PERPAJAKAN
Penerimaan Pajak April 2025 Menguat, APBN Surplus Rp 4.3 Triliun
JAKARTA, Bursabisnis.id – Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada April 2025 menuai surplus sebesar Rp4,3 triliun atau 0,02% dari produk domestik bruto (PDB), setelah mengalami defisit selama tiga bulan berturut-turut.
“Januari hingga Maret (2025) waktu itu kita membukukan defisit. Ini karena terutama penerimaan pajak kita yang mengalami beberapa shock seperti restitusi dan adanya adjustment terhadap penghitungan tarif efektif dari TER, dari penerimaan pajak PPh 21,” terang Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Konpers APBN.
Surplus tersebut sejalan dengan membaiknya tren pendapatan negara yang ditandai dengan realisasi penerimaan hingga April 2025 senilai Rp810,5 triliun atau mencapai 27,5% dari target APBN yang sebesar Rp3.005,1 triliun. Sedangkan belanja negara tercatat masih 22,3% dari pagu atau sebesar Rp806,2 triliun.
Adapun pendapatan negara pada periode Januari hingga April 2025 terdiri atas penerimaan pajak sebesar Rp557,10 triliun; kepabeanan dan cukai Rp100 triliun; dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) senilai Rp153,3 triliun.
“Sudah terjadi akselerasi pendapatan negara terutama untuk pajak, bea cukai mengikuti ritme cukup baik. PNBP juga mencapai 30% di kuartal I-2025 plus satu bulan,” imbuh Menkeu.
Resiliensi penerimaan pajak
Hingga akhir April 2025, penerimaan pajak tercatat telah mencapai Rp557,1 triliun atau 25,4% dari target APBN yang sebesar Rp2.189,3 triliun.
Pengamat pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menyatakan di tengah besarnya tantangan penerimaan pajak di awal tahun ini, capaian realisasi tersebut patut diapresiasi.
Fajry lanjut menjelaskan beberapa faktor signifikan penyebab kontraksi penerimaan pajak di awal tahun. Salah satunya adalah peningkatan restitusi khususnya restitusi PPN dan PPh Badan yang per Maret 2025 tercatat mencapai 77% secara tahunan.
“Peningkatan restitusi ini sebagai dampak dari penurunan harga komoditas di tahun 2022 ke 2023. Di samping itu, sebagai dampak dari pelaku usaha yang melakukan front loading sebagai antisipasi ketidakpastian perdagangan internasional pasca terpilihnya Donald Trump,” papar Fajry.
Selain karena restitusi, penghitungan penerimaan pajak di awal tahun juga dipengaruhi oleh penyesuaian mekanisme Tarif Efektif Rata-Rata (TER) yang berdampak signifikan terhadap penerimaan PPh 21.
Akibat penerapan kebijakan tersebut, terjadi lebih bayar PPh 21 sebesar Rp16,5 triliun pada tahun 2024. Kelebihan bayar tersebut terkompensasi pada awal tahun ini.
Di samping itu, penerimaan pajak juga turut dipengaruhi oleh kebijakan pengelolaan likuiditas keuangan negara dan masalah teknis implementasi Core Tax Administration System.
“Jadi, meski kalau kita bandingkan dalam 4 tahun terakhir dia terendah, tapi kalau kita bandingkan dengan tantangan yang ada, ya saya kira realisasi yang ada memang perlu diberikan apresiasi begitu,” kata Fajry.
Fajry mengungkapkan penerimaan pajak dalam beberapa bulan ke depan akan terus mengalami perbaikan. Hal tersebut dapat dikonfirmasi dari tren kontraksi yang terus membaik. Berdasarkan data, kontraksi penerimaan pajak pada Februari 2025 sebesar 30%. Namun, pada bulan Maret sudah membaik menjadi 18%, dan bulan April 2025 hanya terkontraksi 10,7%.
Dibandingkan dengan kondisi tahun 2024 pun menurut Fajry memiliki kemiripan. Pada awal tahun 2024 penerimaan pajak sempat terkontraksi signifikan akibat peningkatan restitusi yang cukup besar kala itu. Namun, penerimaan pajak mencatatkan kinerja yang terus membaik bahkan tumbuh positif 3,38% di akhir tahun 2024.
Kendati demikian, Fajry memperkirakan realisasi target penerimaan pajak tahun ini akan sedikit terkendala oleh sejumlah tantangan ekonomi yang masih berlangsung. Sebab itu, pemerintah perlu melakukan upaya ekstra dari sisi otoritas pajak.
“(Realisasi penerimaan pajak) masih di atas 90%, dalam rentang 90% sampai 95%” ungkapnya.
Fajry mengutarakan dalam kondisi ekonomi menurun, langkah pemerintah dalam melakukan kebijakan countercyclical sudah sesuai untuk mendorong geliat aktivitas ekonomi.
Di lain sisi, pemerintah perlu mengakselerasi perbaikan administrasi dan pelayanan melalui implementasi Core Tax Administration System (Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan/PSIAP).
“Tugas utama Dirjen Pajak yang baru adalah memperbaiki Coretax ini sesegera mungkin. Karena balik lagi, karena tujuan dari Coretax ini adalah memberikan kemudahan sehingga wajib pajak patuh. Sehingga pada akhirnya penerimaan pajak kita meningkat,” tambahnya.
Performa pajak cermin aktivitas ekonomi
Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak bruto pada Januari hingga April 2025 sebesar Rp733,2 triliun. Pada April 2025 penerimaan pajak bruto tercatat senilai Rp266,2 triliun atau tumbuh sebesar 7,0% dibandingkan tahun 2024. Sementara penerimaan pajak neto (penerimaan pajak setelah dikurangi restitusi) pada bulan Maret dan April 2025 masing-masing tumbuh positif sebesar 3,5% dan 5,8%.
Pertumbuhan tersebut ditopang oleh penerimaan PPh badan tahunan, di samping PPN dalam negeri (PPN DN) dan PPN impor yang juga tumbuh baik.
Penerimaan PPh Badan tahunan yang berkontribusi sebesar 23,6% dari total penerimaan pajak tumbuh dari Rp67,5 triliun pada April 2024 menjadi Rp71,8 triliun pada bulan April 2025 sejalan dengan performa profitabilitas WP Badan di 2024. Pertumbuhan terjadi terutama pada sektor industri pengolahan kelapa sawit, perantara moneter, aktivitas penunjang angkutan, dan industri logam dasar mulia.
Penerimaan PPh Badan bruto di April 2025 yang lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya menunjukkan peluang penguatan pemulihan.
“Kemungkinan besar PPh Badan pada kuartal selanjutnya akan pulih. Karena dampak dari pelemahan harga komoditas dari tahun 2022 ke 2023 seharusnya terbatas pada kuartal satu saja. Begitu pula dengan penerimaan PPN, karena dampak dari front loading yang dilakukan oleh para pelaku usaha itu semakin menurun dalam bulan-bulan selanjutnya,” tutur Fajry.
Selanjutnya, penerimaan PPh 21 pada April 2025 tercatat sebesar Rp35,2 triliun. Penerimaan tersebut membaik dibandingkan periode sebelumnya yang menurun akibat terdampak TER. Pertumbuhan penerimaan ini juga ditopang oleh pembayaran THR.
Fajry berpendapat di tengah dinamika perekonomian, PPh 21 akan tetap mendorong penerimaan karena peningkatan jumlah Wajib Pajak, adanya kenaikan upah, dan adanya dampak kebijakan pajak atas natura.
“PPh 21 juga akan menjadi penopang. Meski riuh dengan isu PHK di mana-mana, cuma kalau kita lihat data bulanan itu kinerjanya akan mengikuti kinerja penerimaan PPh 21 pada tahun lalu,” ucapnya.
Sementara itu, penerimaan PPN DN yang merupakan pajak atas konsumsi juga tumbuh positif dari Rp103,5 triliun pada periode Maret hingga April 2024 menjadi Rp113,8 triliun pada Maret sampai dengan April 2025. Pertumbuhan tersebut menggambarkan penguatan kegiatan ekonomi. Pertumbuhan penerimaan PPN DN ditopang performa yang baik di sektor industri pengolahan minyak bumi, pertambangan gas alam, pertambangan bijih logam, dan perdagangan eceran bukan di toko.
Penerimaan PPN impor pada Januari hingga April 2025 tercatat sebesar Rp97,4 triliun. Tumbuh dibandingkan periode sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp81,6 triliun. Kinerja baik tersebut dipengaruhi sektor perdagangan besar mesin, keperluan rumah tangga, dan industri kendaraan bermotor roda empat. Sedangkan pada sektor industri pengolahan, PPN impor periode April 2025 tumbuh sebesar 19,1% seiring kenaikan nilai impor bahan baku, penolong, dan barang modal.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengutarakan dalam kondisi harga-harga komoditas masih menurun, penerimaan pajak masih mampu membukukan pertumbuhan positif baik dari sisi PPh Badan maupun PPN. Resiliensi tersebut patut disyukuri.
“Ini yang saya ingin sampaikan sekali lagi adalah data yang kita miliki yang menggambarkan aktivitas ekonomi,” pungkas Menkeu.
Sumber : kemenkeu.go.id
Laporan : Icha
PERPAJAKAN
Menkeu Tekankan Kualitas Layanan dan Penegakan Integritas Untuk Jajaran Bea dan Cukai
JAKARTA, Bursabisnis.Id – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menekankan penguatan pengawasan, peningkatan kualitas layanan, dan penegakan integritas sebagai prioritas.
Hal ini ia sampaikan pada acara bertajuk Jam Pimpinan bersama jajaran Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) di Auditorium Merauke, Kantor Pusat Bea Cukai, Jakarta.
Kegiatan ini digelar dalam rangka memperingati Hari Bea Cukai ke-79 dan diikuti pimpinan serta seluruh pegawai DJBC baik secara luring maupun daring.
Dalam arahannya, Menkeu mendorong evaluasi kebijakan yang dinilai tidak implementatif di lapangan. Menkeu juga menyoroti pentingnya sinergi dengan Kementerian/Lembaga terkait dan aparat penegak hukum untuk memperkuat penegakan hukum kepabeanan dan cukai.
Dukungan terhadap penguatan sarana-prasarana dan tata kelola sumber daya manusia disampaikan sebagai bagian dari upaya meningkatkan efektivitas pelaksanaan tugas.
Pada sesi dialog, pegawai dari berbagai unit menyampaikan masukan terkait tantangan pengawasan, kebutuhan peralatan, dan pengelolaan penugasan di daerah perbatasan dan wilayah terpencil. Menkeu merespons dengan meminta inventarisasi isu-isu untuk dibahas lebih lanjut sesuai kewenangan.
“Pengawasan sangat penting untuk menjaga integritas (Ditjen) Bea Cukai,” tegas Menkeu sebagaimana dilansir di laman kemenkeu.go.id.
Menkeu menutup dengan apresiasi kepada seluruh insan DJBC atas kontribusinya dalam menjaga arus barang, melindungi masyarakat, dan mendukung penerimaan negara.
Sumber : kemenkeu.go.id
Laporan : Icha
Editor : Tam
PERPAJAKAN
Omzet Rp500 Juta Sampai Rp4,8 M, Tarif Pajak UMKM 0,5 Persen Saja, Berlaku Sampai Tahun 2029
JAKARTA, Bursabisnis.id – Menteri Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), Maman Abdurrahman menegaskan pemerintah tidak memungut pajak dari seluruh pelaku usaha.
Maman menyampaikan klarifikasi tersebut dalam pernyataan kepada sejumlah media di Jakarta.
Maman mengungkapkan bahwa informasi mengenai pemungutan pajak terhadap pedagang kaki lima atau usaha ultra-mikro adalah kabar bohong.
Bagi pelaku UMKM yang memiliki omzet tahunan antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar, pemerintah menerapkan tarif Pajak Penghasilan final sebesar 0,5 persen.
Kebijakan tersebut awalnya berlaku selama tujuh tahun dan dijadwalkan berakhir pada 2025.
Namun, pemerintah memutuskan untuk memperpanjang insentif tersebut hingga tahun 2029.
Pengelompokan UMKM diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 berdasarkan jumlah aset dan omzet tahunan.
Usaha mikro adalah usaha produktif milik perorangan atau badan usaha perorangan dengan aset maksimal Rp50 juta dan omzet tahunan tidak melebihi Rp300 juta.
Usaha kecil merupakan usaha produktif mandiri dengan aset antara Rp50 juta hingga Rp500 juta dan omzet tahunan antara Rp300 juta hingga Rp2,5 miliar.
Usaha menengah adalah usaha mandiri dengan aset antara Rp500 juta hingga Rp10 miliar dan omzet tahunan antara Rp2,5 miliar hingga Rp50 miliar.
Sumber : dari berbagai sumber
Laporan : Tam
PERPAJAKAN
Menko Ekonomi Ungkap Tengah Disiapkan Perluasan Insentif Pajak Ditanggung Pemerintah
JAKARTA – Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, menegaskan komitmen pemerintah untuk mempercepat pelaksanaan program pembangunan melalui berbagai paket kebijakan ekonomi baru.
Ini disampaikan Airlangga Hartarto bersama Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa dalam konferensi pers di Jakarta.
Menko Airlangga menjelaskan, sejumlah program tengah dipersiapkan sesuai arahan Presiden Prabowo. Program-program yang disiapkan bertujuan untuk meningkatkan produktivitas, memperluas tingkat penerimaan atau kesempatan magang bagi mahasiswa fresh graduate, serta perpanjangan bantuan pangan tiga bulan ke depan. Selain itu, pemerintah juga tengah menyiapkan perluasan insentif pajak ditanggung pemerintah (DTP) ke berbagai sektor.
“Kemudian juga fasilitas yang selama ini diberikan kepada pekerja, jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kehilangan pekerjaan, jaminan kematian itu juga untuk didorong kepada pekerja lepas atau pekerja mitra, dalam hal ini ojek online. Nah ini kita akan dorong juga. Pemerintah kemarin memberikan bantuan untuk 50% bayarnya, teknisnya sedang kita siapkan,” imbuh Menko Airlangga sebagaimana dikutip dari laman kemenkeu.go.id.
Lebih lanjut, Menko Airlangga juga menyampaikan pemerintah akan menyiapkan fasilitas melalui BPJS Ketenagakerjaan untuk kepemilikan maupun renovasi rumah, serta program cash for work di sektor perhubungan dan perumahan.
Menkeu Purbaya menegaskan dukungan penuh Kementerian Keuangan dari sisi anggaran. Menkeu juga menyampaikan bahwa pemerintah akan membentuk Tim Akselerasi Program Prioritas untuk memastikan program-program prioritas pemerintah berjalan lebih cepat dan efektif.
“Semua sudah dijelaskan Pak Menko. Tapi yang jelas Menteri Keuangan akan menunjang seluruh program percepatan ini semaksimal mungkin. Nanti Pak Menko akan membentuk Tim Akselerasi Program Prioritas supaya semua programnya bisa berjalan dengan baik,” ujar Menkeu Purbaya.
Dengan berbagai langkah tersebut, pemerintah berharap program-program pembangunan dapat berjalan lebih cepat dan memberikan manfaat berkelanjutan bagi masyarakat serta perekonomian nasional.
Sumber : kemenkeu.go.id.
Laporan : Icha
Editor : Tam
-
ENTERTAINMENT6 years agoInul Vista Tawarkan Promo Karaoke Hemat Bagi Pelajar dan Mahasiswa
-
Rupa-rupa6 years agoDihadiri 4000 Peserta, Esku UHO dan Inklusi Keuangan OJK Sukses Digelar
-
PASAR6 years agoJelang HPS 2019, TPID: Harga Kebutuhan Pokok Relatif Stabil
-
Entrepreneur6 years agoRumah Kreatif Hj Nirna Sediakan Oleh-oleh Khas Sultra
-
Fokus6 years agoTenaga Pendamping BPNT Dinilai Tidak Transparan, Penerima Manfaat Bingung Saldo Nol Rupiah
-
FINANCE6 years agoOJK Sultra Imbau Entrepreneur Muda Identifikasi Pinjol Ilegal Melalui 2L
-
Fokus5 months agoUsai Harumkan Nama Wakatobi, Pelatih Atlit Peraih Medali Emas Jual Hp Untuk Ongkos Pulang
-
Entrepreneur6 years agoMengenal Sosok Pengusaha Syarifuddin Daeng Punna yang Pantang Menyerah Berusaha
