opini
Selamatkan Nikel Sultra untuk Industri Indonesia

Pada Minggu kedua Juni 2021 saya dikejutkan oleh pemberitaan tentang penggeledahan yang dilakukan penyidik dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) di Kantor Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sultra. Penggeledahan itu terkait penyidikan perkara tambang yang dilakukan PT Toshida di Kabupaten Kolaka.
Di sana penyidik menemukan dokumen dan surat-surat yang ada keterkaitan dengan penyidikan PT Toshida yang diduga merugikan negara senilai Rp190 miliar. Tiga hari kemudian, mantan Plt Kepala Dinas ESDM dan Kabid Minerba Sultra dan dua orang petinggi PT Toshida (Dirut dan General Manager PT Toshida) ditetapkan sebagai tersangka.
Selain kaget, pada saat yang sama ingatan saya terbang pada peristiwa yang menimpa saya beberapa tahun lalu, yang membuat saya harus menghuni Lapas Sukamiskin. Pokok perkara yang dialamatkan adalah saya telah melakukan penyalahgunaan kewenangan sebagai gubernur dalam penerbitan Izin Usaha Tambang. Padahal, bila dianalisa secara mendalam, di dalam aturan Perda, kewenangan teknis dalam menerbitkan IUP ada di tangan dinas pertambangan (ESDM). Tapi yang terjadi, saya menghadapi sangkaan itu sendirian dan dijadikan tersangka tunggal.
Saya melihat, yang dilakukan oleh Kejati Sultra kali ini adalah kerja audit investigasi khusus yang tidak main-main. Penggeledahan yang dilakukan pada Senin 14 Juni 2021 tersebut dipimpin langsung oleh Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Sultra, Setiyawan Nur Chaliq, dengan anggota tim Penyidik sebanyak 9 orang.
Melihat semua itu dada saya berdebar oleh
harapan baru, bahwa kali ini penanganan perkara perizinan tambang dilakukan melalui prosedur yang sistematis dan benar.
Namun, Kejati Sultra mestinya melakukan pengusutan secara menyeluruh (tidak hanya menggeledah kantor kepala dinas ESDM provinsi, tapi juga melakukan penggeledahan ke kantor jepala dinas kabupaten). Sebab, dari kabupatenlah semua kekacauan berawal (semua IUP dikeluarkan oleh kantor dinas kabupaten/kota). Barulah 2016-2017 ada perubahan Undang-Undang yang isinya adalah, kewenangan mengeluarkan IUP diserahkan ke provinsi.
Tapi sebenarnya, di 2016-2017 itu sudah tidak ada lagi lokasi penambangan. Artinya, meski lahir kewenangan baru untuk provinsi, tapi lokasi (tambangnya) sudah habis. Sudah lebih banyak IUP daripada luas wilayah. Kantor Dinas ESDM Provinsi hanya melakukan pekerjaan meregistrasi ulang dan mengeluarkan rekomendasi CnC.
Kasipenkum Kejati Sultra Doddy MH menuturkan bahwa sejak 2010 PT Toshida
menambang berdasarkan IUP di Kecamatan Tanggetada Kabupaten Kolaka. Berarti, pada 2010 itu yang menerbitkan IUP PT Toshida adalah kabupaten (bukan Provinsi). Dan, dugaan korupsi yang dilakukan oleh PT Toshida adalah tidak membayarkan kewajiban kepada negara seperti membayarkan Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Penggunaan Kawasan
Hutan atau PNBP-PKH, abai membayar royalti, membayar Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Corporate Social Responsibility (CSR) dan dana program Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (PPM).
Carut Marut IUP
Awal saya menjadi gubernur 2008, jumlah IUP di Sultra sebanyak 275. Namun, saat kewenangan berpindah ke pemerintah provinsi sesuai amanah UU 23 tahun 2014, jumlah IUP yang diserahkan pemerintah kabupaten/kota di 2016 telah mencapai 528 IUP. Berarti, jumlah IUP meningkat tajam. Total luas wilayah IUP mencapai hampir 3 kali melebihi luas potensi kawasan yang mengandung deposit nikel di Sultra yakni 457.075 hektar (Ha). Selisih antara luas potensi deposit nikel dengan banyaknya IUP yang dikeluarkan tentu menimbulkan berbagai pertanyaan terhadap motif penerbitan IUP yang dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten/kota.
Pada November 2013 saya membuat laporan yang isinya adalah, saya membuka semua persoalan menyangkut pertambangan dari hulu sampai hilir. Dari mulai proses persiapan izin sampai dengan penyimpangan di perpajakan, soal eksploitasi, penyimpangan di angkutan, di
pelabuhan, dan lain-lain.
Selanjutnya, saya melakukan upaya untuk mengatasi carut marut penerbitan IUP dan
pengelolaan lahan pertambangan. Salah satunya adalah dengan membentuk Tim Terpadu Pengawasan Pertambangan Mineral dan Batubara melalui Surat Keputusan Gubernur No. 661 Tahun 2013. Tujuannya adalah untuk mengetahui kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundangan di bidang pertambangan, kehutanan, lingkungan hidup, ketenagakerjaan, keuangan, dan perhubungan. Selain itu, juga untuk mengetahui aspek legalitas pemegang IUP, efektivitas pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/jota terhadap perusahaan pemegang IUP, dan mencegah terjadinya kerugian negara melalui ketaatan dalam membayar kewajibannya bagi negara.
Tim terpadu terdiri dari unsur pemerintahan dan penegak hukum yakni gubernur, kapolda, kejati, komandan korem, kepala BIN, jajaran sekretariat pemerintah, SKPD terkait, Direktur Reserse dan Kriminal Khusus Polda Sultra, Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Sultra, pasi intel korem, Kepala Kantor Pelayanan Pajak Kendari, kepala kantor pengawasan dan pelayanan bea dan cukai, dan Kepala BPKH Wilayah XXII Kendari. Hal tersebut sejalan dengan Kebijakan Pemerintah sesuai Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 yang melarang ekspor bahan mentah mulai tanggal 12 Januari 2014, yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 28 Tahun 2013 Tentang Perubahan Kedua Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2012.
Berdasarkan temuan tim terpadu, ada banyak aktivitas pertambangan yang melakukan pelanggaran dan penyimpangan. Dari 528 IUP yang diterbitkan, 456 IUP berada di Kawasan hutan, dan hanya 34 IUP yang memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Kondisi ini berarti sebanyak 422 IUP belum mendapat IPPKH namun tetap melakukan penambangan dan hal itu ternyata dibiarkan saja oleh pemerintah kabupaten/kota.
Mengapa terjadi demikian? patut diduga ada “main mata” antara pengusaha tambang dengan Pemerintah kabupaten/kota. Bahkan dalam beberapa hal kementeran ESDM bisa jadi terlibat juga, seperti pelaksanaan pelelangan di Kabupaten Kolaka yang saat itu belum ada peraturan perundangan yang mengaturnya. Penyimpangan juga ditemukan menyangkut administrasi dan legalitas yang meliputi prosedur perizinan yang tidak dipatuhi, tahapan kegiatan tidak berjalan sesuai ketentuan, termasuk pengurusan IPPKH sebelum dilakukan penambangan ore nikel bahkan setelah pasca tambang tidak dilakukan reklamasi. Belum lagi masalah tumpang tindih wilayah pertambangan, dan juga tidak adanya Rencana Kerja, Anggaran Biaya dan Laporan triwulan serta laporan tahunan.
Selain itu, beberapa perusahaan mengajukan izin ekspor menggunakan legalitas IUP lain, karena dia tidak memiliki CnC dan tidak ada persetujuan ekspor. Ditemukan pula adanya pelanggaran keuangan yang dilakukan oleh perusahaan tambang sehingga menyebabkan kerugian negara akibat tidak terbayarnya kewajiban para pemegang IUP kepada negara yang bersumber dari pajak alat berat, PBB Pertambangan, dan royalti dan iuran tetap (Landrent).
Kerja besar Kejati Sultra kali ini pasti berangkat dari kian maraknya penambang illegal yang beroperasi di Sultra. Mereka mengeruk kekayaan sumber daya alam tanpa legalitas lengkap, sehingga mengakibatkan kerugian di berbagai aspek. Selain itu, ada banyak terjadi
penyimpangan di sana. Mulai dari penyimpangan administratif, teknis, dan penyimpangan kewajiban kepada negara seperti regulasi, keuangan negara (royalti, pajak), penyimpangan.di pelabuhan, dan lain-lain. Penyimpangan juga terjadi di wilayah sosial kemasyarakatan,
dimana hak-hak adat dan hak-hak masyarakat diabaikan. Banyak masyarakat Sultra yang dirugikan karena ganti rugi lahan hanya memperhitungkan tanaman tumbuh, padahal yang dituju adalah kandungan bahan mineral yang ada di dalamnya, yang memiliki nilai ekonomi sangat tinggi. Makanya saya juga melakukan upaya pengawasan agar pembodohan masyarakat oleh pihak-pihak yang hanya mau mengambil keuntungan semata tidak terus terjadi.
“Ada kecukupan di dunia untuk kebutuhan manusia, tetapi tidak untuk keserakahan manusia.” (Mahatma Gandhi).
Bicara tentang pertambangan illegal, memang bicara tentang persoalan yang sangat kompleks. Praktik yang terjadi di lapangan memang sangat barbar, adu kuat antar kelompok, adu beking, transaksi cost, penyelundupan asset negara, sampai pada maraknya transaksi gelap izin tambang dan izin-izin lain seperti CnC, quota, amdal dan Rkab – semua itu menjadi komoditas yang nilai transaksinya sangat tinggi. Belum lagi kekacauan di seputar pelabuhan angkut atau jeti yang tidak semuanya memiliki izin (izin lokasi dan izin bangunan dan penggunaan). Jalan-jalan nasional untuk masyarakat umum juga banyak yang hancur karena setiap hari dilewati oleh mobil-mobil besar pengangkut tambang.
Sebenarnya masyarakat tahu bahwa selama ini memang terjadi pembiaran oleh instansi terkait, baik di daerah maupun pusat. Maka, menurut saya, tindakan Kejati Sultra merupakan langkah hebat untuk menertibkan pengelolaan sumber daya alam Sultra yang semakin terancam habis. Ancaman besar yang berdampak langsung pada sumber kehidupan, alam dan lingkungan di sana, termasuk juga manusianya.
Dulu, dinas ESDM hanya digunakan sebatas “alat” untuk menjebak kepala daerah. Makanya, ketika ada izin yang menyalahi aturan yang diperkarakan dan dihukum adalah kepala daerahnya (bukan kepala dinas ESDM-nya). Dan itulah yang menimpa saya selaku gubernur yang dijadikan tersangka dan dihukum, sedangkan Kepala dinas ESDM dan jajarannya tidak ada yang terbawa. Mereka hanya dijadikan saksi.
Kerugian Jangka Panjang
Saya berharap betul, proses penegakan hukum kali ini benar-benar objektif dan tidak tebang pilih. Sebab, carut marut perizinan pengelolaan pengusahaan tambang di Indonesia, khususnya Sultra sudah sangat kronis dan melibatkan persekongkolan tingkat tinggi di lintas lembaga, dan juga oknum aparat pemerintah, termasuk oknum aparat hukum bersama korporasi.
Masih lekat dalam ingatan, awal 2014 saya mempresentasikan hasil kerja tim terpadu
kepada UKP4 bentukan Presiden SBY, atas penyimpangan pengusahaan tambang di Sultra. Tapi anehnya, setelah itu justru saya malah diperkarakan, dan dijadikan tersangka tunggal dalam kasus izin pertambangan.
Dalam presentasi itu saya sampaikan bahwa angka perhitungan perolehan dari asset yang dimiliki Sultra bisa untuk membiayai Indonesia sampai 200 tahun ke depan, dengan asumsi APBN saat itu yang Rp1.500 Triliun. Namun sayang, hal-hal yang saya sampaikan itu tidak menjadi fokus pemerintah pusat untuk langsung menertibkan kekacauan yang terjadi di dunia pertambangan di Sultra, agar hasilnya bisa digunakan untuk masa depan Indonesia.
Siapakah yang bisa diharapkan untuk bertindak menyelamatkan Sultra? Mau sampai kapan para “perampok” dibiarkan menguras habis sumber daya alam di sana?. Padahal, menyelamatkan Sultra adalah menyelamatkan masa depan Indonesia. Kalau kejahatan ini terus dibiarkan, kerugian pertama adalah mineral nikel akan habis karena tidak terbarukan, kita juga akan kehilangan kesempatan mengembangkan bahan baku menjadi bahan jadi industri strategis seperti baja stainless, baterai litium, dan berbagai industri turunan lainnya yang nilainya puluhan kali lipat dari nilai dasar ore.
Dampak lain lagi adalah, penerimaan negara sangat kecil dengan dampak kerusakan lingkungan yang sangat besar. Dan efek sosialnya adalah, masyarakat semakin miskin karena lahan pertanian, perkebunan, dan perikanan darat dan laut yang mereka miliki dirampas habis, dan masih ditambah lagi dengan ancaman datangnya bencana alam akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh aktifitas penambangan. Dan cadangan potensi untuk masa depan bangsa dan generasi penerus sudah pasti terkuras habis, karena rusaknya ekosistem akibat tercemarnya darat dan laut oleh kegiatan penambangan yang tidak memenuhi prosedur.
Sejatinya, bumi ini adalah rumah kita bersama. Adalah tanggung jawab umat manusia untuk merawatnya dengan sebaik-baiknya. Maka, mari kita jaga dan rawat bumi Sulawesi Tenggara. Menyelamatkan Sultra adalah Menyelamatkan Indonesia. (***)
Penulis : H Nur Alam SE MSi (Gubernur Sulawesi Tenggara 2008- 2013 dan 2013-2018)

opini
Hilirisasi Industri Nikel, Mimpi Besar Indonesia

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, bahwa hilirisasi industri nikel yang tengah dilakukan pemerintah bisa menjadikan Indonesia sebagai pemain utama dunia baterai lithium.
Hilirisasi industri nikel, hemat Luhut, penting untuk masa depan, sehingga tidak hanya ekspor material mentah. Dalam hal ini memproses dari bijih nikel sampai menjadi baterai dan stainless steel. Namun, Indonesia masih butuh transfer teknologi dari investor asing.
Hilirisasi industri nikel akan meningkatkan nilai tambah bijih nikel secara signifikan. Jika diolah menjadi sel baterai nilainya bisa meningkat 6 – 7 kali lipat. Sementara itu, jika diolah sampai mobil listrik akan memberikan nilai tambah hingga 11 kali lipat. Peningkatan nilai tambah untuk produksi stainless steel berkisar 14 – 19 kali lipat.
Saat ini, Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya mineral. Menurut Survei Geologi Amerika Serikat (USGS), untuk produksi tambang sedunia, Indonesia menduduki peringkat ke-1 untuk komoditas nikel. peringkat ke-2 untuk komoditas timah, peringkat ke-3 untuk komoditas batubara, peringkat ke-8 untuk komoditas tembaga, dan peringkat ke-10 untuk komoditas emas.
Kondisi excellent tectonic dan geologi itulah yang membawa Indonesia menjadi satu di antara produsen terbesar emas, tembaga, nikel, dan timah. Dengan profil yang demikian, Indonesia menjadi negara yang sangat menjanjikan bagi kalangan pelaku industri pertambangan untuk bisa berinvestasi di Indonesia.
Pemerintah juga mendorong swasta yang selama ini mengimpor kendaraan listrik untuk segera membangun pabrik kendaraan listrik di Indonesia dengan menggandeng prinsipal dari luar negeri.
Keinginan dan komitmen Indonesia untuk menjadi produsen kendaraan listrik dituangkan dalam Perpres Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transportasi Jalan. Perpres ini menandakan kebangkitan Indonesia untuk menjadi produsen kendaraan listrik.
Indonesia bisa menjadi pemain rantai pemasok global baterai untuk kendaraan listrik. Rantai pasokan global dalam industri kendaraan listrik diperlukan, di mana sesama negara bisa saling melengkapi suku cadang. Misalnya Indonesia memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, mengingat nikel bisa menjadi salah satu pembuat baterai mobil listrik.
Hilirisasi dengan teknologi hidrometalurgi (pelindian) menggunakan bijih nikel berkadar rendah (limonit). Produk yang dapat dihasilkan berupa logam nikel murni dan senyawa nikel sulfat (bahan baku manufaktur nickel-based ion lithium battery).
Di samping itu, juga dapat dihasilkan logam kobalt murni dan senyawa kobalt sulfat (bahan baku manufaktur nickel-based ion lithium battery.
Perusahaan yang telah melakukannya adalah Harita Nickel yang saat ini pabrik pengolahan tersebut sudah beroperasi dengan kapasitas pabrik sebesar 8 juta ton bijih pertahun yang menghasilkan produk akhir nikel-kobalt sulfat.
Lokasi pertambangan yang baik harus memiliki potensi mineral yang sesuai target. Wilayah pertambangan itu juga tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintah yang sudah menjadi bagian dari tata ruang nasional.
Contohnya seperti Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara dan Pulau Obi, Maluku yang kaya akan sumber nikel.
Disini merupakan surga nikel yang menjadi rumah bagi perusahaan tambang Indonesia seperti PT Gema Kreasi Perdana di Pulau Wawonii, PT Halmahera Persada Lygend dan PT Megah Surya Pertiwi yang mengolah nikel di Pulau Obi. Perusahaan-perusahaan tersebut turut mengembangkan daerah sekitar lingkar tambang.
Nikel dapat digunakan pada berbagai industri, mulai dari konstruksi, kimia, manufaktur alat dapur, manufaktur baterai, bidang otomotif, hingga bidang keuangan.
Semakin banyak hilirisasi nikel di Indonesia diharapkan dapat memberikan kesejahteraan langsung kepada masyarakat Indonesia dengan menjadi negara yang bisa mengekspor produk bangsa berupa baja tahan karat (stainless steel), baterai lithium basis nikel, logam nikel, senyawa kimia nikel, dan produk-produk nikel lainnya.
Oleh : Rofingatun
Penulis adalah Sarjana Teknik Metalurgi ITB
opini
UMKM dan Masa Depan Ekonomi Kita

Peran strategis usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam memajukan perekonomian bangsa sudah tidak diragukan lagi. Eksistensi UMKM sangat penting karena persebarannya yang cukup luas dan menguasai sekitar 99 persen aktivitas bisnis di negeri ini.
Sektor UMKM telah menyerap sekitar 89,2 persen total tenaga kerja nasional dan menyumbang 60,34 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Itu artinya, UMKM juga berperan penting dalam menyelamatkan masyarakat dari pengangguran dan kemiskinan. Bahkan, di saat perekonomian kita dihantam krisis UMKM justru tampil sebagai penyelamat.
Namun, penyebaran virus Covid-19 yang begitu cepat nyaris menghentikan roda perekonomian negara-negara di dunia termasuk Indonesia. UMKM pun menjadi salah satu sektor yang mengalami tekanan hebat dan terkapar akibat pandemi Covid-19. Saat ini banyak UMKM mengalami penurunan penjualan, distribusi terhambat, kesulitan bahan baku, sulit mengakses permodalan, dan produksi menurun.
Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) 2021, sebanyak 87,5 persen UMKM di Indonesia terdampak pandemi Covid-19. Sementara itu, sebanyak 93,2 persen UMKM terdampak pada sisi penjualan yang menurun.
Digitalisasi
Pandemi Covid-19 berdampak ke seluruh sektor kehidupan terutama sektor ekonomi. Pemerintah juga sudah bertindak cepat memutus rantai penyebaran virus mematikan ini. Hingga detik ini, pemerintah terus berkomitmen untuk menangani pelbagai krisis akibat pandemi.
Anggaran penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi nasional mencapai Rp 744,77 triliun. Anggaran tersebut digunakan untuk program vaksinasi, bantuan sosial untuk masyarakat miskin, mendukung UMKM dan dunia usaha.
Di tengah wabah pandemi UMKM juga membutuhkan dukungan yang lebih komprehensif seperti mendorong digitalisasi UMKM. Sebab, UMKM yang mampu beradptasi dan mengadopsi teknologi digital terbukti tetap beroperasi meskipun di tengah pemberlakuan PSBB atau PPKM.
Studi McKinsey menyatakan bahwa jika Indonesia mampu mendorong sebanyak 168.000 UMKM untuk scale-up dari skala mikro dan kecil ke skala medium dengan adopsi teknologi digital, maka akan berpotensi memperoleh tambahan pertumbuhan PDB USD140 miliar dan 26 juta lapangan pekerjaan di 2030.
Oleh karena itu, sebagai penggerak ekonomi Indonesia UMKM perlu memanfaatkan teknologi digital agar dapat meningkatkan daya saing dan membantu pemulihan ekonomi di era kenormalan baru pasca pandemi.
Paling tidak, ada beberapa langkah yang mesti dilakukan agar digitalisasi UMKM benar-benar membuahkan hasil. Pertama, meningkatkan pelatihan dan literasi dalam pemanfaatan teknologi digital khusus bagi masyarakat dan pelaku usaha yang selama ini belum mampu menggunakan layanan internet.
Menurut Eddy Santriya (2020), kondisi UMKM yang sudah digital dan terkoneksi dengan platform baru sekitar 13 persen. Dari 63 juta usaha mikro baru sekitar 8 juta pelaku UMKM yang terhubung dengan platform digital. Sementara sisanya masih menggunakan penjualan konvensional.
Kedua, perluasan dan percepatan pembangunan infrastruktur jaringan internet. Langkah ini juga sangat mendesak agar seluruh UMKM dapat masuk dan memanfaatkan internet secara maksimal.
Ketiga, sinergi antara pemerintah, media dan pihak-pihak terkait. Sinergitas ini penting agar program pelaksanaan transformasi digital berjalan dengan baik sesuai yang direncanakan. Jika seluruh UMKM mampu memanfaatkan teknologi digital maka produktivitas akan meningkat dan pemasaran produk UMKM juga menjadi lebih luas.
Jika tawaran di atas dapat diimplementasikan dengan baik, saya yakin perekonomian Indonesia akan segera bangkit setelah terpuruk akibat pandemi. Karena itu, pemerintah perlu terus mendukung keberlangsungan UMKM dan dunia usaha. Dukungan terhadap pengembangan sektor UMKM akan berimplikasi terhadap kemajuan dan pemulihan perekonomi di masa mendatang.
Oleh: Jaffray Bittikaka
Penulis adalah Wakil Ketua Umum Kadin Sulawesi Tenggara dan Founder Jendela Bangsa
opini
Perempuan dan Prospek Bisnis Skincare

Kalau dulu dunia bisnis hanya dinominasi oleh kaum laki-laki, maka berbeda dengan kondisi saat ini. Di era perkembangan teknologi justru banyak kaum perempuan yang sukses berbisnis. Itu artinya, anggapan perempuan yang sering dikaitkan dengan tugas-tugas domestik dan mengurus anak sudah mulai tak berlaku lagi.
Anggapan bahwa perempuan hanya sebagai konsumen yang doyan belanja online juga tak dapat dibenarkan. Faktanya, banyak perempuan sukses menjalankan bisnisnya melalui teknologi digital, lebih-lebih di era pandemi Covid-19 ini.
Banyak wirausaha muda perempuan yang memanfaatkan internet sebagai media jualan berbagai produk, seperti produk kecantikan, perawatan kesehatan, perabot rumah tangga, perhiasan, pakaian dan lain-lain.
Animo perempuan Indonesia yang ingin terjun ke dunia bisnis cukup tinggi. Bahkan, menurut survei Google, partisipasi perempuan yang berbisnis adalah yang paling tinggi di Asia Tenggara. Penelitian tersebut mengungkap bahwa 49 persen wanita menyatakan diri sebagai pebisnis, sementara 45 persen lagi mengaku baru ingin berbisnis.
Jadi, tidak ada alasan dan kekhawatiran lagi bagi kaum perempuan yang ingin berbisnis. Mumpung masih muda, segeralah wujudkan mimpi kalian jadi pengusaha sukses. Mulai sekarang bangun jaringan seluas-luasnya, dan yang paling penting jangan takut untuk memulai.
Bisnis Skincare
Nah, bagi kaum perempuan yang ingin berbisnis tapi masih bingung bisnis apa yang ingin dijalankannya, tak ada salahnya jika mencoba bisnis perawatan kulit atau yang libih dikenal dengan skincare. Kenapa harus skincare? Selain pasar yang cukup luas, bisnis skincare bisa dilakukan oleh siapa saja dan bisnis ini juga berkelanjutan.
Selain itu, di tengah pandemi Covid-19 bisnis perawatan kulit justru tumbuh positif. Bisnis di bidang perawatan kulit terus tumbuh positif mengikuti tren yang berkembang di masyarakat luas.
Vice President, Global Product Research & Development Nu Skin Enterprises Dr. Helen Knaggs mengungkapkan, potensi pasar untuk skincare baru saja dimulai. Dan dalam empat tahun ke depan diproyeksikan mencapai US$17,8 miliar atau setara Rp255,75 triliun (Warta Ekonomi, 12/3/2021).
Data ini menunjukkan bahwa bisnis skincare memiliki peluang dan prospek yang sangat bagus. Peminatnya pun bukan hanya dari golongan perempuan saja, melainkan kaum laki-laki juga tak mau ketinggalan mendulang keuntungan dari bisnis ini.
Di era digital seperti saat ini, bisnis perawatan kulit (skincare) menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengusaha. Untuk terjun ke bisnis ini, banyak cara yang bisa dilakukan. Misalnya, membuat produk skincare sendiri, menjadi reseller atau dropshipper.
Produk perawatan kulit semakin diminati banyak kalangan, baik di perkotaan maupun pelosok desa. Ini adalah bisnis yang sangat menjanjikan. Jangan sia-siakan peluang dan kesempatan ini. Jadilah pebisnis perempuan yang tangguh untuk berkontribusi bagi kemajuan perekonomian negeri ini (**)
Oleh : Suci Fitri Anggraeni
Penulis adalah Owner SC Beauty dan Konsultan Kecantikan
-
ENTERTAINMENT4 years ago
Inul Vista Tawarkan Promo Karaoke Hemat Bagi Pelajar dan Mahasiswa
-
Rupa-rupa4 years ago
Dihadiri 4000 Peserta, Esku UHO dan Inklusi Keuangan OJK Sukses Digelar
-
PASAR4 years ago
Jelang HPS 2019, TPID: Harga Kebutuhan Pokok Relatif Stabil
-
Entrepreneur4 years ago
Rumah Kreatif Hj Nirna Sediakan Oleh-oleh Khas Sultra
-
Fokus4 years ago
Tenaga Pendamping BPNT Dinilai Tidak Transparan, Penerima Manfaat Bingung Saldo Nol Rupiah
-
FINANCE4 years ago
OJK Sultra Imbau Entrepreneur Muda Identifikasi Pinjol Ilegal Melalui 2L
-
Ekonomi Makro4 years ago
Aset Perbankan Syariah Tumbuh 7,10 Persen, Produk Syariah Semakin Diminati
-
PASAR4 years ago
PD Pasar Kota Kendari Segel Puluhan Lapak di Pasar Baruga