Rupa-rupa
APK Dirusaki, Sahabat Nirna Sebut KPU dan Bawaslu Kendari Tak Paham Aturan

KENDARI – Penertiban Alat Peraga Kampanye (APK) peserta Pemilu sudah mulai dilakukan di Kota Kendari. Hal tersebut dilakukan oleh Komisi Pemiluhan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Pemkot Kendari, Kamis 1 November 2018.
Aktivitas penertiban tersebut menuai sorotan dari relawan calon anggota legislatif (Caleg). Kritikan itu datang dari Sahabat Nirna, relawan salah satu calon anggota DPR RI asal PDIP.
Ketua Sahabat Nirna, La Ode Hasirudin mengungkapkan, bahwa apa yang dilakukan pihak KPU, Bawaslu dan Pemkot Kendari inprosedural dan tidak professional.
Menurut dia, dalam aksi penurunan APK tersebut terdapat berapa hal yang menjadi kontroversi. Sebab, banyak baliho yang diturunkan bukan dalam konteks penertiban lagi melainkan dikategorikan sebagai pengrusakan.
“Yang dilakukan KPU, Bawaslu dan Pemkot Kendari sudah tak prosedural lagi, karena berdasarkan hasil komunikasi kami bersama Ketua KPU Provinsi Sultra, untuk pemasangan APK Caleg DPR RI itu masih dalam tahap komunikasi ke KPU RI, makanya baliho Bu Nirna Lachamuddin yang kami pasang itu tetap berdiri, karena masih menunggu instruksi dari KPU RI,” ujar Sahiruddin saat menggelar press conference di Posko Sahabat Nirna.
Lebih lanjut, Ia menjelaskan, KPU dan Bawaslu Kendari sudah menyalahi kewenangannya. Sebab, telah melakukan pengrusakan terhadap APK Nirna Lachamuddin yang merupakan calon anggota DPR RI.
“Kalau Caleg kota yang ditertibkan itu mungkin hal yang benar, tapi ini sudah menyalahi kewenangan dan domain mereka, karena merusak APK calon anggota DPR RI, yang seharusnya merupakan kewenangan KPU RI,” jelasnya.
Menurut dia lagi, secara hukum dan prosedural, KPU dan Bawaslu Kendari jelas-jelas sudah melanggar PKPU nomor 23 Tahun 2018, pasal 69 ayat 1 huruf (g), bahwa pelaksana, peserta dan tim kampanye dilarang merusak atau menghalangkan APK peserta Pemilu.
Berdasarkan PKPU nomor 33 tahun 2018 tentang kampanye pemilihan umum, baliho Nirna Lachamuddin sudah memenuhi unsur sebagaimana yang diprasyaratkan penyelenggara, termasuk unsur visi, miss dan program.
Di sisi lain, jika saja baliho Nirna Lachamuddin sebagai Caleg DPR RI Dapil Sultra melanggar, tentu surat teguran dari DPP PDIP sudah ada di tangan Calegnya. Akan tetapi, faktanya pemberitahuan tersebut belum juga diterima Nirna Lachamuddin.
“Hasil pantauan kami di lapangan, sudah ada 10 baliho Ibu Nirna yang dirusaki, rata-rata ukuran 2×3 meter dan tersebar disejumlah titik di Kota Kendari,” tambahnya.
Muhafidz, Pembina Sahabat Nirna mengungkapkan, selain cacat hukum dan tidak prosedural, tindakan KPU, Bawaslu dan Pemkot Kendari terkesan tebang pilih. Sebab, temuan di lapangan, terdapat baliho milik calon anggota DPD RI yang nampak kokoh berdiri.
Untuk itu, relawan sahabat Nirna berharap kepada KPU dan Bawaslu serta Satpol PP Kota Kendari untuk segera memasang kembali APK Nirna Lachamuddin, sesuai dengan kondisi sebelum dilakukan pembongkaran. Jika tidak dilakukan selama 3×24 jam, ralawan sahabat nirna akan jalur hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaporkan hal ini kepada pihak berwajib.
“Nanti kita lihat tanggapan KPU dan Bawaslu, kalau aktivitas pengrusakan itu tetap juga dilakukan, maka kami akan menempuh proses hukum,” tegasnya. (Ikas)
opini
Ketika Jenuh Bekerja, Kita Butuh Pulang ke Makna: Refleksi Ringan Menurut Ajaran Hindu

Ada hari ketika kita bangun pagi dengan tubuh yang tidak sepenuhnya ingin bergerak. Kepala masih berat, hati terasa enggan melangkah ke kantor, pekerjaan pernah diidamkan dan dibayangkan dulu memberi warna dan gairah kini menjadi rutinitas yang hambar. Setiap harinya menyelesaikan tugas rutin sekedar menggugurkan kewajiban.
Kalau sudah begini, biasanya kita menyebutnya: jenuh bekerja, tapi benarkah jenuh itu soal pekerjaan yang berat? Atau sebenarnya kita sedang kehilangan sesuatu yang lebih dalam?
Bekerja : Antara Tuntutan dan Tumbuhnya Diri
Dalam dunia saat ini yang serba cepat dan kompetitif ini, kita sering dipaksa untuk bergerak terus, kejar target, penuhi deadline, naikkan performa, kita bekerja karena harus bukan karena ingin.
Semakin lama kita lupa bahwa bekerja sejatinya adalah bagian dari hakikat dari kelahiran menjadi manusia, pada titik inilah rasa jenuh lahir, ini bukan hanya sinyal tubuh yang lelah, tetapi juga suara jiwa yang kehilangan tujuan.
Saat kita terlalu lama berlari tanpa menoleh ke dalam diri, jenuh datang untuk mengingatkan: “berhentilah sejenak, dengarkan dirimu sendiri”.
Karma Yoga: Jalan Kerja yang Membebaskan
Dalam ajaran Hindu, jalan menghadapi kejenuhan dalam bekerja bisa ditempuh lewat mengingat dan merefleksikan kembali prinsip kerja yang dikenal dengan karma yoga, yaitu bekerja dengan penuh tanggung jawab, tulus dan iklas tanpa melekat pada hasil.
Ini bukan berarti kita tak peduli dengan hasil kerja, tetapi kita tidak menjadikan hasil sebagai satu-satunya tolok ukur nilai diri, dalam kita suci Bhagavad Gita, disebutkan Karmanye vadhikaraste, ma phaleshu kadachana” Engkau hanya berhak atas tindakanmu, bukan atas hasilnya. (Bhagavad Gita 2:47).
Sloka ini mengajak kita untuk bekerja sebagai bentuk pengabdian (bhakti) kepada Tuhan sebagai pelayan, bukan semata ambisi mendapatkan sesuatu.
Pekerjaan sehari-hari bisa menjadi praktik spiritual jika dilakukan dengan hati yang jernih, tulus dan juga ikhlas.
Bahkan melakukan pekerjaan yang paling sederhana pun seperti membersihkan ruangan tempat bekerja, merapikan barang-barang, mengarsipkan surat, mengantar surat, sampai pada memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat yang datang dengan dengan segala urusannya dengan sepenuh hati, dengan rasa gembira, adalah bentuk sederhana dari ajaran karma yoga dan selanjutnya dapat menjadi jalan pembebasan diri jika dilihat sebagai yajna atau pelayanan kepada Tuhan.
Jenuh Adalah Tanda: Sudah Saatnya Reorientasi
Jika hari ini kamu merasa jenuh, jangan langsung menyalahkan pekerjaan, atasan, atau keadaan. Coba lakukan perenungan mendalam.
Bisa jadi jenuh adalah isyarat bahwa kamu perlu melakukan renungan terhadap nilai kerja, ini sekaligus melakukan refleksi tentang kerja dilakukan selama ini.
Mengingat dan bertanya Kembali dalam diri: mengapa saya bekerja di tempat ini? Apa yang sudah dilakukan selama ini dalam memajukan institusi atau organisasi? Apa yang ingin kamu tumbuhkan dari pekerjaan ini? Ambil jeda, tarik napas panjang, jangan takut untuk berdiam sejenak.
Dalam dalam ajaran Hindu diam bukan kemunduran, tetapi adalah sebuah teknik dalam Yoga untuk menyadari langkah, jenuh bukan musuh, ia adalah guru yang datang untuk membimbing kita pulang ke dalam diri untuk mendengarkan suara hati.
Bekerja adalah Swadharma
Bekerja bukan hanya untuk mendapatkan uang dan mendapatkan penghasilan untuk hidup, apalagi sekadar memenuhi ekspektasi sosial.
Dalam tardisi kita secara umum bekerja adalah bagian dari menjaga tatanan dan keseimbangan sosial. Dalam ajaran Hindu, bekerja adalah swadharma/kewajiban hidup, berdiam diri tanpa kerja mengingkari kehidupan.
Bekerja adalah sebagai jalan untuk menyucikan diri melalui tindakan tanpa pamrih. Ketika jenuh menyapa, jangan buru-buru melawan, dengarkan dan resapi pesannya, mungkin ia datang bukan untuk membuatmu menyerah, tapi untuk mengingatkanmu bahwa bekerja tanpa makna adalah bentuk perlahan dari kehilangan diri dan kendali.
Mari kita sadari kembali makna mendalam dari kerja, mari kembali bangkit dan mari kita bekerja lagi dengan sadar dengan sepenuh hati dan cinta yang tulus. “kerja yang dilakukan dengan cinta adalah doa yang hidup.” Kahlil Gibran.
Oleh : Kadek Yogiarta/Nang Bagia
Catatan Penulis: Tulisan ini adalah bagian dari renungan pribadi yang lahir dari kelelahan dan pencarian makna, semoga berguna bagi siapa pun yang sedang duduk lelah, merenungi arah.
opini
Upacara Samawartana dan Penamatan Siswa Pratama Widyalaya Wanasari Angkatan II : Menjaga Semangat Mendirikan dan Menyekolahkan

Pratama Widyalaya Wanasari kembali mengukir jejak penting dalam pengembangan pendidikan Hindu di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) dengan menyelenggarakan upacara Samawartana dan penamatan siswa angkatan II Tahun Pelajaran 2024/2025.
Kegiatan berlangsung di Mandala Utama Pura Desa Puseh Adat Wanasari, Desa Andoolo Utama, Kecamatan Buke, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel).
Sebanyak 11 siswa mengikuti prosesi penamatan yang dihadiri oleh Pembimbing Masyarakat (Pembimas) Hindu Kanwil Kementerian Agama Provinsi Sulawesi Tenggara, I Komang Sukeyasa, SE.
Dalam sambutannya, Pembimas Hindu I Komang Sukeyasa menyampaikan apresiasi dan harapan agar para siswa melanjutkan pendidikan ke jenjang Adi Widyalaya, yang telah memperoleh izin operasional pada tahun 2024.
Keberhasilan ini merupakan hasil kerja bersama seluruh elemen—pengelola, guru, siswa, dan orang tua. Pendidikan Widyalaya adalah investasi jangka panjang. Kami mendorong para orang tua agar tidak ragu menyekolahkan putra-putrinya di lembaga ini,” ujar I Komang Sukeyasa.
Ketua Yayasan Wanasari DU Silea Jaya, Wayan Gesar, S.Pd., M.Pd., serta Kepala Sekolah Pratama Widyalaya Wanasari, Ketut Sidhi Subagia, S.Pd dalam laporan menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak, termasuk Ditjen Bimas Hindu Kemenag RI dan daerah serta umat Hindu Desa Adat Wanasari atas dukungan yang konsisten.
Tokoh umat sekaligus Ketua Pembina Yayasan, Dr. Ir. I Wayan Mustika, ST., MT., mengingatkan pentingnya menjaga semangat kolektif umat dalam mendirikan lembaga keagamaan dan pendidikan. Semangat membangun yang telah dilakukan umat Desa Adat Wanasari harus diiringi semangat menyekolahkan dan memelihara lembaga pendidikan yang telah ada.
Kegiatan diisi dengan berbagai penampilan seni oleh siswa, termasuk tarian, menyanyi, dan hafalan. Sebagai simbol penamatan, Pembimas Hindu menyerahkan langsung surat tanda tamat belajar kepada perwakilan siswa. Acara ditutup dengan sesi foto bersama.
Turut hadir Kepala Seksi Bimas Hindu Kemenag Konawe Selatan beserta staf, penyuluh agama Hindu, Ketua PHDI Kecamatan Andoolo/Buke, serta para tokoh umat Hindu Desa Adat Wanasari.
Penulis : Kadek Yogiarta / Nang Bagia
Penelaah Teknis Kebijakan Bimas Hindu Kanwil Kemenag Provinsi Sulawesi Tenggara
opini
Tragedi di Atas Jembatan: Fenomena Bunuh Diri di Jembatan Teluk Kendari

JEMBATAN Teluk Kendari, yang membentang indah di atas teluk Kendari yang menghubungkan Kawasan Kota lama dan Poasia menjadi pendukung pengembangan pelabuhan baru Bungkutoko.
Jembatan ini dikenal sebagai destinasi baru yang dibangun sebagai simbol kemajuan yang diresmikan pada 22 Oktober 2020 oleh Presiden Joko Widodo.
Kemegahannya yang membentang panjang karena kita dapat melihat pesona Kota Kendari. Namun akhir-akhir ini pesona jembatan menghebohkan dan menjadi perhatian publik, karena secara berturut-turut menjadi tempat bunuh diri dalam waktu yang sangat berdekatan.
Jembatan teluk saat ini menyisakan luka sosial yang mendalam dan memunculkan pertanyaan besar: mengapa tempat yang begitu indah menjadi pilihan untuk melakukan bunuh diri?
Bunuh Diri di Lokasi yang Sama
Bunuh diri yang terjadi di jembatan Teluk Kendari, berdasarkan informasi sudah terjadi sebanyak 4 kali dan terakhir terjadi pada Minggu (1/6/2025) pukul 18.30 Wita. Korban adalah Muh Agil Ismail (22), seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri di Kota Kendari.
Dalam psikologi, fenomena ini disebut dengan suicide hotspot tempat yang memiliki daya tarik tertentu sebagai lokasi bunuh diri.
Di banyak negara, jembatan sering kali menjadi simbol ambivalen: di satu sisi sebagai lambang penghubung kehidupan, disisi lain menjadi tempat mengakhiri hidup.
Menurut teori Efek Werther (Werther Effect) bahwa kejadian atau fenomena dimana seseorang melakukan bunuh diri setelah terinspirasi oleh kasus bunuh diri sebelumnya yang mendapat perhatian media luas.
Jika suatu tempat sudah dikenal sebagai “lokasi bunuh diri”, berita atau cerita tentangnya dapat memicu orang lain yang sedang mengalami krisis untuk melakukan hal yang sama di Lokasi yang sama.
Hal inilah yang terjadi saat ini di jembatan Teluk Kendari dan berharap menjadi yang terakhir.
Penyebab
Ada banyak faktor yang mendorong seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
Beberapa di antaranya adalah;
1) masalah kesehatan mental seperti depresi, gangguan kecemasan, dan stres berat;
2) Tekanan sosial dan ekonomi, seperti pengangguran, kemiskinan, atau konflik dalam keluarga atau orang terdekat;
3) Minimnya dukungan psikologis dan layanan kesehatan mental. ;
4) Efek penularan (copycat effect), dimana kasus bunuh diri yang terekspos secara luas justru memicu tindakan serupa di lokasi yang sama. Dalam konteks Jembatan Teluk Kendari, keterbukaan akses dan pemberitaan media terutama media sosial yang berantai dan cepat yang cenderung sensasional tanpa edukasi turut memperkuat efek imitasi ini.
Perspektif Hindu dan Budaya
Dalam ajaran agama Hindu yang melihat kehidupan sebagai anugerah dan kesempatan berkarma baik untuk mencapai kebahagian sejati (Moksa), maka bunuh diri adalah pelanggaran dan pengingkaran terhadap dharma.
Bunuh diri yang juga disebut ngulah pati adalah dosa besar, dan sang roh diyakini akan menghadapi konsekuensi karma yang berat, serta harus menjalani kehidupan berikutnya dalam penderitaan lebih besar.
Hal ini sangat jelas dalam salah satu sloka dalam kitab Parasara Dharmasastra yang menyatakan orang yang meninggal karena bunuh diri, maka rohnya selama 60.000 tahun akan terkurung dalam neraka yang penuh darah, nanah dan penderitaannya tiada akhir.
Secara budaya kita sangat menjunjung nilai kekeluargaan dan gotong royong dan kearifan lokal terlebih di Kota Kendari yang sangat kuat semangat mekopoaso/persatuannya, namun ironisnya, banyak individu yang merasa kesepian dan tidak mendapatkan ruang aman untuk berbicara.
Stigma terhadap orang yang mengalami gangguan mental justru membuat mereka memilih diam, dan akhirnya menyerah dan pilihannya salahs satunya melakukan bunuh diri.
Tanggapan Masyarakat
Tragedi berulang atas terjadinya bunuh diri di jembatan Teluk Kendari mendapatkan respon yang beragam dari masyarakat, ada yang berempati dan perihatin ada juga yang menanggapi dengan lelucon.
Sebagai sesama yang memiliki rasa yang sama, maka sepatutnya kita berdoa sekaligus berempati kepada korban dan keluarganya dan mulai menyadari bahwa ada banyak masalah di sekeliling kita yang membutuhkan kepedulian kita bersama dan jangan menganggap remeh kondisi lingkungan kita.
Beberapa langkah yang dilakukan oleh pemerintah antara lain atas kondisi di jembatan Teluk Kendari seperti; Pemasangan pagar pengaman atau penghalang di sisi jembatan, penyuluhan dan kampanye kesadaran publik tentang pentingnya mendeteksi tanda-tanda depresi dan keinginan bunuh diri.
Kemudian pelatihan petugas dan masyarakat sekitar agar mampu memberikan pertolongan pertama psikologis (PFA) dan Kolaborasi lintas sektor, termasuk tokoh agama, untuk membangun kesadaran spiritual dan sosial yang lebih dalam tentang pentingnya menjaga kehidupan.
Jembatan Teluk Kendari sebagaimana sejak lima tahun dikenal adalah salah satu simbol keindahan dan juga kemegahan Kota Kendari, harus tetap menjadi lambang harapan dan persatuan, bukan menjadi saksi bisu dari penderitaan yang tak terlihat.
Setiap nyawa yang hilang adalah panggilan bagi kita semua sebagai masyarakat dan pemerintah untuk lebih peka terhadap jeritan diam yang ada di sekitar kita, mencegah satu tindakan bunuh diri berarti menyelamatkan satu dunia.
Penulis : Kadek Yogiarta/ Nang Bagia
Pemerhati Masalah Sosial
-
ENTERTAINMENT6 years ago
Inul Vista Tawarkan Promo Karaoke Hemat Bagi Pelajar dan Mahasiswa
-
Rupa-rupa6 years ago
Dihadiri 4000 Peserta, Esku UHO dan Inklusi Keuangan OJK Sukses Digelar
-
PASAR6 years ago
Jelang HPS 2019, TPID: Harga Kebutuhan Pokok Relatif Stabil
-
Entrepreneur6 years ago
Rumah Kreatif Hj Nirna Sediakan Oleh-oleh Khas Sultra
-
Fokus6 years ago
Tenaga Pendamping BPNT Dinilai Tidak Transparan, Penerima Manfaat Bingung Saldo Nol Rupiah
-
FINANCE6 years ago
OJK Sultra Imbau Entrepreneur Muda Identifikasi Pinjol Ilegal Melalui 2L
-
Entrepreneur6 years ago
Mengenal Sosok Pengusaha Syarifuddin Daeng Punna yang Pantang Menyerah Berusaha
-
Ekonomi Makro5 years ago
Aset Perbankan Syariah Tumbuh 7,10 Persen, Produk Syariah Semakin Diminati