FINANCE
OJK Melarang PUJK Menyertakan Klausal ini Dalam Perjanjian Kredit

KENDARI, BursaBisnis.id – Berdasarkan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) RI Nomor 13/SOJK.07 Tahun 2014 tentang perjanjian baku, OJK mengatur terkait apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan PUJK dalam mengelola perusahaannya. Sehubungan dengan berlakunya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, maka perlu diatur ketentuan mengenai petunjuk pelaksanaan untuk menyesuaikan klausula dalam perjanjian baku, sebagaimana diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 22, dalam surat edaran Nomor 13/SOJK.07 Tahun 2014.
Olehnya itu, OJK mewanti-wanti konsumen agar selalu teliti dan membaca serta mempelajari terlebih dahulu, isi Perjanjian Kredit (PK) sebelum menandatanganinya. Hal ini dimaksudkan untuk menhindari terjadinya perselisihan antara PUJK dan konsumen.
Kepala Sub Bagian Pengawasan Bank II OJK Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Ridhony Hutasoit mengungkapkan, bahwa dalam surat edaran itu sudah jelas mengatur terkait klausul apa saja yang diperbolehkan dan dilarang, untuk dituangkan dalam PK setiap PUJK dan konsumennya.
Disebutkannya, salah satu hal mendasar yang ditekankan dalam surat edaran tersebut, yakni larangan penyertaan klausul yang menyatakan bahwa Konsumen tunduk pada peraturan baru,tambahan, lanjutan dan/atau perubahan yang dibuat secara sepihak oleh PUJK, dalam masa konsumen memanfaatkan produk dan/atau
layanan yang dibelinya.
“Hal ini harus diketahui masyarakat sebagai konsumen. Apabila terjadi seperti ini, maka silahkan menyurat ke PUJK yang kemudian ditembuskan ke OJK, dan PUJK akan diberikan waktu selama 20 hari untuk menanggapi dan menyelesaikan hal ini, jika tidak ditindaklanjuti maka konsumen bisa memasukan aduannya kepada kami untuk selanjutnya kami tindaklanjuti,” ujarnya, saat dikonfirmasi di Kantor OJK Provinsi Sultra, Senin 2 Oktober 2017.
Menurut dia, berdasarkan aturan yang ada, ketentuan baru hanya bisa berlaku pada PK yang dilakukan setelah kebijakan itu keluar, tapi jika PK sudah berjalan maka ketentuan baru itu tidak berlaku. Apabila hal ini dilakukan PUJK, maka pelaku usaha tersebut jelas telah melakukan pelanggaran.
Sedangkan untuk ketentuan dalam PK, PUJK diberikan ruang untuk mengaturnya sesuai dengan aturan yang berlaku. Salah satu persoalan yang juga kerap dipertanyakan publik yakni penerapan denda. Ridhony menyebutkan, bahwa penerapan denda dikembalikan pada ketentuan masing-masing PUJK. Bahkan, OJK tak memberikan batasan persentase pembebanan denda terhadap konsumen.
“Yang terpenting adalah, PUJK wajib memenuhi keseimbangan, keadilan, dan kewajaran dalam pembuatan perjanjian dengan konsumen,” jelas Ridhony.
Ditempat yang sama, Staf Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Provinsi Sultra, Achmad Zaelani mengatakan, kesepakatan yang ditandatangani bersama antara PUJK dan konsumen merupakan undang-undang bagi kedua entitas tersebut. Hanya saja, PUJK memiliki kewajiban untuk membacakan isi PK terlebih dahulu, sebelum konsumen menandatangani perjanjian tersebut.
“Jika PK tersebut sudah ditandatangani, maka secara otomatis berlaku lah pula aturan perdatanya, dimana kedua entitas harus melaksanakan perjanjian tersebut sesuai dengan klausal dalam PK,” katanya. (TNC/Red)
FINANCE
Ini Ciri-ciri Pinjaman Online Ilegal dan Legal

KENDARI, Bursabisnis.id – Maraknya pinjaman online (pinjol) ilegal belakangan ini telah menimbulkan keresahan di masyarakat. Tak jarang, mereka yang terjebak menerima perlakuan tak etis, bahkan teror saat ditagih pinjol ilegal.
Karena itu, sangat penting bagi masyarakat untuk mengetahui ciri-ciri pinjaman online yang legal dan ilegal. Dengan begitu, masyarakat dapat terhindar dari jerat utang serta praktik-praktik tak etis dalam penagihannya.
Dilansir dari laman resmi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), berikut ciri-ciri pinjaman online (Pinjol) ilegal/tidak resmi :
1. Tidak terdaftar/tidak berizin dari OJK
2. Menggunakan SMS/Whatsapp dalam memberikan penawaran
3. Pemberian pinjaman sangat mudah
4. Bunga atau biaya pinjaman serta denda tidak jelas
5. Ancaman teror, intimidasi, pelecehan bagi peminjam yang tidak bisa membayar
6. Tidak mempunyai layanan pengaduan
7. Tidak mengantongi identitas pengurus dan alamat kantor yang tidak jelas
8. Meminta akses seluruh data pribadi yang ada di dalam gawai peminjam
9. Pihak yang menagih tidak mengantongi sertifikasi penagihan yang dikeluarkan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI)
Sementara itu, perusahaan pemberi pinjaman online (Pinjol) yang legal/resmi memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut:
1. Terdaftar/berizin dari OJK
2. Pinjol legal tidak pernah menawarkan melalui saluran komunikasi pribadi
3. Pemberian pinjam akan diseleksi terlebih dahulu
4. Bunga atau biaya pinjaman transparan
5. Peminjam yang tidak dapat membayar setelah batas waktu 90 hari akan masuk ke daftar hitam
(blacklist) Fintech Data Center sehingga peminjam tidak dapat meminjam dana ke platform fintech yang lain
6. Mempunyai layanan pengaduan
7. Mengantongi identitas pengurus dan alamat kantor yang jelas
8. Hanya mengizinkan akses kamera, mikrofon, dan lokasi pada gawai peminjam
9. Pihak penagih wajib memiliki sertifikasi penagihan yang diterbitkan oleh AFPI.
Sumber : ojk.go.id
Penulis : Icha
FINANCE
Pandemic Fund Langkah Konkret Anggota G20 yang Berdampak Global

JAKARTA, bursabisnis.id – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut peluncuran dana pandemi atau pandemic fund yang telah diresmikan Presiden Joko Widodo merupakan langkah konkret dari pertemuan negara-negara G20.
“Dengan diluncurkannya dana pandemi ini yang merupakan tonggak sangat penting, ini akan memberikan titik awal bagi kita semua untuk menunjukkan kepada dunia bahwa G20 mampu menghasilkan tindakan nyata yang dapat memiliki dampak global,” ujar Menkeu dalam Launching Pandemic Fund di Nusa Dua, Bali sebagaimana dilansir dari laman kemenkeu.go.id.
Lebih lanjut, Menkeu mengatakan G20 Joint Finance Health Task Force dengan dukungan dari Sekretariat, Bank Dunia, dan World Health Organization (WHO) telah berperan dalam menyelesaikan mandat dari para pemimpin untuk pembentukan pandemic fund.
“Melalui task force, G20 telah memainkan peran yang sangat penting dalam pengembangan dan desain pandemic fund. Kami memiliki keyakinan bahwa G20 juga akan memberikan banyak hasil konkret lainnya, mengingat risiko dari situasi ekonomi global yang terus menuntut perhatian kita,” kata Menkeu.
Adapun pembentukan pandemic fund menggarisbawahi pentingnya komunikasi dan kolaborasi yang perlu dipertahankan bagi seluruh negara anggota G20.
“Terlepas dari perbedaan dan bagaimana kita harus dapat melihat dan menyepakati apa yang paling penting dalam mempersiapkan dunia untuk serangan pandemi berikutnya,” ujar Menkeu.
Sejauh ini, pandemic fund telah berhasil mengumpulkan dana sebesar USD1,4 miliar yang berasal dari 20 kontributor, yaitu anggota G20, negara non G20, dan tiga lembaga filantropis dunia. Menkeu optimis jumlah tersebut dapat terus bertambah.
“Kami mendengar beberapa negara baru yang mereka menjanjikan kontribusi mereka untuk pandemic fund ini. Jadi, kami sebenarnya sangat semangat melihat perkembangan ini,” kata Menkeu.
Seperti yang disampaikan Presiden Joko Widodo, perkiraan kebutuhan pandemic fund mencapai USD31,1 miliar. Menkeu mengungkapkan pandemic fund tersebut bukan satu-satunya instrumen yang digunakan untuk kesiapsiagaan sistem kesehatan.
“Dana ini pasti akan bekerja sama dengan instrumen lain agar kita bisa mengembangkan kemampuan kita untuk bersiap menghadapi pandemi dengan lebih baik. Oleh karena itu, pandemic fund menjadi dana katalis untuk dukungan jangka panjang dari semua lembaga bilateral maupun multilateral. Kami juga berharap partisipasi dari filantropis, serta sektor swasta dapat terus didorong,” ujar Menkeu.
Menkeu menegaskan pandemic fund bukan hanya inisiatif G20, tetapi juga menjadi perhatian global. Maka dari itu, Menkeu menyambut baik kontribusi negara-negara di luar G20 untuk pandemic fund.
“Kami harus terus membangun tata kelola yang inklusif dan juga memperkuat arsitektur kesehatan internasional,” kata Menkeu.
Menkeu juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh anggota G20, negara-negara undangan, organisasi-organisasi internasional, terutama WHO dan Bank Dunia, yang telah mendukung pembentukan pandemic fund.
“Saya ingin menyampaikan apresiasi dan penghargaan atas semua dukungan Anda yang tanpa lelah bekerja sama untuk dapat membentuk pandemic fund ini. Terima kasih banyak,” ujar Menkeu.
Laporan : Rustam
FINANCE
Soal Kinerja OJK Sultra, Bahtra Banong: Ada Bagian Penting yang Harus Dibenahi

Kendari, Bursabisnis.id-Anggota Komisi XI DPR RI, Bahtra Banong mengkritisi kinerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK) seraya memberikan catatan penting untuk segera dibenahi.
Diantaranya, soal kondisi sektor jasa keuangan selama lima tahun ini yang banyak diwarnai kasus gagal bayar oleh perusahaan asuransi.
“Hal tersebut mengakibatkan banyak nasabah yang belum bisa mencairkan dananya di asuransi,” ucapnya.
Lebih lanjut, Bahtra menjelaskan, bahwa penyebab gagal bayar karena tidak prudent dalam melakukan investasi.
“Pada variabel ini, OJK belum mampu mewujudkan penyelenggaraan sektor jasa keuangan yang adil, transparan dan akuntabel,” jelas Bahtra Banong.
Mantan Ketua HMI Provinsi Jawa Barat ini menyebutkan, bahwa selama 5 tahun (2017-2022) pertumbuhan kredit perbankan juga belum mampu optimal sebagaimana pada tahun 2010 hingga 2013, yang mampu tumbuh diatas 20 persen.
Pada tahun 2017, lanjutnya, pertumbuhan kredit hanya mencapai 8, 24 persen, lalu pada 2018 sebesar 12,88 persen. Kemudian, pada tahun 2019 tumbuh 6, 08 persen, tahun 2020 terkontraksi mines 2,41 persen dan pada 2021 tumbuh 5,2 persen serta hingga per Juni 2022 mencapai 10,66 persen.
“Pada variabel ini bisa dikatakan OJK belum mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil,” ujarnya.
Di sisi lain, anggota dewan asal Sulawesi Tenggara (Sultra) ini juga menyinggung soal pengaduan. Sejak 2017 hingga 202, jumlah pengaduan masyarakat meningkat hingga 22 kali lipat.
Bahtra Banong menambahkan, jumlah pengaduan masyarakat pada 2017 hanya mencapai 25,7 ribu pengaduan, sementara pada 2021 melonjak jauh menjadi 592 ribu pengaduan.
“Pada variabel ini, OJK bisa dikatakan belum mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat,” tambahnya
Liputan : Munir
-
ENTERTAINMENT5 years ago
Inul Vista Tawarkan Promo Karaoke Hemat Bagi Pelajar dan Mahasiswa
-
Rupa-rupa5 years ago
Dihadiri 4000 Peserta, Esku UHO dan Inklusi Keuangan OJK Sukses Digelar
-
PASAR5 years ago
Jelang HPS 2019, TPID: Harga Kebutuhan Pokok Relatif Stabil
-
Entrepreneur5 years ago
Rumah Kreatif Hj Nirna Sediakan Oleh-oleh Khas Sultra
-
Fokus5 years ago
Tenaga Pendamping BPNT Dinilai Tidak Transparan, Penerima Manfaat Bingung Saldo Nol Rupiah
-
FINANCE5 years ago
OJK Sultra Imbau Entrepreneur Muda Identifikasi Pinjol Ilegal Melalui 2L
-
Ekonomi Makro5 years ago
Aset Perbankan Syariah Tumbuh 7,10 Persen, Produk Syariah Semakin Diminati
-
Entrepreneur5 years ago
Mengenal Sosok Pengusaha Syarifuddin Daeng Punna yang Pantang Menyerah Berusaha