Connect with us

Rupa-rupa

Waspada, Kasus DBD di Mubar Mulai Meningkat

Published

on

Kadinkes Muna Barat, La Ode Mahajaya/Foto : Istimewa

MUBAR : BURSABISNIS.ID – Memasuki musim hujan, kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kabupaten Muna Barat (Mubar) Sulawesi Tenggara (Sultra) mulai meningkat. Masyarakat diminta waspada.

Data dari Dinas Kesehatan Muna Barat menunjukkan di awal Januari 2024 ini telah ditemukan 14 kasus warga yang terserang DBD.

Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Dinas Kesehatan Muna Barat, Wa Ode Israyanti, mengatakan ada kecenderungan kenaikan kasus demam berdarah di musim hujan.

Tren ini sudah mulai terlihat karena dalam kurun waktu awal Januari 2024 ini terdapat 14 kasus baru.

“Untuk kasus DBD di Mubar kami temukan sudah 14 kasus,” ungkapnya. Selasa, 16 Januari 2024.

Dimana pada wilayah Tiworo Tengah terdapat 5 kasus, Pajala 3 kasus, Tondasi 2 kasus, Barangka 2 kasus dan Puskesmas Marobea menemukan 2 kasus.

“Tertinggi ada di wilayah Tiworo Tengah, ada 5 kasus,” tambahnya.

Kepala Dinas Kesehatan Muna Barat, La Ode Mahajaya mengimbau agar masyarakat selalu waspada terhadap penyakit pada musim hujan.

“Beberapa jenis penyakit yang biasa terjadi pada musim hujan, antara lain, diare, DBD, leptospirosis, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), penyakit kulit serta penyakit pencernaan,” ungkapnya saat dikonfirmasi via WhatsApp. Selasa, 16 Januari 2024.

Menurut Mahajaya agar masyarakat dapat terhindar dari beberapa penyakit tersebut, pihaknya menyarankan agar masyarakat dapat selalu menjaga kebersihan rumah dan lingkungan sekitar.

“Caranya adalah dengan selalu menguras tempat-tempat penampungan air, serta selalu menutupnya supaya tidak menjadi sarang atau jentik nyamuk,” bebernya.

Kemudian kata Mahajaya, pihaknya menyarankan untuk mengubur barang-barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk dan jentiknya dan menjaga kebersihan lingkungan sekitar.

“Masyarakat harus senantiasa menjaga kebersihan tubuh dengan menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat,” katanya pula

Menurut mantan Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumbernya Manusia (BKPSDM) Mubar itu, hal yang paling penting adalah masyarakat harus membiasakan cuci tangan setiap kali habis bepergian di luar rumah dan melakukan istirahat yang cukup.

“Mengkonsumsi makanan yang bergizi termasuk mengkonsumsi vitamin, membiasakan mandi setiap habis kehujanan. Lalu ketika terserang atau terkena gejala penyakit, agar segera memeriksakan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan terdekat untuk segera mendapatkan pemeriksaan kesehatan,” ujarnya.

Meski demikian, ia berpesan kepada masyarakat untuk tetap waspada. Menurut dia, kewaspadaan terhadap ancaman penyakit DBD bisa dilakukan dengan terus menjalankan program hidup bersih sehat dan berolahraga.

“Tentunya harus didukung dengan makanan yang bergizi. Program pemberantasan sarang nyamuk tetap harus dilakukan secara berkala melalui gerakan 3M,” pungkasnya.

Saat ini kata Mahajaya, pihaknya telah melakukan foging pada Puskesmas Tiworo Tengah dan Puskesmas Tondasi.

 

Laporan : Hasan Jufri

Publisher : Phoyo

Continue Reading

opini

Belajar Lagi Karena Hidup Tak Pernah Benar-benar Cukup

Published

on

By

Kadek Yogiarta

USIA saya saat ini pada September menjelang 43 tahun, sebuah angka yang sudah tidak muda, tapi juga belum bisa dikatakan terlalu tua

Pada usia seperti ini banyak orang menata hidup agar semakin seimbang dan stabil, karir mulai mapan, bebas cicilan, karena sedang tumbuh remaja dan dewasa, pembangunan dan penataan rumah sudah mulai tuntas.

Tapi saya justru berbeda, karena disaat umur seperti ini, saya justru mengambil jalan yang mungkin bagi sebagian orang terasa aneh dan juga mungkin dikatakan egois, karena hanya memikirkan diri sendiri tanpa memperhatikan kepentingan dan kebutuhan keluarga yang seharusnya.

Kenapa, karena saya memilih kembali untuk melanjutkan kuliah, bukan hanya sekedar kursus singkat atau sekedar pelatihan, tapi menempuh pendidikan jalur Strata 3 (S3) dengan biaya mandiri.

Saya bukan siapa-siapa, yang bekerja hanya sebagai staf biasa di sebuah intansi pusat di daerah, sebelumnya saya adalah seorang guru kemudian menjadi pelaksana atau staf, jauh sebelumnya hampir sejak 14 tahun yang lalu sampai saat ini disaat libur sabtu atau minggu atau saat ini luar jam kantor, saya masih setia sebagai penanggung jawab mata kuliah umum dan mata kuliah keagamaan Hindu lainnya di sebuah perguruan tinggi negeri dan beberapa perguruan tinggi swasta.

Aktivitas itu semua bukan karena adanya honor, tetapi sebuah passion dan sekaligus hobby, karena mengajar bagi saya merasa lebih bermakna, berdiri di depan kelas, berdiskusi bersama mahasiswa, mendengar pertanyaan dan belajar bersama.

Keuangan hanya cukup saja dan tidak pernah lebih, tabungan tidak punya, kebutuhan keluarga tetap jalan sebagaimana sebelumnya, cicilan masih setia datang tiap bulan. Karena itu, ada beberapa kawan bertanya, “untuk apa lagi susah-susah S3?

Kasihan kalau hanya untuk di posisi yang sama, pangkat dan gaji tidak akan berubah justru jadi dilema.” sebagian bilang, “S2 sudah cukup kan masih bisa mengajar juga, bahkan ada kawan sambil guyonan mengatakan kalau sudah doktor isi ampelop undangannya tidak boleh cepek ceng lagi, tapi minimal dua cepek ceng atau tiga.

Orang tua saya yang secara kebetulan tinggal Bapak dan dua saudara saya tentu paham dan mengenal saya mengatakan, ya silahkan saja, bahkan adik perempuan saya yang tinggal jauh dari Kota Kendari, mengatakan kalau butuh apa-apa sampaikan saja, saya pasti bantu, imbuhnya, tentu saya paham maksudnya dan saya tidak akan ikut memberatkannya medoakan saja sudah cukup.

Beberapa kawan yang sudah saya anggap sebagai orang tua tentu sangat mendorong, dan memberikan restu serta motivasinya, “sudah tepat lanjut S3 masih muda, jalani saja akan ada-ada saja rejeki nanti,” tentu pada orang terakhir saya ucapkan terimakasih atas doa dan semangatnya.

Bagi saya, kuliah lagi bukan soal gelar di belakang nama, bukan pula jaminan pangkat naik atau kursi jabatan baru.

Saya sadar betul, ijazah saja tidak selalu menjamin apa-apa dalam kehidupan birokrasi seperti saat ini, tapi saya punya keyakinan sederhana, bahwa saya hanya ingin belajar lagi, saya ingin punya kawan baru yang sama-sama gelisah, sama-sama ingin mengisi diri, sama-sama ingin tumbuh sekaligus berkembang melihat lebih dalam tentang sebuah ilmu.

Saya ingin punya pengalaman menulis artikel ilmiah untuk tuntutan tugas dengan deadline, menulis proposal, disertasi, diskusi panjang, dan tidur agak larut untuk begadang membaca literatur, saya ingin setiap ada kesempatan longgar di tengah eksibukan membuka laptop, melanjutkan tulisan yang menjadi tuntutan tugas dan juga menyelesaikan disertasi, saya juga ingin nantinya mahasiswa saya tahu, bahwa pengajarnyapun masih berjuang membuka buku dan belajar hal baru.

Saya percaya dan meyakini bahwa sepuluh tahun yang akan datang dunia akan berubah, akan banyak orang di sekitar saya pegawai muda, dosen muda, bahkan mantan murid dan mahasiwa saya akan bergelar doktor, dan bukan menjadi hal Istimewa lagi gelar doktor tapi sebuah keharusan karenan tuntutan zaman.

Kalau saya tidak mulai dari sekarang, kapan lagi? Dengan rasanya masih ada waktu dan kesempatan, walaupun masih kata orang sudah terlambat. Saya tidak mau hanya berdiri dibarisan penonton, memuji orang lain yang berani, sementara saya sendiri menyerah pada alasan “sudah cukup dan sudah terlambat”.

Saya sadar jalan ini tidak mudah, mungkin akan banyak malam terjaga, mungkin sudah harus rela mengurangi pengeluaran lainnya demi biaya semesteran, mungkin juga akan datang rasa jenuh, ingin menyerah di tengah jalan, tapi saya lebih takut menyesal karena tidak pernah mencoba, dari pada saya harus gagal karena pernah berupaya dan berusaha.

Saya menulis ini bukan untuk pamer tekad, saya hanya ingin mengingatkan sekaligus menyemangati diri dan siapa pun yang sempat membaca bahwa belajar tidak pernah kenal kata terlambat, usia kata orang bijak hanya angka, yang benar-benar menentukan adalah hati yang mau tetap tumbuh dan semangat menjalaninya dengan konsisten.

Saya percaya dan yakin bahwa apa yang saja akan jalani adalah adalah sebuah langkah kecil, kalaupun tidak bisa menjadi penyemangat dan motivasi minimal menjadi bahan pertanyaan dan sekaligus mereka yang menilai, terutama anak dan bagi mahasiswa saya.

Saya meyakini dan memahami bahwa belajar memang tidak pernah selesai, bahwa juga semangat menuntut ilmu tidak mengenal pensiun.

Untuk sahabat saya dimanapun dan siapa pun yang sedang ragu dan saat ini memulai sesuatu hal baru diusia yang katanya “tidak muda lagi”, percayalah selama hidup masih bernapas, selalu ada ruang untuk terus belajar, berubah, dan berharap dan tidak ada kata terlambat. ***

 

Penulis: Kadek Yogiarta/Nang Bagia

Staf di salah satu instansi pemerintah

Pengajar mata kuliah umum di sebuah perguruan tinggi dan sedang mengawali menempuh studi Doktor

Continue Reading

opini

Call Center Sahabat Perempuan dan Anak 129

Published

on

By

Ilustrasi. Jika anda merasakan atau menemukan kekerasan terhadap perempuan dan anak, segera hubungi call center 129.

MELALUI Layanan Call Center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA 129) mereka tak sendiri, negara hadir memberi ruang aman bagi para korban untuk bersuara.

Kadang, kekerasan tak selalu datang dengan teriakan. Ia hadir dalam diam. Dalam luka yang tak terlihat, dalam tangis yang tertahan. Di balik pintu rumah, di balik layar gawai, atau bahkan di tengah keramaian, perempuan dan anak-anak bisa menjadi korban tanpa ada yang tahu.

Melalui Layanan Call Center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA 129) mereka tak sendiri, negara hadir memberi ruang aman bagi para korban untuk bersuara. Dikelola oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), SAPA 129 adalah saluran pengaduan cepat, aman, dan mudah diakses oleh siapa saja yang mengalami atau mengetahui kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Tiga Cara untuk Bersuara

SAPA 129 memberi pilihan cara yang nyaman untuk setiap orang:

1. Telepon ke 129 – untuk berbicara langsung.
2. WhatsApp ke 08-111-129-129 – bagi mereka yang lebih nyaman mengirim pesan.
3. Form Online – Bisa diisi kapan pun, tanpa perlu berbicara atau bertatap muka.

Ketiga kanal ini menjamin kerahasiaan dan kenyamanan. Karena keberanian untuk melapor harus diiringi dengan rasa aman.

Bukan Hanya Tanggapan, Tapi Juga Tindakan

Begitu laporan diterima, SAPA 129 tidak berhenti pada mendengar. Mereka akan memberikan pendampingan psikologis, memfasilitasi pemeriksaan medis dan visum, mengamankan korban di tempat perlindungan, serta menyediakan dukungan hukum jika dibutuhkan.

Tak hanya itu, SAPA 129 juga menjadi jalur koordinasi nasional bagi kasus yang memerlukan penanganan lintas daerah, provinsi, bahkan internasional.

Setiap laporan akan ditangani secara menyeluruh dan manusiawi. SAPA 129 bukan sekadar call center, tapi jembatan antara korban dan harapan baru.

Siapa Saja Bisa Melapor

Bukan hanya korban yang boleh melapor. Siapa saja, tetangga, teman, guru, atau siapa pun yang mengetahui kejadian kekerasan berhak dan wajib menyuarakannya. Karena dalam banyak kasus, korban tak mampu berbicara. Tapi kita bisa.

Perempuan Berdaya, Anak Terlindungi

Setiap anak dan perempuan berhak merasa aman, dicintai, dan dihormati. Kekerasan bukan bagian dari budaya. Kekerasan adalah pelanggaran terhadap martabat manusia.

“Kami hadir untuk mendengar, mendampingi, dan melindungi. Jangan biarkan mereka sendirian. Mari bersuara bersama SAPA 129,” pesan Kementerian PPPA.

Jika Anda, keluarga, atau siapa pun di sekitar Anda mengalami kekerasan, jangan ragu. Segera hubungi SAPA 129.

 

Penulis: Juli

sumber : indonesia.go.id

Continue Reading

Rupa-rupa

Sebanyak 25.863 Desa di Indonesia Masuk Dalam Kawasan Hutan

Published

on

By

Wakil Ketua BAM DPR RI, Adian Napitupulu

BOGOR, Bursabisnis. id – Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI melaksanakan kunjungan kerja spesifik ke Desa Sukawangi, Kabupaten Bogor, dalam rangka menindaklanjuti persoalan status kawasan hutan yang telah lama menjadi keluhan warga.

Wakil Ketua BAM DPR RI, Adian Napitupulu, menyampaikan bahwa permasalahan tumpang tindih antara penetapan kawasan hutan dan keberadaan desa atau lahan transmigrasi adalah masalah nasional yang harus segera diselesaikan secara menyeluruh.

“Saat ini terdapat 25.863 desa di Indonesia yang masuk dalam kawasan hutan. Di luar itu, ada 185.000 lebih transmigran yang lahannya juga masuk kawasan hutan. Ini menimbulkan konsekuensi hukum yang tidak adil bagi masyarakat. Bahkan jika seorang ibu membangun kandang ayam di pekarangan rumahnya yang berada di kawasan hutan, ia bisa dituduh merambah hutan. Ini tidak bisa terus dibiarkan,” tegas Adian sebagaimana dikutip dari laman dpr. go. id.

Menurutnya, tumpang tindih kebijakan dan ketidakjelasan regulasi telah membuat jutaan warga Indonesia hidup dalam ketakutan dan ketidakpastian hukum. Status desa yang sudah berdiri sejak lama, bahkan sebelum penetapan kawasan hutan dilakukan, seharusnya menjadi pertimbangan utama dalam penyusunan kebijakan kehutanan.

“Kalau desanya lebih dulu ada, maka kawasan hutan yang harus menyesuaikan. Apalagi ada kawasan yang baru ditetapkan lewat SK penunjukan. Masa aturan zaman Belanda tahun 1927 dijadikan rujukan utama? Kita ini sudah merdeka, dan rakyat harus merdeka dari rasa was-was akan status tanah tempat mereka tinggal,” jelasnya.

Adian juga menyoroti ironi bahwa berbagai infrastruktur yang dibangun menggunakan APBD, APBN, bahkan dana desa — seperti sekolah, puskesmas, hingga jalan desa — jika berada di dalam kawasan hutan, maka secara hukum dianggap melanggar dan dapat disebut “merambah hutan”.

“Kalau begitu, negara sendiri yang merambah hutan. Ini kan absurd. Maka kita dorong agar semua pihak menyadari bahwa masalah ini bukan sekadar administratif, tapi menyangkut 40 juta jiwa warga negara yang perlu perlindungan hukum,” tambahnya.

BAM DPR RI telah mendistribusikan isu ini ke berbagai komisi terkait, seperti; Komisi II (Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pertahanan), Komisi IV (Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup), Komisi V (Kementerian Desa dan Transmigrasi).

Selanjutnya, BAM DPR RI akan melaporkan temuan dan rekomendasi ini ke Pimpinan DPR RI untuk dibahas dalam forum lintas kementerian dan lembaga. Diharapkan langkah ini menjadi bagian dari solusi nasional guna menata ulang kebijakan kehutanan yang berpihak pada masyarakat tanpa mengabaikan aspek pelestarian lingkungan.

“Tugas negara bukan membuat masalah bagi rakyat, tapi menyelesaikannya. Jangan sampai karena regulasi yang tumpang tindih, rakyat dijadikan pelanggar hukum di atas tanah mereka sendiri,” tutup Adian.

Laporan : Tam

Continue Reading

Trending