BUDAYA
Kisah Legenda Putri Mandalika Dilihat dari Sisi Budaya dan Tradisi Suku Sasak
MANDALIKA, Bursabisnis.id – Sebagai satu dari lima Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP), Mandalika, Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki banyak pesona yang sukses menarik perhatian wisatawan lokal maupun mancanegara.
Satu di antaranya adalah terpilihnya kawasan Mandalika sebagai salah satu destinasi sport tourism kelas dunia, dan menjadi tuan rumah event balap internasional, MotoGP 2024 pada 27-29 September 2024.
Terpilihnya Mandalika sebagai tuan rumah balap internasional tersebut untuk ketiga kalinya tidak dapat dipisahkan dari adanya Mandalika International Street Circuit yang turut ditunjang dengan keindahan alam yang ada di sekelilingnya.
Baik itu kehadiran pantai berpasir putih yang indah, seperti Pantai Mandalika dan Pantai Kuta, Bukit Merese yang menjadi spot terbaik menikmati sunset di Mandalika, serta melihat kearifan lokal Suku Sasak di Desa Wisata Sade.
Meski begitu, popularitas Mandalika tidak melulu karena event balap kelas dunia dan keindahan alamnya saja.
Kalau diselami lebih mendalam, daya tarik Mandalika juga bisa dilihat dari sisi budaya dan tradisi yang sudah dilakukan secara turun temurun, seperti legenda Bau Nyale yang konon menjadi cikal bakal lahirnya kawasan Mandalika.
Legenda Putri Mandalika
Ternyata, nama “Mandalika” bukan sembarang nama. Berdasarkan legenda yang dipercaya masyarakat lokal, nama Mandalika diambil dari legenda Suku Sasak tentang Putri Mandalika, yang menarik dijadikan storynomic tourism. Lantas, apa kaitan antara Putri Mandalika dengan nama “Mandalika” yang kini menjadi kawasan Destinasi Pariwisata Super Prioritas?
Menurut masyarakat lokal, ada sepasang raja dan ratu dari sebuah kerajaan melahirkan seorang putri berparas cantik bernama Putri Mandalika. Saking cantiknya, banyak pria dari kerajaan lain yang tertarik ingin mempersuntingnya. Karena bingung, Putri Mandalika bertapa mencari petunjuk, dan akhirnya mengundang seluruh pangeran untuk berkumpul pada tanggal 20 bulan 10 penanggalan Sasak di Pantai Seger untuk memberi tahu keputusan yang diambilnya.
Kala itu, Putri Mandalika mengatakan jika ia menerima semua pinangan para pangeran. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah perselisihan. Di tengah para pangeran yang kebingungan, secara mengejutkan Putri Mandalika yang berdiri di atas sebuah batu menjatuhkan dirinya ke arah laut. Tentunya hal ini membuat para pangeran bingung dan berusaha menyelamatkan sang putri. Namun, Putri Mandalika tidak bisa ditemukan karena telah hanyut terbawa ombak.
Uniknya, saat pencarian tersebut, secara tiba-tiba muncul banyak binatang kecil yang menyerupai cacing warna-warni, atau dikenal dengan sebutan “nyale”. Berawal dari sinilah akhirnya warga lokal mempercayai nyale merupakan jelmaan Putri Mandalika yang berupaya menjaga kedamaian dan keharmonisan di kawasan tersebut.
Makna Legenda Bau Nyale di Mandalika
Pilihan “ekstrem” yang dipilih Putri Mandalika menjadi sebuah kenangan mendalam bagi masyarakat Suku Sasak. Untuk mengenang sang putri, masyarakat Suku Sasak rutin mengadakan Upacara Bau Nyale. Tradisi ini dimulai dengan sangkep atau pertemuan para tokoh untuk menentukan hari baik: tanggal 20 bulan 10 kalender Sasak, yang dipercaya menjadi waktu keluarnya nyale. Bahkan, tradisi ini sudah menjadi festival tahunan yang dikenal dengan “Festival Bau Nyale”.
Festival Budaya Bau Nyale dilakukan masyarakat lokal dengan berkumpul di Pantai Seger pada sore hari, dan dilanjutkan dengan mengadakan peresean (berkemah) hingga tengah malam. Proses menangkap nyale atau cacing laut dilakukan pada dini hari hingga terbit fajar. Nantinya, nyale-nyale yang berhasil ditangkap akan dimasak dan disantap langsung oleh masyarakat lokal. Menurut kepercayaan, cara ini dilakukan sebagai bentuk cinta kasih kepada Putri Mandalika.
Dalam Festival Bau Nyale juga diisi dengan berbagai kesenian tradisional, seperti betandak (berbalas pantun), bejambik (pemberian cinderamata kepada kekasih), dan dilanjutkan dengan belancaran (pesiar dengan perahu). Tak hanya dengan menggelar Festival Bau Nyale, untuk menghormati pengorbanan sang putri, di kawasan Mandalika juga dibangun patung yang menggambarkan Putri Mandalika, Sob!
Sumber : kemenparekraf.go.id
Penulis : Tam
BUDAYA
Kadin Sultra Dukung Penari Asal Sultra Tampil di Istana Negara
KENDARI, Bursabisnis. id – Sebanyak 170 penari asal Sulawesi Tenggara (Sultra) akan tampil dengan membawakan tarian kolosal pada Peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-80, 17 Agustus 2025 di Istana Negara, Jakarta.
Meski mendapat panggilan mendadak dan waktu persiapan yang mepet, kesiapan para penari ini didukung penuh oleh berbagai pihak, termasuk Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Sulawesi Tenggara.
Pelatih tari, Sukrin, mengatakan bahwa timnya dihubungi kurang dari sebulan sebelum hari H.
“Waktu kami sangat mepet. Kami latihan tidak sampai dua minggu,” jelas Sukrin pada Senin, 11 Agustus 2025.
Untuk mengejar ketertinggalan, para penari berlatih keras dari jam 8 pagi hingga jam 8 malam. Tim ini juga mendapat bimbingan langsung dari kurator Istana yang bertolak kembali ke Jakarta pada 12 Agustus 2025.
Sukrin menjelaskan, timnya akan menampilkan Tari Sajomo Ane Posasa, sebuah kreasi baru yang memadukan tari tradisional Wakatobi, Tari Sajomo Ane, dengan semangat persatuan.
“Tari Sajomo Ane ini melambangkan perjuangan dan kegigihan masyarakat Tomia, Wakatobi, sementara Posasa dalam bahasa Wakatobi berarti persatuan,” paparnya.
Perpaduan ini sejalan dengan tema HUT RI ke-80, yaitu “Bersatu Berdaulat, Rakyat Sejahtera Indonesia Maju.”
Sukrin berharap tarian ini dapat menyuarakan semangat persatuan dalam keberagaman suku di Indonesia.
Tim penari, yang sebagian besar berasal dari Wakatobi, juga melibatkan penari dari Sanggar Tari Wanci dan Kendari, sebagai wujud dari semangat persatuan yang mereka usung.
“Kami membawa nama Wakatobi, tetapi kami melibatkan penari dari sanggar lain untuk menunjukkan persatuan. Penarinya sendiri asli dari Wakatobi,” ujar Sukrin.
Ia juga menambahkan bahwa para penari tidak akan beristirahat di Jakarta dan akan terus berjuang agar dapat tampil maksimal.
Tim penari dijadwalkan berangkat ke Jakarta pada 13 Agustus 2025 dan akan langsung mengikuti gladi bersih di Istana pada 14 Agustus 2025.
“Alhamdulillah, bupati Wakatobi sangat mensupport kegiatan ini, termasuk dukungan dari KADIN Sulawesi Tenggara yang mendukung penuh persiapan kami dan memfasilitasi anak-anak (penari) ke Jakarta untuk tampil menari kolosal di Istana Presiden,” tutup Sukrin.
Laporan : Tam
BUDAYA
Tradisi Malam Kajiri Diyakini Masyarakat Wakatobi Sebagai Turunnya Lailatul Qadar
Tradisi Malam Kajiri Diyakini Masyarakat Wakatobi Sebagai Turunnya Lailatul Qadar
WAKATOBI, Bursabisnis.id – Tradisi Kajiri diyakini sebagai turunya Lailatul Qadar Oleh masyarakat Kabupaten Wakatobi khususnya bagi masyarakat Pulau Wangi-wangi.
Tradisi ini ditandai dengan Kegiatan Hepatirangga (bahasa daerah) yaitu mewarnai kuku dengan menggunakan daun pacar yang ditumbuk sampai halus kemudian dibalutkan pada kuku, baik laki-laki maupun perempuan.
Tradisi ini sudah dilakukan sejak zaman dahulu sebagai bentuk kesukuran masyarakat atas turunnya Lailatul kadar di malam ke-27 Ramadhan.
Kegiatan ini dilakukan masih sangat tradisional, dengan cara menghaluskan daun pacar yang ditumbuk sampai halus kemudian dibalutkan ke kuku. Konon di zaman dahulu untuk menghaluskan daun pacar dilakukan dengan cara dikunyah sampai halus, lalu diletakan pada kuku dan dibalut dengan dedaunan (daun pohon orami maupun balande / bahasa daerah).
” Kajiri ini adalah tradisi yang selalu dilakukan masyarakat Wakatobi khususnya Wangi-wangi dan itu memang sudah dari zaman dahulu yang dikaitkan dengan nilai-nilai keislaman yang tumbuh di masyarakat, malam itu diyakini oleh masyarakat sebagai malam tutupnya Lailatul Qadar, ” kata tokoh adat La Ode Muhdar pada Rabu, 26 Maret 2025.
Paturangga (bahasa daerah) atau daun pacar swlin digunakan sebagai tanda datangnya malam Lailatul Qadar juga digunakan masyarakat setempat untuk membalut luka karena tekstur daun yang dingin dipercaya dapat menyembuhkan luka.
Tradisi mewarnai kuku ini, bisa berlangsung hingga dua malam mulai dari malam ke 27 ramadhan.
Laporan : Syaiful
Editor : Tam
BUDAYA
Yang Mulia La Ode Kariu Dilantik Jadi Sultan Buton
BAUBAU, Bursabisnis.id – Setelah melalui proses yang cukup panjang, mulai dari prosesi Tiliki, Buataka Katange, Kambojai, Fali, Sokaiyana Pau sampai kepada prosesi Bulilingiana Pau atau pelantikan Sultan Buton, akhirnya Yang Mulia (YM) Drs H La Ode Kariu sah menjabat sebagai Sultan Buton atau Laki Wolio.
Prosesi Bulilingina Pau atau pelantikan Sultan Buton La Ode Kariu dilaksanakan pada Jumat, 29 November 2024.
Prosesi ini dihadiri langsung Ketua Umum Forum Silaturahmi Keraton Nusantara (FSKN) YM Karaeng Turikale VIII Maros Brigjen (Pol) Dr AA Mapparesa , MM, M.Si bersama sejumlah Raja dan Sultan Se-Nusantara, termasuk raja-raja yang ada di Sulawesi Tenggara tergabung dalam FSKN dan juga Raja Timor yang sekarang masuk dalam negara Timor Leste.
Dalam sambutannya, Ketua umum FSKN YM Karaeng Turikale VIII Maros Brigjend (Pol) Dr AA Mapparesa, MM.M.Si memberikan dukungan sepenuhnya kepada La Ode Kariu yang sudah sah menjabat sebagai Sultan Buton dan kemudian menjadi anggota FSKN.
”Paduka yang Mulia Sultan Buton atas nama seluruh Raja dan Sultan kami menyampaikan ucapan selamat, ucapan tersyakur atas amanah yang mulia peroleh dari seluruh kerabat kita seluruh masyarakat yang ada di Kesultanan maupun di Pulau Buton ini. Kami yakin kita adalah partner strategis pemerintah khususnya di dalam pelestarian pemajuan dan pewarisan nilai-nilai budaya yang diwariskan oleh para leluhur untuk diwariskan kembali secara positif nilai-nilai ini kepada generasi penerus kita,” ujarnya.
YM AA Mapparesa mewakili Raja dan Sultan yang ada di Nusantara ini menyampaikan apresiasi dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Pj Wali Kota Baubau Dr H Muh Rasman Manafi, SP, M.Si, sebab pihaknya sangat paham betul bagaimana proses yang dilakukan baik melalui proses adat maupun melalui pemerintah.
Ini suatu langkah positif dari Pemkot Baubau untuk membuat warga masyarakat tetap bersatu, karena yang paling mahal adalah persatuan.
Begitu pula dengan apa yang dilakukan dengan pelantikan Sultan Buton sebagai puncak acara yang dilaksanakan pada hari Jumat, yang merupakan hari yang sangat berkah dilaksanakan penobatan secara Islami di masjid dan dilanjutkan secara adat di Baruga.
”Inilah salah satu prosesi adat yang menurut catatan kami lengkap dan disaksikan oleh pemerintah setempat. Insya Allah Yang Mulia Sultan Buton, tetap berada di dalam FSKN Nusantara dan kami berharap pula seluruh kerabat kami di kesultanan maupun seluruh warga Baubau, mohon dukungan kiranya kita semua ini bisa melestarikan dan mewariskan budaya kita secara baik kepada generasi penerus kita. Dan hari ini Kesultanan Buton dan Pemkot Baubau telah mengukir sejarah bahwa inilah pelestarian adat dan pemajuan budaya yang menjadi mercusuar untuk nusantara kita,” tutupnya.
Penulis : Icha
Editor : Tam
-
ENTERTAINMENT6 years agoInul Vista Tawarkan Promo Karaoke Hemat Bagi Pelajar dan Mahasiswa
-
Rupa-rupa6 years agoDihadiri 4000 Peserta, Esku UHO dan Inklusi Keuangan OJK Sukses Digelar
-
PASAR6 years agoJelang HPS 2019, TPID: Harga Kebutuhan Pokok Relatif Stabil
-
Entrepreneur6 years agoRumah Kreatif Hj Nirna Sediakan Oleh-oleh Khas Sultra
-
Fokus6 years agoTenaga Pendamping BPNT Dinilai Tidak Transparan, Penerima Manfaat Bingung Saldo Nol Rupiah
-
FINANCE6 years agoOJK Sultra Imbau Entrepreneur Muda Identifikasi Pinjol Ilegal Melalui 2L
-
Fokus5 months agoUsai Harumkan Nama Wakatobi, Pelatih Atlit Peraih Medali Emas Jual Hp Untuk Ongkos Pulang
-
Entrepreneur6 years agoMengenal Sosok Pengusaha Syarifuddin Daeng Punna yang Pantang Menyerah Berusaha
