia (TNI) , Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sultra , dan Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Konawe secara simbolis melakukan penanaman jagung.

Kegiatan tanam jagung  dilaksanakan di lahan pertanian SPP Wawotobi pada Rabu, 9 Juli 2025.

Penanaman jagung secara serentak Kuartal III tahun 2025 ini merupakan bagian dari upaya mendukung ketahanan pangan nasional dan program swasembada pangan yang dilakukan secara serentak di berbagai wilayah, dengan melibatkan unsur TNI, Polri, pemerintah daerah, serta kelompok tani yang dilakukan secara serentak melalui zoom meeting dipusatkan di Jawa Tengah.

Hadir langsung dalam kegiatan tersebut, Kapolda Sultra Irjen Pol Didik Agung Widjanarko, S.I.K., M.H., bersama Wakapolda Sultra, Danrem 143/Halu Oleo, serta jajaran pimpinan TNI-Polri lainnya. Jajaran Pemerintah Provinsi dan Kabupaten Konawe pun turut mendukung kegiatan ini.

Tampak hadir Sekda Provinsi Sultra, Kajari Konawe Dr. Musafir Menca, S.H., S.Pd., M.H., Kapolres Konawe AKBP Noer Alam, S.I.K., Ketua DPRD Konawe I Made Asmaya, S.Pd., M.M., dan Sekda Konawe Dr. Ferdinand, S.P., M.H., yang hadir mewakili Bupati Konawe, H. Yusran Akbar, S.T.. Sejumlah kepala OPD lingkup Pemda Konawe juga ikut menyaksikan kegiatan tersebut.

Bupati Konawe Yusran Akbar melalui Sekda Konawe Ferdinand Sapan melaporkan saat ini Konawe akan melaksanakan program 10 hektar setiap desa. Dimana program ini, ke depan juga akan melibatkan Kapolsek dan Danramil di dalam rangka pengawasan.

“Saat ini di kawasan penanaman ini kurang lebih ada 15 hektar, ” ujarnya.

Pemda Konawe juga menargetkan tahun ini akan maksimalkan di musim tanam kedua dan ke depannya.

Ia berharap sejalan dengan terintegrasinya program pemerintah dan pemerintah provinsi diharapkan tahun depan sudah mulai 1 tahun 3 kali tanam.

“Hari ini juga melalui pemerintah provinsi akan membagikan bibit kurang lebih 21,9 ton dari 1.456 hektar sehingga mudah-mudahan program pangan jagung ini bisa sukses di Kabupaten Konawe, ” harapnya.

Sekda Konawe menyampaikan atas dukungan Kapolda Sultra dan pemerintah provinsi dan seluruh pihak terkait keadaan kabupaten Konawe tertib aman dan terkendali.

“Apa yang menjadi harapan masyarakat bisa berjalan lancar sebagaimana yang diharapkan oleh bapak presiden, ” pungkasnya.

Diktehui, Polri secara nasional menargetkan penanaman jagung di lahan seluas 750 ribu hektare pada kuartal III 2025, dengan proyeksi produksi antara 3 hingga 7,5 juta ton jagung.

Sementara untuk kuartal IV, ditargetkan panen dari lahan seluas 1 juta hektare, dengan potensi produksi sebesar 4 hingga 10 juta ton.

Program ini merupakan bagian dari komitmen Polri dalam mendukung ketahanan pangan nasional, bekerja sama dengan Kementerian Pertanian RI, stakeholder terkait, dan lebih dari 135.563 kelompok tani di seluruh Indonesia.

Pada kuartal I dan II tahun ini, program serupa telah berhasil menghasilkan panen jagung sebesar 2,08 hingga 2,5 juta ton.

Melalui program ini, Polri tidak hanya menunjukkan peran aktif dalam sektor keamanan, tetapi juga dalam mendukung pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat melalui sektor pertanian.

Laporan: Ilfa

Editor ; Tam

Continue Reading

PERTANIAN

Integrasi Pertanaman Bawang Merah dan Peternakan di Desa Watukalangkari  Bombana

Published

on

By

Tim pengabdian Universitas Halu Oleh dan Universitas Lakidende kolaborasi membina petani dan peternak di Bombana. -foto:ist-

BOMBANA, Bursabisnis. Id – Kabupaten Bombana  berpotensi menjadi sentra pertanian dan peternakan.

Hal ini didukung oleh potensi lahan dan masyarakatnya yang sebagian besar berprofesi sebagai petani dan peternak.

Salah satu tanaman yang potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Bombana adalah tanaman bawang merah.

Bawang merah merupakan  produk pertanian yang memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi, karena sangat diperlukan masyarakat sebagai bumbu dapur dan fungsi lainnya.

Beberapa kelompok tani di Desa Watukalangkari sudah menjadikan bawang merah sebagai tanaman budidayanya.

Dibidang peternakan, masyarakat Desa Watukalangkari umumnya beternak sapi, kambing dan ayam.

Oleh karena itu tahun 2025 ini tim pengabdian Universitas Halu Oleo (UHO) yang berkolaborasi dengan Universitas Lakidende (Unilaki) yang terdiri dari Dr. Ir. Gusnawaty HS., SP., MP., IPM (FP-UHO); Prof. Dr. Ir. Muhammad Taufik, MSi (FP-UHO), Rahim Aka, SPt., MP. (FPt_UHO) dan Dr. Kalis Amartani, SP., MP. (FP-Unilaki) dengan dukungan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi khususnya DP2M, kembali melakukan kegiatan pengabdian Pembinaan Desa Binaan (PDB) Tahun II di Desa Watukalangkari Kabupaten Bombana yang juga merupakan salahsatudesa binaan FP UHO.

Kegiatan pengabdian ini merupakan salah satu wujud atau manifestasi dari “Kampus Berdampak” yang saat ini digalakkan oleh Kemendiktisaintek.

Kegiatan ini dilaksanakan tidak lepas dari dukungan pemerintah daerah, khususnya Kepala Desa Watukalangkari , Kelompok tani/kelompok ternak, masyarakat termasuk mahasiswa FP UHO yang juga ikut serta dalam kegiatan ini baik sebagai bentuk magang ataupun untuk penyelesaian tugas akhir.

Pelaksanaan kegiatan di Tahun 2025 ini telah diawali dengan kegiatan sosialisasi di Aula Kantor Desa Watukalangkari yang dihadiri oleh seluruh tim pelaksana, pemerintah desa, mitra petani/peternak, masyarakat sekitar dan mahasiswa.

Dengan potensi pertanian bawang merah dan peternakan di Desa Watukalangkari yang cukup menjanjikan, mendorong tim pengabdian untuk membantu petani dan peternak meningkatkan produktivitas bawang merah dan ternak mereka dengan melalui integrasi system pertanaman bawang merah, tanaman pakan ternak dengan peternakan sapi, kambing dan ayam sehingga dapat membantu petani bawang dalam memenuhi kebutuhan pupuk organik.

Termasuk membantu peternak dalam memenuhi kebutuhan pakan ternak, serta meningkatkan kemampuan petani dan peternak mengolah kotoran ternak menjadi pupuk organik.

Sekaligus memberikan percontohan sistem peternakan semiektensif (system pengkandangan) yang terintegrasi dengan bak penampungan/fermentasi kotoran ternaknya, sehingga memudahkan peternak untuk mengumpulkan dan mengolah kotoran ternak menjadi pupuk organic.

Laporan : Tam

Continue Reading

Trending