Connect with us

KEUANGAN

Keuangan Lion Air Group Resmi Dikelola BRI

Published

on

JAKARTA, BursaBisnis.id – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. resmi mengelola keuangan Lion Air Group. Kerja sama tersebut telah dituangkan melalui penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) tentang  layanan Cash Management System (CMS BRI), antara Direktur Hubungan Kelembagaan Bank BRI, Sis Apik Wijayanto dengan Presiden Direktur Lion Air Group, Edward Sirait dan disaksikan langsung Direktur Utama Bank BRI, Suprajarto dan Founder Lion Air Group Rusdi Kirana, di Kantor Pusat BRI, Jakarta, Jumat 21 September 2018.

Melalui kerja sama tersebut, Bank BRI ditunjuk oleh Lion Air Group untuk melakukan pengelolaan kas perseroan secara real time online dan terintegrasi, yakni penyediaan CMS BRI yang meliputi Automatic Payment & Automatic Posting (host to host system). Cash Management System yang disediakan BRI kepada Lion Air Group terdiri atas fasilitas pembayaran (payments),  fitur account management (balance reporting), fitur liquidity management systems (LMS), manajemen rekening (account management),  manajemen pembayaran (payables management) dan manajemen penerimaan (receivables management).

“Kerja sama berkelanjutan antara BRI dengan Lion Air Group ini merupakan salah satu upaya perseroan dalam memberikan layanan yang optimal bagi korporasi. Selain itu, dengan pemanfaatan CMS BRI juga bentuk upaya yang diberikan perseroan dalam memberikan pengelolaan keuangan perusahaan secara efisien dan cashless atau non-tunai, dengan mengedepankan prinsip good corporate governance,” ungkap Suprajarto.

Sementara itu, manajemen Lion Air Group menyambut baik kerja sama tersebut.

“Kami atas nama Lion Air Group berkomitmen dalam meningkatkan kualitas dan performa kerja perusahaan, salah satunya dengan memperkuat kerjasama meliputi pengelolaan cash management Lion Air Group di seluruh jaringan domestik dan internasional. Dengan memanfaatkan dari keunggulan platform dan sistem pengelolaan kas yang dimiliki Bank BRI, kami dapat memproyeksikan proses transaksi bisnis semakin mudah. Dengan demikian, layanan sistem cash management yang komprehensif dapat memperkuat transparansi, efisiensi dan efektivitas dalam setiap proses transaksi,” jelas Edward.

Bank BRI telah bermitra dengan Lion Air Group sejak 2016 lalu. Kerja sama ini diantaranya pengelolaan payroll seluruh karyawan, management, pilot dan awak kabin Lion Air Group; penggunaan  cash card yang tersebar di seluruh district; pembentukan UMKM Centre “Jendela Indonesia” untuk mendukung kinerja pengusaha UMKM di Indonesia; menjadi sponsor utama dalam event BRI – Lion Air Group Expodition 2018; penyediaan aplikasi BRI – Lion Air Group host to host untuk memaksimalkan operasional pembayaran tiket melalui channel BRI (e-pay, ATM, Travel Agent Online); pembayaran deposit top up travel agent melalui BRI; dan pemberian fasilitasstand by LC.

“Penunjukan Bank BRI sebagai mitra perbankan kami didasarkan pada kesungguhan serta dukungan yang telah terjalin dengan baik selama ini, untuk mengakses dan memonitor transaksi Lion Air Group dalam satu wadah (platform). Penandatanganan kerjasama pengelolaan kas dengan Bank BRI merupakan bagian dari program Lion Air Group untuk terus menjalankan operasional terutama pengelolaan kas manajemen berbasis digital, seiring tantangan dan peluang industri penerbangan di era sekarang,” ungkap Edward.

 

Lebih lanjut, Suprajarto menambahkan, bahwa kolaborasi yang tercipta dari kerja sama tersebut adalah bentuk sinergi bisnis strategis, antara perusahaan perbankan dan penerbangan dengan mengoptimalkan sistem pelayanan yang tersedia dari BRI, untuk fasilitasi sesuai kebutuhan Lion Air Group, sehingga memudahkan perseroan dalam setiap proses rekonsiliasi serta mampu meminimalisir risiko tingkat kesalahan atau human error.

“Keunggulan yang kami tawarkan yakni pengelolaan kas manajemen perusahaan menjadi lebih tepat waktu dan konsisten (real time), metode pengawasan semakin baik dan terkontrol, mengutamakan jaringan online yang terintegrasi,” pungkas Suprajarto.

 

 

 

 

Laporan: Ikas

KEUANGAN

Langkah Tepat Utang Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Tidak Dibebankan ke APBN

Published

on

By

Kereta cepat yang melayani rute Jakarta-Bandung. -foto:ist-

JAKARTA, Bursabisnis. Id – Keputusan pemerintah untuk tidak membebankan pembayaran utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) atau Whoosh kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan langkah yang tepat.

Hal ini dikatakan anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati di laman dpr.go.id.

“Tidak tepat jika APBN yang harus menanggung. Kondisi itu justru memperberat keuangan negara yang saat ini sudah dalam keadaan terbatas,” ujarnya.

Legislator Fraksi PKS itu juga menyampaikan dukungannya terhadap sikap tegas Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang menolak pembayaran utang proyek KCJB dibebankan pada APBN.

Ia menilai sejak awal proyek tersebut memang sudah bermasalah dari sisi perencanaan.

“Permasalahan proyek infrastruktur KCJB muncul sejak awal, seperti tidak masuknya proyek ini dalam Rencana Induk Perkeretaapian Nasional 2030. Bahkan, Menhub saat itu tidak menyetujui proyek Whoosh dengan alasan bakal sulit dibayar,” paparnya.

Berdasarkan informasi yang beredar, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI), anak usaha PT KAI yang juga pemegang saham terbesar PT KCIC, mencatatkan kerugian hingga Rp4,195 triliun pada 2024, dan kembali merugi Rp1,625 triliun pada semester I-2025.

“Menurut data BPS, Kereta Cepat hanya ramai saat musim liburan saja, padahal biaya investasi dan operasionalnya sangat tinggi,” ungkapnya.

Anis menegaskan, situasi ini harus menjadi pelajaran penting bagi pemerintah agar setiap kebijakan publik benar-benar ditimbang secara matang antara manfaat dan risikonya.

“BUMN yang awalnya sehat kini harus menanggung beban utang Rp2 triliun per tahun akibat proyek penugasan presiden terdahulu. Padahal para pembantunya sudah memberikan peringatan sejak awal,” tegasnya.

Ia juga menyoroti pentingnya pengelolaan keuangan negara yang lebih berhati-hati, terlebih setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN, yang mengatur bahwa dividen BUMN disetorkan ke Danantara, bukan langsung ke APBN.

“Karena itu, Danantara harus mampu mengelola dan mencarikan solusi yang tidak membebani APBN lagi,” kata Anis.

Sumber : dpr.go.id
Laporan : Icha
Editor : Tam

Continue Reading

KEUANGAN

Uang yang Beredar Bulan September 2025 Lebih Tinggi

Published

on

By

JAKARTA, Bursabisnis. Id – Bank Indonesia (BI) merilis data bahwa likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) pada September 2025 tumbuh lebih tinggi.

Pertumbuhan M2 pada September 2025 sebesar 8,0% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Agustus 2025 sebesar 7,6% (yoy) sehingga tercatat Rp9.771,3 triliun.

Demikian rilis Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso di laman bi. go.id.

Menurutnya, oerkembangan tersebut didorong oleh pertumbuhan uang beredar sempit (M1) sebesar 10,7% (yoy) dan uang kuasi sebesar 6,2% (yoy).

Perkembangan M2[1] pada September 2025 dipengaruhi oleh aktiva luar negeri bersih, penyaluran kredit, dan tagihan bersih kepada Pemerintah Pusat (Pempus). Aktiva luar negeri bersih pada September 2025 tumbuh sebesar 12,6% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 10,7% (yoy) sehingga tercatat sebesar Rp2.085,3 triliun.

Penyaluran kredit pada September 2025 tumbuh 7,2% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan kredit pada bulan sebelumnya sebesar 7,0% (yoy).[2] Selain itu, tagihan bersih kepada Pempus tumbuh sebesar 6,5% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada Agustus 2025 sebesar 5,0% (yoy).

Sumber : bi. go. id
Laporan : Tam

Continue Reading

KEUANGAN

Sembilan Penyebab Dana Pemda Mengendap di Perbankan

Published

on

By

Mendagri Tito Karnavian

JAKARTA, Bursabisnis.id – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengungkapkan penyebab tingginya dana simpanan Pemerintah Daerah (Pemda) mengendap di perbankan.

Menurut Mendagri Tito Karnavian, ada 9 faktor penyebab simpanan Pemda mengendap, yaitu :

1. Kebijakan efisiensi dan penyesuaian APBD 2025 sesuai Inpres Nomor 1 Tahun 2025 dan Surat Edaran (SE) Mendagri 900/833/SJ (23 Februari 2025), yang membuat sejumlah daerah menunda pelaksanaan APBD untuk menyesuaikan pendapatan dan belanja.

2. Penyesuaian visi, misi, dan program kepala daerah baru pasca-pelantikan 20 Februari 2025, sebagaimana diatur dalam SE Mendagri 900/640/SJ (11 Februari 2025).

3. Kendala administratif dalam proses pelaksanaan belanja barang dan jasa, belanja modal, bantuan sosial, dan subsidi.

4. Peralihan sistem katalog elektronik dari versi 5 ke versi 6 yang menimbulkan kendala teknis seperti bug, error, serta kurangnya pemahaman SDM Pemda dalam penggunaannya.

5. Pelaksanaan proyek fisik seperti pembangunan gedung, jalan, dan jaringan irigasi yang umumnya baru dimulai pada kuartal II–III, sehingga pembayaran termin baru dilakukan di akhir tahun.

6. Kecenderungan realisasi belanja menumpuk di akhir tahun, akibat pengajuan pembayaran oleh pihak ketiga yang dilakukan menjelang tutup buku anggaran.

7. Keterlambatan Kementerian/Lembaga pengampu dalam menetapkan petunjuk teknis atau petunjuk operasional Dana Alokasi Khusus (DAK).

8. Proses pengadaan tanah dan sertifikasi yang dilakukan bersamaan dengan proyek fisik namun belum rampung hingga kini.

9. Penundaan pembayaran iuran BPJS yang memerlukan waktu untuk proses rekonsiliasi dengan BPJS Kesehatan.

Laporan : Tam

Continue Reading

Trending