PERTAMBANGAN
Menanti Jerat Pidana Perusak Lingkungan Pulau Kabaena

KENDARI, Bursabisnis.id – Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH) bentukan Presiden Prabowo Subianto menyegel lahan pertambangan nikel PT Tonia Mitra Sejahtera (TMS) yang beroperasi di Pulau Kabaena, Sulawesi Tenggara (Sultra) pada 11 September 2025.
Andi Rahman, Direktur Eksekutif Walhi Sultra mengkritik kinerja satgas yang terkesan setengah hati.
Sebab Satgas hanya melihat pelanggaran yang terjadi sebagai peluang menuntut ganti rugi dan mengabaikan aspek pidana lingkungan.
Sementara Dhany Alfalah, peneliti Satya Bumi mempertanyakan, langkah satgas yang hanya menyegel TMS.
Padahal, ada banyak perusahaan lain di Kabaena yang juga beroperasi di hutan lindung. Data Satya Bumi menyebut, setidaknya 16 perusahaan tambang nikel beroperasi di Kabaena. Penyegelan TMS dia nilai sebagai tindakan tebang pilih pemerintah.
Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K), plus Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PPU-XXI/2023 melarang aktivitas tambang di pesisir dan pulau-pulau kecil karena berisiko menimbulkan kerusakan lingkungan yang tidak dapat dipulihkan (irreversible).
Rangkaian sorotan tersebut dirangkum sebagaimana pemberitaan laman mongabay.co.id.
Dalam pemberigaan media ini mengulas kinerja Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan (PKH) bentukan Presiden Prabowo Subianto menyegel lahan pertambangan nikel PT Tonia Mitra Sejahtera (TMS) yang beroperasi di Pulau Kabaena, Sulawesi Tenggara (Sultra), 11 September 2025.
Satgas memasang segel plang besi di areal TMS dengan tulisan, “Areal pertambangan PT Tonia Sejahtera seluas 172,82 hektar dalam penguasaan Pemerintah Republik Indonesia c.q Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH), berdasarkan Peraturan Presiden No.5/ 2025 tentang Penertiban Hutan.”
Satgas PKH melarang segala aktivitas di kawasan itu tanpa izin.
Sebagaimana dilansid dari laman Mongabay. co.id bahwa sudah berusaha mengkonfirmasi penyegelan ini ke Anang Supriatna, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kepala Seksi (Kasi) Penkum Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra, Rahman, pada Senin (22/9/25) tetapi tak mendapat respons.
Mengutip pemberitaan media ini di Sultra, tindakan penyegelan dipimpin Ketua Satgas PKH juga Jaksa Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Febrie Adriansyah.
Andi Rahman, Direktur Eksekutif Walh Sultra mengkritik kinerja satgas yang terkesan setengah hati. Dia menilai, Satgas hanya melihat pelanggaran yang terjadi sebagai peluang menuntut ganti rugi dan mengabaikan aspek pidana lingkungan.
Sebelumnya, Walhi Sultra sudah menyampaikan laporan ke Satgas PKH atau ke Kejagung terkait aktivitas pertambangan, termasuk TMS yang menyalahi aturan hingga menyebabkan negara merugi sekitar Rp200 triliun.
Rahman melihat, satgas salah satunya, bertujuan mengejar kerugian negara dari industri nikel dan perkebunan, yang ibaratkan hanya “mencari cuan.”
“Satgas ini menggunakan Undang-undang Cipta Kerja, khusus Pasal 100A dan 100B, dengan target administrasi pemutihan, bukan pidana,” katanya.
Pasal 100A mengatur tentang sertifikasi standar sebagai pernyataan pelaku usaha untuk memenuhi standar usaha untuk melakukan kegiatan usahanya.
Pasal 100B soal sertifikat standar usaha yang pemerintah pusat atau pemerintah daerah terbitkan, berdasarkan hasil verifikasi pemenuhan standar pelaksanaan kegiatan usaha oleh pelaku usaha.
Pemerintah, kata Rahman, seharusnya menggunakan dua aturan: selain mengejar kerugian dan sanksi administrasi, juga UU Kehutanan dan atau UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terkait tindak pidananya.
Dia khawatir upaya pemerintah yang hanya fokus menerapkan sanksi administrasi di kasus-kasus serupa akan menjadi praktik “bagi hasil terselubung” dari kegiatan ilegal. “Begitu ganti rugi dibayar, lalu dilakukan pemutihan. Ini sama artinya melegalisasi sesuatu yang sebelumnya ilegal.”
Dia contohkan skema penyelesaian di perkebunan, di mana pemutihan berarti perusahaan hanya wajib mengganti rugi, lalu mendapat izin untuk melanjutkan kegiatannya. Kalau itu yang terjadi, keberadaan satgas hanya untuk mencari uang ketimbang memulihkan lingkungan yang rusak dan menjerat pidana pelakunya.
“Pelaku usaha nakal akan diuntungkan karena tidak ada sanksi pidana yang mereka dapatkan, hanya bagi hasil,” katanya.
Rahman pun mempertanyakan langkah konkret Prabowo dalam mengejar 1.063 penambang ilegal.
Aktivitas TMS di Pulau Kabaena sarat dengan kritik karena meninggalkan jejak kerusakan yang berdampak luas secara ekologis dan sosial.
Riset oleh Walhi Sultra dan Satya Bumi menyebut, aktivitas TMS mendorong hilangnya tutupan hutan seluas 285 hektar dari total 3.374 hektar hutan di pulau ini sepanjang 2012-2022.
Bukan hanya daratan yang terdampak, limbah tambang yang mengalir ke sungai dan laut memicu pencemaran berat: logam seperti nikel dan kadmium melampaui ambang batas aman.
Air laut yang keruh dan sedimen beracun kini mengancam keberlanjutan ekosistem laut, termasuk terumbu karang yang menjadi sumber penghidupan warga.
Ancam Suku Bajo
Bagi masyarakat lokal, termasuk Suku Bajo dan Moronene, perubahan ini terasa langsung. Laut yang dulu menjadi sumber pangan utama kini makin miskin ikan, membuat nelayan kehilangan mata pencaharian.
Hasil tangkapan merosot drastis, dan banyak warga mulai mengalami masalah kesehatan seperti iritasi kulit, infeksi saluran pernapasan, hingga penyakit terkait kualitas air.
Aktivitas tambang juga menciptakan ketegangan sosial karena sebagian warga menolak operasi TMS, sementara sebagian lain bekerja di perusahaan demi bertahan hidup.
Dhany Alfalah, peneliti Satya Bumi yang menyusun dua laporan mengenai dampak penambangan nikel di Kabaena mengapresiasi langkah pemerintah menyegel aktivitas TMS. Namun, jauh lebih penting adalah tindak lanjut dari penyegelan itu.
“Memang plang itu tuh dipasang di sana, tapi pada praktiknya pekerja-pekerja itu sudah mulai masuk lagi. Manajemennya pun baru. Nah, ini perlu digali lebih dalam,” katanya kepada Mongabay.co.id.
Dia juga mempertanyakan langkah satgas yang hanya menyegel TMS. Padahal, ada banyak perusahaan lain di Kabaena yang juga beroperasi di hutan lindung.
Data Satya Bumi menyebut, setidaknya 16 perusahaan tambang nikel beroperasi di Kabaena. Penyegelan TMS dia nilai sebagai tindakan tebang pilih pemerintah.
TMS yang beroperasi di Desa Lengora Pantai, bagian timur Kabaena, dituding berkontribusi besar terhadap rusaknya lingkungan laut. Pengelolaan limbah yang buruk menyebabkan sedimentasi di laut.
Selain itu, penambangan di lintasan bukit membuat area itu rawan longsor. Pada 2021, penambangan TMS mengganggu pasokan air di sekitar Kabaena Timur, menyebabkan warga kesulitan mendapatkan air bersih.
Sanksi administrasi dianggap tidak cukup untuk TMS, mengingat perusahaan ini diduga menambang dan mengirimkan sekitar 4.000 tongkang nikel sejak awal operasinya, dengan potensi pengiriman 80 tongkang per bulan, masing-masing berisi hingga 10.000 ton.
Satya Bumi mendorong, agar kerusakan lingkungan dampak operasi TMS masuk hitungan berdasarkan kerugian ekologis dan harus pemulihan.
Bagi Satya Bumi, tidak ada alasan untuk tetap melanjutkan perizinan menambang di Kabaena yang termasuk pulau kecil. UU Nomor 27/ 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (UU PWP3K), diperkuat Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PPU-XXI/2023 melarang tambang di pesisir dan pulau-pulau kecil. Karena berisiko menimbulkan kerusakan lingkungan yang tidak dapat dipulihkan (irreversible).
Sumber : mongabay.co.id
PERTAMBANGAN
Kadin Sultra Usul Pengelolaan Aspal Buton Masuk Program Strategis Nasional

KENDARI, Bursabisnis. id – Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Anton Timbang mendorong hilirisasi dan pengembangan aspal Buton, sebagai salah satu prioritas utama investasi daerah.
Anton Timbang, mengusulkan agar pengelolaan aspal Buton ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), mengingat besarnya potensi dan dampak ekonomi yang dapat dihasilkan.
Usulan ini pernah disampaikan Anton dalam Rapat Pimpinan Provinsi (Rapimprov) Kadin Sultra, akhir Agustus 2025 lalu.
Rapimprov tersebut dihadiri Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian dan Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Bakrie.
Anton menjelaskan, aspal Buton memiliki potensi cadangan terbesar di dunia dan kualitasnya setara dengan aspal minyak.
Karena itu, ide dan gagasan pengembangan investasi aspal Buton sudah disampaikan kepada Menteri Investasi, Rosan Roeslani.
“Investasi aspal ini sangat penting. Saya sudah sampaikan kepada Pak Menteri Investasi, bahwa potensi aspal Buton adalah yang terbesar di dunia. Saya kira ini layak untuk dijadikan program strategi nasional. Karena aspal ini luar biasa dan tidak kalah dengan aspal minyak,” jelasnya.
Menurut Anton, dengan masuknya hilirisasi aspal Buton dalam proyek prioritas nasional, diharapkan mampu mengangkat kembali kejayaan Buton sebagai satu-satunya daerah penghasil aspal alam di Indonesia.
Selain itu, proyek ini dinilai sebagai contoh nyata transformasi ekonomi berbasis sumber daya lokal yang berkelanjutan.
Kadin Sultra menilai pengembangan sektor ini tidak hanya akan mendorong pertumbuhan industri, tetapi juga menciptakan ribuan lapangan kerja baru bagi masyarakat lokal.
Sektor pertanian dan perikanan pun diproyeksikan ikut terdongkrak, melalui peningkatan permintaan bahan pangan, akibat pertumbuhan ekonomi yang dipicu oleh proyek aspal.
“Proyek ini akan berperan strategis dalam memperkuat perekonomian Sultra, serta mendukung pembangunan infrastruktur nasional,” ujarnya.
Anton Timbang sangat yakin, dengan komitmen kuat dari seluruh pihak, aspal Buton akan menjadi penggerak ekonomi baru, yang mampu membawa manfaat besar bagi masyarakat dan daerah.
Laporan : Tam
PERTAMBANGAN
25 Perusahaan Tambang di Sultra Dihentikan Sementara Operasinya

25 Perusahaan Tambang di Sultra Dihentikan Sementara Operasinya
KENDARI, Bursabisnis. id – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia (ESDM RI) resmi menghentikan sementara aktivitas 190 perusahaan tambang di Indonesia.
Dari jumlah 190 perusahaan, 25 perusahaan tambang nikel di Sulawesi Tenggara (Sultra) turut dikenakan sanksi administratif.
Sanksi tersebut tertuang dalam Surat Nomor T-1533/MB.07/DJB.T/2025 tanggal 18 September 2025 yang ditandatangani Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Tri Winarno, atas nama Menteri ESDM.
Penghentian sementara dijatuhkan lantaran perusahaan-perusahaan tersebut tidak menempatkan jaminan reklamasi dan pascatambang sesuai ketentuan yang berlaku, meski sebelumnya telah diberikan tiga kali surat peringatan administratif.
“Pemegang IUP yang dikenakan sanksi tetap wajib melaksanakan pengelolaan, pemeliharaan, perawatan, dan pemantauan pertambangan termasuk lingkungan di wilayah izin usaha pertambangan,” bunyi surat tersebut.
Sanksi otomatis akan dicabut apabila perusahaan segera mengajukan dokumen rencana reklamasi dan menempatkan jaminan reklamasi hingga tahun 2025.
Kebijakan tersebut merupakan tindak lanjut dari sejumlah surat peringatan sebelumnya terkait kewajiban penempatan jaminan reklamasi dan pascatambang.
Daftar 25 Perusahaan Tambang Nikel di Sultra yang disanksi yaitu:
1. PT Bumi Raya Makmur Mandiri
2. PT Cipta Djaya Selaras Mining
3. PT Dharma Bumi Kendari
4. PT Duta Tambang Gunung Perkasa
5. PT Era Utama Perkasa
6. PT Geomineral Inti Perkasa
7. . PT Hikari Jeindo
8. PT Indra Bumi Mulia
9. PT Karunia Sejahtera Mandiri
10. PT Maesa Optimalah Mineral
11. PT Meta Mineral Perdana
12. . PT Multi Bumi Sejahtera
13. PT Pandu Urane Perkasa
14. PT Panji Nugraha Sakti
15. PT Putra Kendari Sejahtera
16. PT Rizqi Biokas Pratama
17. PT Suria Lintas Gemilang
18. PT Trised Mega Cemerlang
19. PT Wijaya Nikel Nusantara
20. CV Indah Sari
21. PT Ratok Mining
22. PT Bumi Indonesia Bersinar
23. PT Karya Usaha Aneka Tambang Solok Selatan Indonesia
24. PT Mineral Sukses Makmur
25. PT Tambang Sungai Suir
Sumber : dari berbagai sumber
Laporan : Tam
PERTAMBANGAN
Ketua Pelaksana Satgas PKH, Febrie Adriansyah : Satgas Sudah Kuasai Kembali 3,3 Juta Hektar

JAKARTA, Bursabisnis.id – Total luas kawasan hutan yang berhasil dikuasai kembali Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) di bawah kepemimpinan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM-Pidsus) Febrie Adriansyah selaku Ketua Pelaksana mencapai 3.312.022,75 hektare (ha).
Upaya negara menegakkan kedaulatan atas sumber daya alam (SDA) kembali menunjukkan hasil nyata. Satgas PKH berhasil menguasai kembali jutaan hektare kawasan hutan negara yang selama ini dimanfaatkan secara ilegal.
Dari jumlah tersebut, 915.206,46 ha sudah diserahkan kepada kementerian terkait. Rinciannya, 833.413,46 ha dialokasikan kepada PT Agrinas untuk pengelolaan produktif, sementara 81.793,00 ha dikembalikan sebagai kawasan konservasi di Taman Nasional Tesso Nilo, Riau.
Adapun sisanya, 2.398.816,29 ha, masih dalam proses administrasi dan segera diserahkan kepada kementerian terkait.
Tak hanya perkebunan kelapa sawit ilegal, Satgas PKH kini menargetkan penertiban usaha pertambangan dalam kawasan hutan tanpa izin (IPPKH).
Berdasarkan data awal, luas kawasan hutan yang akan dikuasai kembali akibat aktivitas tambang ilegal ini mencapai 4.265.376,32 ha.
“Hasil penguasaan kembali tersebut akan diserahkan sementara melalui Kementerian BUMN kepada Mining Industry Indonesia (MIND ID) untuk dikelola, sehingga dapat memberikan manfaat langsung bagi negara dan masyarakat,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Anang Supriatna dikutip dari laman Indonesia.go.id.
Ketua Pelaksana Satgas PKH, Febrie Adriansyah menegaskan, pendekatan penertiban kawasan hutan tidak hanya berorientasi pada pidana, melainkan mengutamakan penguasaan kembali kawasan hutan oleh negara.
Menurut dia, para pelaku diwajibkan mengembalikan seluruh keuntungan yang diperoleh secara tidak sah kepada negara.
“Apabila ada pihak yang tidak kooperatif atau mencoba menghambat implementasi kebijakan ini, penyelesaian dapat ditingkatkan ke ranah penegakan hukum pidana, baik berdasarkan hukum administrasi, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, maupun Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),” tegas dia.
Langkah tegas ini diharapkan mendapat respons positif dari para pelaku usaha. Keberhasilan implementasi akan memperkuat posisi negara dalam mengelola sumber daya alam demi kepentingan rakyat. Sebaliknya, kegagalan akan berimplikasi pada penindakan hukum yang lebih keras.
Dengan dukungan lintas lembaga, langkah penertiban kawasan hutan ini menandai komitmen negara untuk mengembalikan hak rakyat atas sumber daya alam, sekaligus menjadi pesan kuat bahwa pengelolaan hutan tidak boleh lagi dimonopoli secara ilegal.
Sumber : Indonesia.go.id
Laporan : Tam
-
ENTERTAINMENT6 years ago
Inul Vista Tawarkan Promo Karaoke Hemat Bagi Pelajar dan Mahasiswa
-
Rupa-rupa6 years ago
Dihadiri 4000 Peserta, Esku UHO dan Inklusi Keuangan OJK Sukses Digelar
-
PASAR6 years ago
Jelang HPS 2019, TPID: Harga Kebutuhan Pokok Relatif Stabil
-
Entrepreneur6 years ago
Rumah Kreatif Hj Nirna Sediakan Oleh-oleh Khas Sultra
-
Fokus6 years ago
Tenaga Pendamping BPNT Dinilai Tidak Transparan, Penerima Manfaat Bingung Saldo Nol Rupiah
-
FINANCE6 years ago
OJK Sultra Imbau Entrepreneur Muda Identifikasi Pinjol Ilegal Melalui 2L
-
Fokus3 months ago
Usai Harumkan Nama Wakatobi, Pelatih Atlit Peraih Medali Emas Jual Hp Untuk Ongkos Pulang
-
Entrepreneur6 years ago
Mengenal Sosok Pengusaha Syarifuddin Daeng Punna yang Pantang Menyerah Berusaha