Connect with us

FINANCE

Jelang Lebaran, SWI Imbau Masyarakat Waspadai Penawaran Fintech Lending dan Investasi Ilegal

Published

on

KENDARI, bursabisnis.id – Hingga April 2021, Satgas Waspada Investasi (SWI) kembali menemukan 86 platform fintech peer to peer lending ilegal dan 26 kegiatan usaha tanpa izin yang berpotensi merugikan masyarakat.

Olehnya itu, SWI meminta masyarakat untuk semakin waspada terhadap penawaran dari entitas fintech lending, dan investasi ilegal yang memanfaatkan momentum menjelang lebaran.

“Fintech lending dan penawaran investasi ilegal ini masih tetap muncul di masyarakat. Menjelang lebaran, dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat, kewaspadaan masyarakat harus ditingkatkan agar tidak menjadi korban,” kata Ketua SWI, Tongam Lumban Tobing, melalui siaran pers, Jumat (7/5/2021).

Tongam mengatakan, pihaknya selalu berusaha mengingatkan masyarakat, sebelum memanfaatkan fintech lending dan mencoba berinvestasi harus memahami legalitas atau izin dari perusahaan itu, dan melihat logika dari penawaran keuntungan yang ditawarkan sesuai dengan nilai yang wajar.

“Terlebih lagi menjelang lebaran ini masyarakat mendapatkan THR, sehingga diharapkan tidak menempatkan dana THR tersebut pada penawaran-penawaran investasi ilegal,” imbau Tongam.

Menurutnya, saat ini juga ada beberapa entitas yang mengaku bahwa perizinan atau legalitasnya “clear and clean” dari Satgas Waspada Investasi OJK.

“Kami tegaskan bahwa Satgas Waspada Investasi tidak ada kaitannya dengan pengurusan perizinan atau legalitas kegiatan usaha, oleh karena itu masyarakat diminta tidak ikut kegiatan perusahaan yang membawa-bawa nama Satgas Waspada Investasi dalam pemasarannya,” jelasnya.

Dalam operasionalnya, Satgas juga menemukan kegiatan penghimpunan sumbangan dari masyarakat dengan program saling jaga dari Kitabisa.com, diduga merupakan kegiatan perasuransian sebagaimana dimaksud dalam UU No.40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, sehingga harus mendapatkan izin usaha perasuransian dari OJK.

Oleh karena itu, Satgas Waspada Investasi bersama pengurus Kitabisa.com telah menyepakati untuk menghentikan kegiatan program saling jaga, sebelum memperoleh izin kegiatan usaha perasuransian dari OJK.

Satgas meminta masyarakat untuk menanyakan langsung kepada Kontak OJK 157 atau WA 081157157157 bila ingin memanfaatkan fintech lending atau mengikuti investasi, ataupun jika ingin melaporkan adanya kegiatan fintech lending dan investasi yang berpotensi merugikan masyarakat.

Disebutkankannya, pihak Satgas Waspada Investasi yang terdiri dari 13 kementerian dan lembaga akan terus melakukan patroli siber rutin, yang frekuensinya akan terus ditingkatkan, sejalan dengan masih banyaknya temuan fintech lending dan penawaran investasi ilegal melalui berbagai saluran teknologi komunikasi di masyarakat.

Sejak tahun 2018 – April 2021 ini, Satgas sudah menutup sebanyak 3.193 fintech lending ilegal.

Sementara dari 26 entitas investasi ilegal yang ditemukan pada April, 11 diantaranya melakukan kegiatan money game, 3 Investasi Cryptocurrency tanpa izin, satu penyelenggara sistem pembayaran tanpa izin, dua penyelenggara pembiayaan tanpa izin dan sembilan kegiatan lainnya.

Satgas Waspada Investasi juga menyampaikan, bahwa terdapat satu entitas yang ditangani Satgas telah mendapatkan izin usaha yaitu Snack Video, sehingga dilakukan normalisasi atas aplikasi yang telah diblokir.

Informasi mengenai daftar perusahaan yang tidak memiliki izin dari otoritas berwenang dapat diakses melalui Investor Alert Portal pada www.sikapiuangmu.ojk.go.id.

Jika menemukan tawaran investasi yang mencurigakan, masyarakat dapat mengkonsultasikan atau melaporkan kepada Layanan Konsumen OJK 157 (WA 081157157157), email konsumen@ojk.go.id atau waspadainvestasi@ojk.go.id.

 

Liputan : Ikas

Continue Reading
Advertisement
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

FINANCE

Pandemic Fund Langkah Konkret Anggota G20 yang Berdampak Global

Published

on

By

Menkeu Sri Mulyani

JAKARTA, bursabisnis.id – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut peluncuran dana pandemi atau pandemic fund yang telah diresmikan Presiden Joko Widodo merupakan langkah konkret dari pertemuan negara-negara G20.

“Dengan diluncurkannya dana pandemi ini yang merupakan tonggak sangat penting, ini akan memberikan titik awal bagi kita semua untuk menunjukkan kepada dunia bahwa G20 mampu menghasilkan tindakan nyata yang dapat memiliki dampak global,” ujar Menkeu dalam Launching Pandemic Fund di Nusa Dua, Bali sebagaimana dilansir dari laman kemenkeu.go.id.

Lebih lanjut, Menkeu mengatakan G20 Joint Finance Health Task Force dengan dukungan dari Sekretariat, Bank Dunia, dan World Health Organization (WHO) telah berperan dalam menyelesaikan mandat dari para pemimpin untuk pembentukan pandemic fund.

“Melalui task force, G20 telah memainkan peran yang sangat penting dalam pengembangan dan desain pandemic fund. Kami memiliki keyakinan bahwa G20 juga akan memberikan banyak hasil konkret lainnya, mengingat risiko dari situasi ekonomi global yang terus menuntut perhatian kita,” kata Menkeu.

Adapun pembentukan pandemic fund menggarisbawahi pentingnya komunikasi dan kolaborasi yang perlu dipertahankan bagi seluruh negara anggota G20.

“Terlepas dari perbedaan dan bagaimana kita harus dapat melihat dan menyepakati apa yang paling penting dalam mempersiapkan dunia untuk serangan pandemi berikutnya,” ujar Menkeu.

Sejauh ini, pandemic fund telah berhasil mengumpulkan dana sebesar USD1,4 miliar yang berasal dari 20 kontributor, yaitu anggota G20, negara non G20, dan tiga lembaga filantropis dunia. Menkeu optimis jumlah tersebut dapat terus bertambah.

“Kami mendengar beberapa negara baru yang mereka menjanjikan kontribusi mereka untuk pandemic fund ini. Jadi, kami sebenarnya sangat semangat melihat perkembangan ini,” kata Menkeu.

Seperti yang disampaikan Presiden Joko Widodo, perkiraan kebutuhan pandemic fund mencapai USD31,1 miliar. Menkeu mengungkapkan pandemic fund tersebut bukan satu-satunya instrumen yang digunakan untuk kesiapsiagaan sistem kesehatan.

“Dana ini pasti akan bekerja sama dengan instrumen lain agar kita bisa mengembangkan kemampuan kita untuk bersiap menghadapi pandemi dengan lebih baik. Oleh karena itu, pandemic fund menjadi dana katalis untuk dukungan jangka panjang dari semua lembaga bilateral maupun multilateral. Kami juga berharap partisipasi dari filantropis, serta sektor swasta dapat terus didorong,” ujar Menkeu.

Menkeu menegaskan pandemic fund bukan hanya inisiatif G20, tetapi juga menjadi perhatian global. Maka dari itu, Menkeu menyambut baik kontribusi negara-negara di luar G20 untuk pandemic fund.

“Kami harus terus membangun tata kelola yang inklusif dan juga memperkuat arsitektur kesehatan internasional,” kata Menkeu.

Menkeu juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh anggota G20, negara-negara undangan, organisasi-organisasi internasional, terutama WHO dan Bank Dunia, yang telah mendukung pembentukan pandemic fund.

“Saya ingin menyampaikan apresiasi dan penghargaan atas semua dukungan Anda yang tanpa lelah bekerja sama untuk dapat membentuk pandemic fund ini. Terima kasih banyak,” ujar Menkeu.

Laporan : Rustam

Continue Reading

FINANCE

Soal Kinerja OJK Sultra, Bahtra Banong: Ada Bagian Penting yang Harus Dibenahi

Published

on

By

Kendari, Bursabisnis.id-Anggota Komisi XI DPR RI, Bahtra Banong mengkritisi kinerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) seraya memberikan catatan penting untuk segera dibenahi.

Diantaranya, soal kondisi sektor jasa keuangan selama lima tahun ini yang banyak diwarnai kasus gagal bayar oleh perusahaan asuransi.

“Hal tersebut mengakibatkan banyak nasabah yang belum bisa mencairkan dananya di asuransi,” ucapnya.

Lebih lanjut, Bahtra menjelaskan, bahwa penyebab gagal bayar karena tidak prudent dalam melakukan investasi.

“Pada variabel ini, OJK belum mampu mewujudkan penyelenggaraan sektor jasa keuangan yang adil, transparan dan akuntabel,” jelas Bahtra Banong.

Mantan Ketua HMI Provinsi Jawa Barat ini menyebutkan, bahwa selama 5 tahun (2017-2022) pertumbuhan kredit perbankan juga belum mampu optimal sebagaimana pada tahun 2010 hingga 2013, yang mampu tumbuh diatas 20 persen.

Pada tahun 2017, lanjutnya, pertumbuhan kredit hanya mencapai 8, 24 persen, lalu pada 2018 sebesar 12,88 persen. Kemudian, pada tahun 2019 tumbuh 6, 08 persen, tahun 2020 terkontraksi mines 2,41 persen dan pada 2021 tumbuh 5,2 persen serta hingga per Juni 2022 mencapai 10,66 persen.

“Pada variabel ini bisa dikatakan OJK belum mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil,” ujarnya.

Di sisi lain, anggota dewan asal Sulawesi Tenggara (Sultra) ini juga menyinggung soal pengaduan. Sejak 2017 hingga 202, jumlah pengaduan masyarakat meningkat hingga 22 kali lipat.

Bahtra Banong menambahkan, jumlah pengaduan masyarakat pada 2017 hanya mencapai 25,7 ribu pengaduan, sementara pada 2021 melonjak jauh menjadi 592 ribu pengaduan.

“Pada variabel ini, OJK bisa dikatakan belum mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat,” tambahnya

 

 

 


Liputan : Munir

Continue Reading

FINANCE

Utang Masyarakat di Pinjaman Online Sudah Capai Rp20,61 Triliun

Published

on

By

JAKARTA, bursabisnis.id – Industri teknologi finansial peer-to-peer (P2P) lending mencatatkan outstanding pembiayaan atau besar sisa pokok pinjaman pada waktu tertentu di luar bunga, denda, dan penalti industri P2P lending melompat ke Rp20,61 triliun kepada 20,28 juta borrower aktif per April 2021.

Angka ini lebih besar dibandingkan dengan sebelumnya, tepatnya Rp19,04 triliun kepada 18,52 juta borrower aktif. Apabila dibagi berdasarkan kategori borrower, outstanding pinjaman kepada perorangan mendominasi dengan capaian Rp17,36 triliun kepada 20,27 juta orang, sementara outstanding pinjaman kepada badan usaha Rp3,24 triliun kepada 4.331 entitas, sebagaimana dilansir dari laman Bisnis.com.

Adapun, total penyaluran pinjaman bulanan industri fintech Rp12,18 triliun kepada 37,7 juta entitas peminjam (borrower) per April 2021. Berdasarkan statistik Otoritas Jasa Keuangan (OJK), capaian ini merupakan penyaluran tertinggi ketimbang rekor bulanan sebelumnya, tepatnya Rp11,76 triliun yang ditorehkan pada periode Maret 2021, atau naik 3,57 persen (month-to- month/mtm).

Sebelumnya, kinerja penyaluran bulanan selama Januari 2021 mencapai Rp9,38 triliun dan Februari 2020 Rp9,58 triliun. Artinya, kinerja penyaluran industri P2P sepanjang 2021 ini telah mencapai Rp42,91 triliun. Sebesar 56,19 persen atau Rp6,84 triliun dari total penyaluran pinjaman bulanan industri per April 2020 tercatat disalurkan kepada sektor produktif.

Didominasi sumbangan dari sektor bukan lapangan usaha lain-lain Rp3,14 triliun, perdagangan besar dan eceran Rp1,28 triliun, serta rumah tangga Rp505 miliar.

Adapun, dari sisi sumber pendanaan yang masuk dari pemberi pinjaman (lender) per April 2021, mencapai Rp12,12 triliun dari 7,1 juta entitas lender.

Kerja sama penyaluran pinjaman oleh lender institusi (super lender) pada periode ini disumbang 54 lembaga jasa keuangan konvensional Rp1,35 triliun dan Rp23,05 miliar dari satu institusi pemerintah.

Adapun, dengan tingkat keberhasilan pengembalian pinjaman 90 hari (TKB90) industri yang bertahan di 98,63 persen dari total outstanding, OJK mencatat Rp1,39 triliun tergolong tidak lancar (30-90 hari) dan Rp281,54 miliar tergolong macet (lebih dari 90 hari).

Outstanding tidak lancar disumbang borrower perorangan Rp1,24 triliun dari 1,19 juta orang dan Rp155,86 miliar dari 671 entitas borrower badan usaha. Sementara itu, outstanding macet disumbang borrower perorangan Rp234,58 miliar dari 217.716 orang dan Rp45,96 miliar dari 509 entitas borrower badan usaha.

Lender Tumbuh Pesat Sebagai platform yang memiliki fungsi mempertemukan lender dan borrower secara digital, industri tercatat telah berhasil menggandeng 632.404 entitas lender, meningkat pesat ketimbang awal tahun yang masih sejumlah 578.907 entitas lender.

Berdasarkan kategori lender, jumlah lender aktif perorangan atau ritel mencapai 157.180 lender retail lokal dan 472 lender retail luar negeri, yang masing-masing menyumbang pemberian outstanding Rp4,48 triliun dan Rp243,87 miliar. Adapun, lender institusi yang menyalurkan kreditnya melalui bantuan industri P2P lending dan memiliki sumbangan outstanding per April 2021, terbesar disumbang oleh entitas badan usaha dalam negeri.

Tepatnya, 206 institusi yang masuk kategori badan hukum lain-lain Rp6,58 triliun. Disusul 98 institusi perbankan lokal terdiri dari 63 bank umum, 1 BPD, dan 34 BPR (Rp2,33 triliun), kemudian 85 institusi IKNB terdiri dari 53 multifinance, 20 modal ventura, dan 1 perusahaan asuransi (Rp1,33 triliun), serta 25 institusi koperasi (Rp579,01 miliar).

Sementara itu, institusi lender dari luar negeri yang memiliki outstanding di industri P2P lending Tanah Air, didominasi 61 institusi yang masuk kategori badan hukum lain-lain Rp4,04 triliun, disusul 8 institusi IKNB terdiri dari 1 multifinance, 4 modal ventura, dan 3 LJKNB lain-lain (Rp578,19 miliar).

Sebagai gambaran, para pemain industri fintech P2P lending menyalurkan Rp74,41 triliun sepanjang 2020, atau tercatat masih naik 26,47 persen (year-on-year) selama masa pandemi dari Rp58 triliun sepanjang 2019. Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menargetkan penyaluran pinjaman industri P2P di sepanjang periode 2021 ini mampu mencapai lebih dari Rp100 triliun, atau memiliki penyaluran bulanan rata-rata di kisaran Rp10 triliun.

Laporan : Ibi

Continue Reading

Trending

Copyright © 2017 PT. Tenggara Media Perkasa - Bursabisnis.ID Developer by Green Tech Studio.