Connect with us

KEUANGAN

DPR Setuju RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan  APBN 2018

Published

on

Rapat anggota DPR RI

JAKARTA, bursabisnis.id – Seluruh fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan persetujuannya atas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (P2APBN) tahun anggaran 2018 yang diajukan oleh Pemerintah untuk dilakukan pembahasan lebih lanjut.

Hal ini disampaikan 10 fraksi yang ada di DPR pada saat rapat paripurna ke-21 dengan salah satu agendanya adalah pandangan fraksi-fraksi atas P2APBN tahun anggaran 2018 di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara II, Komplek DPR-MPR-DPD, Jakarta, Selasa (09/07).

Secara lebih spesifik, mayoritas fraksi menyatakan apresiasinya atas keberhasilan Pemerintah memperoleh Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2018 berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Opini WTP tersebut merupakan capaian yang ketiga kalinya sejak tahun 2016. Dengan demikian, selama tiga tahun berturut-turut, LKPP menerima opini WTP dari BPK.

“Predikat wajar tanpa pengecualian pada Kementerian dan Lembaga menjadi salah satu alat ukur bagaimana sistem tata kelola Pemerintah dilaksanakan. Bagaimana kepatuhan akan aturan dijalankan serta menjadi tolok ukur kualitas pengelolaan keuangan negara. Naiknya predikat WTP pada Kementerian dan Lembaga menunjukkan keseriusan Pemerintah menjalankan kewajiban sebagai penyelenggara negara,” puji juru bicara (jubir) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) My Esti Wijayati .

Lebih lanjut, jubir PDI-P tersebut mengharapkan predikat WTP dapat terus dipertahankan dan bahkan ditingkatkan dan diperluas tidak hanya untuk LKPP namun dapat merata untuk laporan keuangan Pemerintah Daerah (Pemda).

Senada dengan jubir Partai Golongan Karya (Golkar), Salim Fakhry memuji prestasi Pemerintah yang tiga tahun berturut-turut sejak tahun 2016 memperoleh opini WTP dari BPK.

“BPK memberikan opini WTP terhadap LKPP tahun 2018. Ini merupakan bukti komitmen Pemerintah dalam menjaga kualitas pengelolaan APBN. Setelah pada 2016 lalu untuk pertama kalinya LKPP mendapat opini WTP dalam kurun 12 tahun,” tegas jubir partai Golkar.

Namun demikian, jubir partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Evita Wari mengingatkan Pemerintah untuk tidak berpuas diri dengan diperolehnya opini WTP dari BPK. Menurutnya opini WTP hanya merupakan pernyataan BPK atas kewajaran LKPP dan bukan jaminan tidak adanya kecurangan. (btr/hpy/nr)

 

Sumber : Kemenkeu.go.id

 

 

Continue Reading

KEUANGAN

Langkah Tepat Utang Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Tidak Dibebankan ke APBN

Published

on

By

Kereta cepat yang melayani rute Jakarta-Bandung. -foto:ist-

JAKARTA, Bursabisnis. Id – Keputusan pemerintah untuk tidak membebankan pembayaran utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan langkah yang tepat.

Hal ini dikatakan anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati di laman dpr.go.id.

“Tidak tepat jika APBN yang harus menanggung. Kondisi itu justru memperberat keuangan negara yang saat ini sudah dalam keadaan terbatas,” ujarnya.

Legislator Fraksi PKS itu juga menyampaikan dukungannya terhadap sikap tegas Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang menolak pembayaran utang proyek KCJB dibebankan pada APBN.

Ia menilai sejak awal proyek tersebut memang sudah bermasalah dari sisi perencanaan.

“Permasalahan proyek infrastruktur KCJB muncul sejak awal, seperti tidak masuknya proyek ini dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional 2030. Bahkan, Menhub saat itu tidak menyetujui proyek Whoosh dengan alasan bakal sulit dibayar,” paparnya.

Berdasarkan informasi yang beredar, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), anak usaha PT KAI yang juga pemegang saham terbesar PT KCIC, mencatatkan kerugian hingga Rp4,195 triliun pada 2024, dan kembali merugi Rp1,625 triliun pada semester I-2025.

“Menurut data BPS, Kereta Cepat hanya ramai saat musim liburan saja, padahal biaya investasi dan operasionalnya sangat tinggi,” ungkapnya.

Anis menegaskan, situasi ini harus menjadi pelajaran penting bagi pemerintah agar setiap kebijakan publik benar-benar ditimbang secara matang antara manfaat dan risikonya.

“BUMN yang awalnya sehat kini harus menanggung beban utang Rp2 triliun per tahun akibat proyek penugasan presiden terdahulu. Padahal para pembantunya sudah memberikan peringatan sejak awal,” tegasnya.

Ia juga menyoroti pentingnya pengelolaan keuangan negara yang lebih berhati-hati, terlebih setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN, yang mengatur bahwa dividen BUMN disetorkan ke Danantara, bukan langsung ke APBN.

“Karena itu, Danantara harus mampu mengelola dan mencarikan solusi yang tidak membebani APBN lagi,” kata Anis.

Sumber : dpr.go.id
Laporan : Icha
Editor : Tam

Continue Reading

KEUANGAN

Uang yang Beredar Bulan September 2025 Lebih Tinggi

Published

on

By

JAKARTA, Bursabisnis. Id – Bank Indonesia (BI) merilis data bahwa likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) pada September 2025 tumbuh lebih tinggi.

Pertumbuhan M2 pada September 2025 sebesar 8,0% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Agustus 2025 sebesar 7,6% (yoy) sehingga tercatat Rp9.771,3 triliun.

Demikian rilis Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso di laman bi. go.id.

Menurutnya, oerkembangan tersebut didorong oleh pertumbuhan uang beredar sempit (M1) sebesar 10,7% (yoy) dan uang kuasi sebesar 6,2% (yoy).

Perkembangan M2[1] pada September 2025 dipengaruhi oleh aktiva luar negeri bersih, penyaluran kredit, dan tagihan bersih kepada Pemerintah Pusat (Pempus). Aktiva luar negeri bersih pada September 2025 tumbuh sebesar 12,6% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 10,7% (yoy) sehingga tercatat sebesar Rp2.085,3 triliun.

Penyaluran kredit pada September 2025 tumbuh 7,2% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit pada bulan sebelumnya sebesar 7,0% (yoy).[2] Selain itu, tagihan bersih kepada Pempus tumbuh sebesar 6,5% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada Agustus 2025 sebesar 5,0% (yoy).

Sumber : bi. go. id
Laporan : Tam

Continue Reading

KEUANGAN

Sembilan Penyebab Dana Pemda Mengendap di Perbankan

Published

on

By

Mendagri Tito Karnavian

JAKARTA, Bursabisnis.id – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengungkapkan penyebab tingginya dana simpanan Pemerintah Daerah (Pemda) mengendap di perbankan.

Menurut Mendagri Tito Karnavian, ada 9 faktor penyebab simpanan Pemda mengendap, yaitu :

1. Kebijakan efisiensi dan penyesuaian APBD 2025 sesuai Inpres Nomor 1 Tahun 2025 dan Surat Edaran (SE) Mendagri 900/833/SJ (23 Februari 2025), yang membuat sejumlah daerah menunda pelaksanaan APBD untuk menyesuaikan pendapatan dan belanja.

2. Penyesuaian visi, misi, dan program kepala daerah baru pasca-pelantikan 20 Februari 2025, sebagaimana diatur dalam SE Mendagri 900/640/SJ (11 Februari 2025).

3. Kendala administratif dalam proses pelaksanaan belanja barang dan jasa, belanja modal, bantuan sosial, dan subsidi.

4. Peralihan sistem katalog elektronik dari versi 5 ke versi 6 yang menimbulkan kendala teknis seperti bug, error, serta kurangnya pemahaman SDM Pemda dalam penggunaannya.

5. Pelaksanaan proyek fisik seperti pembangunan gedung, jalan, dan jaringan irigasi yang umumnya baru dimulai pada kuartal II–III, sehingga pembayaran termin baru dilakukan di akhir tahun.

6. Kecenderungan realisasi belanja menumpuk di akhir tahun, akibat pengajuan pembayaran oleh pihak ketiga yang dilakukan menjelang tutup buku anggaran.

7. Keterlambatan Kementerian/Lembaga pengampu dalam menetapkan petunjuk teknis atau petunjuk operasional Dana Alokasi Khusus (DAK).

8. Proses pengadaan tanah dan sertifikasi yang dilakukan bersamaan dengan proyek fisik namun belum rampung hingga kini.

9. Penundaan pembayaran iuran BPJS yang memerlukan waktu untuk proses rekonsiliasi dengan BPJS Kesehatan.

Laporan : Tam

Continue Reading

Trending