Connect with us

Ekonomi Makro

Pengamat: Belanja Kementerian/Lembaga Pakai Kartu Kredit Timbulkan Risiko Fiskal

Published

on

BursaBisnis.id – Pemerintah lewat Kementerian Keuangan (Kemkeu) bekerja sama dengan sejumlah bank, dalam rangka simplifikasi pelaksanaan anggaran kementerian dan lembaga (K/L) dengan menggunakan kartu kredit untuk belanja operasional dan perjalanan dinas. Tujuannya, agar anggaran lebih transparan dan K/L tidak perlu membuat banyak kwitansi sehingga bisa meminimalisasi potensi fraud.

Namun demikian, langkah tersebut dinilai menimbulkan risiko fiskal. Kepala Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengatakan, penggunaan kartu kredit untuk belanja K/L bisa digunakan dalam rangka menyiasati arus kas pemerintah saat penerimaan melambat. Selama tiga tahun terakhir, penerimaan negara memang masih belum sempurna lantaran gagal mencapai target.

“Yang membayar operasional pemerintah siapa? yang mengeluarkan kartu kredit bukan?” kata Lana dalam acara diskusi dengan wartawan ekonomi di Padang, Sabtu (24/2).

Dengan demikian, pemerintah akan memiliki utang terhadap perbankan. Sementara itu, bunga kartu kredit yang harus dibayarkan juga tidak mudah. “Mungkin pemerintah sudah menghitung risikonya, Kalau (K/L) punya uang, minimum payment dong? Ini akan jadi utang baru bagi pemerintah dan kita tahu bunga kartu kredit juga mahal,” tambah dia.

Untuk diketahui, kartu kredit yang akan digunakan bergantung pada besar kecilnya satuan kerja (satker) dengan limit mulai Rp 50 juta sampai Rp 200 juta. Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan agar seluruh K/L menggunakan fasilitas tersebut secara tepat.

Sebab, “Ini bukan kartu nenek moyang, yang digesek adalah uang rakyat. Jadi gunakan secara prudent,” kata Sri Mulyani.

 

 

Sumber: Kontan.co.id

Continue Reading

KEBIJAKAN EKONOMI DAERAH

Menkeu dan Asosiasi Pemerintah Provinsi Bahas Kebijakan TKD dan DBH

Published

on

By

Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa

JAKARTA, Bursabisnis.id – Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menerima jajaran Gubernur yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta.

Pertemuan ini membahas berbagai isu aktual mengenai kebijakan Transfer ke Daerah (TKD), Dana Bagi Hasil (DBH), dan sinergi fiskal pusat–daerah dalam mendukung pembangunan nasional.

Dalam diskusi tersebut, para kepala daerah menyampaikan berbagai aspirasi terkait dinamika kebijakan fiskal, terutama dampak penyesuaian TKD terhadap pelaksanaan program prioritas dan layanan publik di daerah. Menkeu menegaskan bahwa pemerintah akan menampung seluruh masukan dari para Gubernur untuk menjadi bahan evaluasi dan penyempurnaan kebijakan ke depan.

“Saya berterima kasih atas masukan dari seluruh Gubernur. Diskusi hari ini sangat konstruktif dan membuka banyak perspektif nyata dari daerah,” ujar Menkeu Purbaya.

Menkeu juga menegaskan komitmennya untuk memperkuat koordinasi antara Kementerian Keuangan dan pemerintah daerah agar kebijakan fiskal lebih adaptif terhadap karakteristik masing-masing wilayah. Beberapa usulan terkait afirmasi bagi provinsi kepulauan dan daerah pemekaran baru juga akan dikaji bersama kementerian terkait.

Pertemuan ditutup dengan komitmen bersama untuk terus memperkuat sinergi antara pusat dan daerah dalam menjaga kesinambungan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh Indonesia.

Sumber : kemenkeu.go.id
Laporan : Icha
Editor : Tam

Continue Reading

PERTAMBANGAN

Regulasi PP Minerba Belum Terbit, Pemda Kehilangan Dasar Hukum Menata Wilayah Pertambangan Rakyat

Published

on

By

Anggota Komisi XII DPR RI, Ratna Juwita Sari. -foto:dok.dpr-

JAKARTA, Bursabisnis.id – Anggota Komisi XII DPR RI, Ratna Juwita Sari menyoroti lambannya penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) pelaksana dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba). UU tersebut telah diundangkan sejak 19 Maret 2025, namun hingga Oktober ini, regulasi turunannya belum juga diterbitkan.

Padahal, Ratna mengingatkan, Pasal 174 ayat (1) UU Minerba dengan tegas menyebutkan bahwa seluruh peraturan pelaksana wajib ditetapkan paling lambat enam bulan setelah pengundangan. Artinya, batas waktu penyelesaian PP jatuh pada September 2025.

Menurut Ratna, keterlambatan ini tidak bisa dianggap sekadar persoalan administratif. Ia menilai dampaknya langsung terasa, terutama terhadap kepastian hukum bagi pelaku usaha, potensi penerimaan negara, dan efektivitas implementasi kebijakan di sektor pertambangan.

“UU Minerba 2025 sudah memberi arah jelas untuk menciptakan tata kelola pertambangan yang berkeadilan, transparan, dan berpihak pada kepentingan nasional. Namun tanpa PP pelaksana, seluruh amanat dalam Pasal 17 tentang penetapan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) tidak bisa dijalankan secara efektif,” kata Ratna di laman dpr.go.id.

Ratna juga menekankan soal belum adanya kejelasan teknis mengenai mekanisme WIUP, pembagian kewenangan pusat-daerah, dan prioritas pemberian izin bagi koperasi, UMKM, BUMD, serta ormas keagamaan yang dapat menghambat pelaksanaan kebijakan.

“Investor menunda ekspansi, pemerintah daerah kebingungan mengambil langkah, dan masyarakat lokal kembali menjadi korban ketidakpastian kebijakan. Ini situasi yang tidak boleh dibiarkan terlalu lama,” jelas Politisi Fraksi PKB ini.

Ratna pun turut menyoroti dampak nyata keterlambatan regulasi PP Minerba terhadap daerah penghasil tambang. Ia menyebut, hal ini membuat pemerintah daerah (Pemda) kehilangan dasar hukum untuk menata wilayah pertambangan rakyat, dan pelaku usaha kecil kesulitan mengakses perizinan yang semestinya terbuka bagi mereka.

Selain itu, Aspek lingkungan juga menjadi perhatian. Tanpa pedoman teknis yang memadai, pengawasan terhadap kegiatan pertambangan menjadi lemah, meskipun UU Minerba 2025 mengamanatkan penguatan tata kelola lingkungan serta reklamasi pascatambang.

Ratna pun menegaskan urgensi percepatan regulasi agar semangat reformasi dalam UU Minerba tidak sekadar menjadi wacana.

“Semangat pembaruan UU Minerba akan kehilangan makna bila tidak segera diikuti dengan regulasi pelaksana yang konkret. Pemerintah perlu bergerak cepat agar prinsip keadilan, keberlanjutan, dan kedaulatan sumber daya alam dapat diwujudkan di lapangan,” tegas Ratna.

Lebih lanjut, Ratna mengatakan DPR akan menjalankan fungsi pengawasan dengan mendorong Kementerian Kementerian Energi dan Sumber Daya Minera (ESDM) serta Kementerian Hukum untuk segera menyelesaikan penyusunan PP pelaksana

Legislator Dapil Jatim IX ini menilai lambannya penerbitan regulasi ini menunjukkan lemahnya koordinasi dan komitmen pemerintah dalam menindaklanjuti amanat undang-undang.

Sumber : dpr.go.id
Laporan : Icha
Editor : Tam

Continue Reading

KEBIJAKAN EKONOMI DAERAH

Negara Efisiensi Anggaran, DPRD Sultra Malah Beli Randis

Published

on

By

Ketua DPC GMNI Kendari Rasmin Jaya berorasi. -foto:ist-

Kendari – Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kendari Rasmin Jaya, menyoroti pengadaan kendaraan dinas pimpinan DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) di tengah efisiensi dan banyaknya persoalan yang dihadapi masyarakat Sultra saat ini.

‎Ketua DPC GMNI Kendari, Rasmin Jaya menegaskan harusnya anggota DPRD Provinsi Sultra lebih melihat dan memprioritaskan masalah-masalah mendasar yang terjadi di beberapa daerah di Sultra, seperti jalan rusak, jembatan dan berbagai fasilitas pelayanan publik lainnya.

Serta bagaimana mereka lebih menjaga perasaan masyarakat di tengah banyaknya problem kerakyatan, pertambangan dan lingkungan yang menjadikan masyarakat sebagai korban dari kebijakan pemerintah.

‎”Saya pikir itu akan lebih kongkret sebab jalan, jembatan akan memperlancar perekonomian dari distribusi hasil produksi masyarakat petani, nelayan dan sebagainya. Bukan malah mengadakan fasilitas hanya untuk kenyamanan diri pribadi,” bebernya

‎Ia menambahkan, mandulnya elit politik  menjadikan posisi mereka tidak berjalan sesuai dengan fungsi dan tanggung jawabnya, yang seyogyanya sebagai instrumen aspirasi rakyat tetapi sangat berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di tengah persoalan dan ketimpangan sosial masyarakat.

‎”Faktanya mereka hanya sibuk mencari kenyamanan dan kepentingan diri mereka sendiri di banding  memperjuangkan kepentingan rakyat. Meski kita tahu, sekarang ini kan segala kebijakan investasi dan pertambangan terlalu sentralisasi dan terpusat, tetapi harapannya DPRD Sulawesi Tenggara yang kita percayakan sebagai representasi rakyat tidak boleh berdiam diri dalam menjalankan fungsi pengawasannya secara tegas,” harap Rasmin.

‎Rasmin Jaya menilai program-program yang ditawarkan kepada masyarakat pada saat menjelang sosialisasi dan kampanye, hanyalah sebagai pemanis untuk menarik simpati dan meraup suara pada saat pemilihan, sehingga tidak ada pembangunan berkelanjutan untuk kepentingan masyarakat setelah terpilih atau pun menjalankan fungsinya sebagai mana amanat UU.

‎”Kami melihat yang ada hanyalah kepentingan golongan dan partai politik itu sendiri. Masyarakat hanya menjadi korban dari kepentingan yang sibuk dengan jabatan, harta dan tahta,” tegasnya.

‎Ia berharap, elit politik Sulawesi Tenggara bisa bertanggung jawab dan bisa menjadi perpanjangan tangan dari aspirasi masyarakat.

Menurutnya, ini adalah babak baru untuk menjalankan kepercayaan rakyat dan rasa tanggung jawab dalam mengawal setiap aspirasi masyarakat.

‎”Itu yang kami harapkan, kita butuh alternatif baru, partai politik yang berani dan wakil rakyat yang betul-betul memahami kondisi masyarakat dan menuntaskannya dengan segala wewenang yang di percayakan oleh UU,” tegasnya lagi.

‎Ketua DPC GMNI Kendari, Rasmin Jaya menginginkan wakil rakyat bisa betul-betul menjalankan fungsinya dengan baik, sesuai dengan regulasi yang berlaku, fungsi pengawasan, fungsi anggaran dan fungsi legislasi.

‎Ia menilai kebijakan dan program pemerintah selama ini banyak yang tidak tepat sasaran dan tidak menyentuh kepentingan rakyat. Sehingga sangat dibutuhkan wakil rakyat yang tegas dan melakukan pengawasan kepada eksekutif agar betul-betul produk kebijakan yang di hasilkan bisa mengakomodir seluruh elemen masyarakat di masing-masing dapilnya.

‎”Kita menitipkan pesan, agar wakil rakyat bisa memperjuangkan potensi berbagai sektor, apalagi Sulawesi Tenggara adalah daerah yang memiliki kekayaan yang sangat melimpah dan bisa mendorong pembangunan, perekonomian masyarakat bisa lebih berkembang, maju dan berdaya siang,” bebernya.

‎Ia mendorong, wakil rakyat yang ada di Sulawesi Tenggara jangan hanya berleha-leha menikmati segala fasilitas yang di alokasikan dari APBD Provinsi Sulawesi Tenggara, tetapi harus bisa di maksimalisasi untuk kebutuhan mendasar yang diharapkan oleh masyarakat.

‎Ia meyakini bahwa lembaga legislatif adalah lembaga yang terhormat. Sehingga harus di manfaatkan secara maksimal sebagai mitra pemerintah guna melakukan check and balance.

‎”Kami juga akan tetap berperan penting sebagai mitra kritis dan strategis dalam merekomendasikan setiap gagasan dan program yang berdampak pada rakyat serta mengawasi setiap apa yang di lakukan oleh DPRD Sulawesi Tenggara serta memastikan kebijakan pemerintah yang pro rakyat,” Harapnya.

‎Ia meyakini politik adalah panggilan nurani dan sebagai jalan pengabdian kepada masyarakat.

Beberapa fenomena elit politik yang dicopot akibat salah menyalahgunakan wewenang dan fungsinya sebagai representasi rakyat adalah pelajaran, refleksi dan evaluasi untuk anggota legislatif agar tidak menyakiti hati rakyat, apa lagi menikmati kemewahan ditengah jeritan rakyat.

Laporan : Icha
Editor : Tam

Continue Reading

Trending